Wabah Lumpy Skin Disease Serang Sapi di Riau, Peternak: Kami Lebih Takut Virus Jembrana
RIAUIN.COM - Wabah penyakit sapi Lumpy Skin Desease (LSD) saat ini menyerang sejumlah peternakan sapi di Riau. Sejauh ini, terdapat 18 ekor sapi di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau terkena penyakit langka tersebut.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) Nasrullah mengatakan, penyakit LSD pada sapi telah ditemukan di Provinsi Riau. Sebelumnya LSD juga ditemukan di beberapa negara di Asia termasuk di Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja.
"Untuk penanganan LSD di Riau, kita akan kerahkan dokter hewan dan paramedik staf Kementan di Riau untuk membantu melakukan vaksinasi," kata Dirjen PKH Nasrullah di Jakarta, Sabtu (5/3/2022).
Sementara itu, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Provinsi Riau telah menurunkan tim dokter hewan menindaklanjuti adanya laporan 18 ekor sapi di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau terkena penyakit langka tersebut.
"Kita sudah menurunkan tim kesehatan hewan turun ke Inhu untuk memeriksa 18 ekor sapi di Inhu yang terkena wabah," kata Kepala Dinas PKH Provinsi Riau, Herman, Senin (14/2/2022)
Dikatakan Herman, selain diperiksa, tim juga mengambil sampel darah sapi yang terkena penyakit tersebut. Kemudian, sampel darah itu dikirim ke Balai Penelitian Hewan Bukittinggi dan Bogor.
"Jadi ada dua sampel yang kita ambil. Diduga sementara sapi itu terkena penyakit Lumpy Skin Disease (LSD). Wabah ini belum ada di Indonesia sampai saat ini, karena LSD ini penyakit langkah, dan dulu pernah ditemukan di Malaysia," terangnya.
Selain mengirim sampel, tambah Herman, pihaknya juga sudah melaporkan temuan dugaan penyakit langkah itu ke Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementerian Pertanian di Jakarta melalui Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (Sikhnas).
"Laporan kita sudah direspon oleh pusat, dan malam ini tim dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan sampai ke Riau, dan langsung turun ke Inhu didampingi tim dokter hewan kita," sebutnya.
Terpisah, seorang pemilik peternakan sapi UD Al-Hidayah yang saat dikonfirmasi Riauin.com mengatakan, saat ia belum menemukan sapi-sapinya terjangkit virus LSD tersebut.
"Belum ada (LSD, red) namun ini nggak beresiko besar. Yang sangat beresiko besar itu tetap (virus, red) Jembrana itu," ujar Muksin, Selasa (8/3/2022).
Menurutnya, saat ini virus yang paling menakutkan dan jadi momok para peternak sapi adalah Virus Jembrana dari Bali. Karena itu menurutnya, ia telah melakukan pencegahan dengan melakukan penyemprotan disinfektan dan pengasapan.
"Kandang kita ini sering disemprot secara rutin setiap minggu, malam kota kasih asap," katanya.
Dilansir Wikipedia, Virus Jembrana adalah penyakit hewan menular pada sapi yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini bersifat akut dan menimbulkan tanda klinis yang jelas pada sapi bali (Bos javanicus domesticus), sedangkan pada jenis sapi lainnya hanya bersifat subklinis dan tidak menunjukkan tanda klinis yang nyata.
Penyakit Jembrana merupakan penyakit yang hanya ditemukan di Indonesia, kasusnya pertama kali ditemukan di Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali pada tahun 1964 dan kini telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Penyakit ini hanya menyerang sapi Bali dewasa berumur 3–4 tahun sedangkan jenis sapi lain kebal terhadap penyakit ini. Biasanya sapi bali dewasa, yang umurnya antara 3-4 th.
Penularan secara mekanis dapat terjadi melalui gigitan lalat, misalnya Tabanus Rubidus atau dengan perantaraan jarum suntik yang tidak steril.
Penyebaran penyakit ke luar Pulau Bali mengikuti perdagangan/pemindahan ternak yang secara klinis nampak sehat tetapi sesungguhnya berstatus sebagai hewan karier laten.
Di daerah baru tingkat morbiditas penyakit dapat mencapai sekitar 65%, dan biasanya sekitar 70% penderita akan mengalami kesembuhan atau sekitar 30% dari hewan yang sakit akan berakhir dengan kematian.
Gejala Penyakit Jembrana antara lain demam tinggi 40-42 derajat C, diare bercampur darah, lesu, dan kehilangan nafsu makan. Tanda tersebut disusul dari rongga hidung keluar ingus berlebihan, air mata selalu keluar (lakrimasi), dan air liur juga keluar secara berlebihan (hipersalivasi).
Penanggulangan Jembrana dapat dilakukan dengan penyuntikan antibiotik yang berdaya kerja luas yang ditujukan untuk infeksi sekunder. Untuk pencegahan penyakit, dilakukan penyemprotan vektor. Saat ini telah diupayakan pembuatan vaksin, namun hasilnya masih dalam taraf penelitian.-dnr
Berita Lainnya
Agar Pengelolaan Kelapa Sawit Berkesinambungan, Pemprov Riau Lakukan Ini
Warga Riau di Perantauan Diajak Ikut Bangun Kampung Halaman
Hilirisasi Kelapa Sawit Terus Dikembangkan Pemprov Riau
Lepas 450 Jemaah Haji, Asisten I Setdaprov Riau Minta Jaga Kesehatan
Ini yang Dilakukan Pemprov Riau untuk Stabilkan Harga Kebutuhan Pokok
Forum Pembauran Kebangsaan Riau Audiensi dengan Pj Gubri, Apa yang Dibahas?
Agar Pengelolaan Kelapa Sawit Berkesinambungan, Pemprov Riau Lakukan Ini
Warga Riau di Perantauan Diajak Ikut Bangun Kampung Halaman
Hilirisasi Kelapa Sawit Terus Dikembangkan Pemprov Riau
Lepas 450 Jemaah Haji, Asisten I Setdaprov Riau Minta Jaga Kesehatan
Ini yang Dilakukan Pemprov Riau untuk Stabilkan Harga Kebutuhan Pokok
Forum Pembauran Kebangsaan Riau Audiensi dengan Pj Gubri, Apa yang Dibahas?