243 Sapi di Riau Terjangkit Wabah LSD, Kasus Tertinggi di Inhu
RIAUIN.COM - Sebanyak 243 ekor sapi di sejumlah kabupaten/kota di Riau terpapar terpapar Lumpy Skin Desease (LSD). Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau mengatakan, temuan wabah LSD itu ditemukan di 6 kabupaten dan 1 kota.
Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau Faralinda Sari, wabah LSD sapi pertama kali ditemukan di Indragiri Hulu, pada 9 Februari 2022. Namun saat ini sudah tertular di tujuh kabupaten yakni Indragiri Hulu, Pelalawan, Kampar, Dumai, Bengkalis, dan Siak.
"Sapi yang mati ada tiga ekor," kata Faralinda Sari, dilansir CNNIndonesia, Rabu (9/3/2022).
Menurut Faralinda, wilayah yang mengalami dampak wabah LSD tertinggi terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu.
"Kasus tertinggi saat ini masih di Indragiri Hulu," ujarnya.
Dikatakan Faralinda, wabah penyakit LSD menimbulkan gejala benjol-benjol pada kulit sapi. Benjolan itu menimbulkan gatal sehingga membuat hewan ternak gelisah serta menyebabkan suhu badan hewan ternak panas. Namun, penyakit LSD pada sapi tidak menular terhadap manusia.
"Ini bukan penyakit zoonosis, bukan penyakit yang bisa pindah dari hewan ke manusia," jelasnya.
Ditambahkan Faralinda, penyakit ini tidak membahayakan bagi manusia yang mengkonsumsi daging sapi. Namun kulit sapi harus dimusnahkan agar tidak menulari ke hewan lainnya.
"Sebaiknya pemotongan dilakukan di rumah pemotongan hewan (RPH), jadi bisa diawasi, untuk kulitnya memang benar-benar dipastikan dimusnahkan karena itu bisa jadi sumber penularan," ujarnya.
Meski terbilang baru, penyakit LSD sejauh ini belum meresahkan peternak sapi di Riau karena tingkat kematiannya cukup rendah bila dibanding jembrana. Hingga kini, petani di Riau masih lebih mengkhawatirkan jembrana ketimbang LSD.
"Kematian sakit LSD ini hanya satu sampai lima persen, jadi peternak jauh lebih takut dengan penyakit jembrana karena kematiannya sampai 100 persen," sebutnya.
Terpisah, seorang pemilik peternakan sapi dari UD Al-Hidayah yang saat dikonfirmasi Riauin.com mengatakan, saat ia belum menemukan sapi-sapinya terjangkit virus LSD tersebut.
"Belum ada (LSD, red) namun ini nggak beresiko besar. Yang sangat beresiko besar itu tetap (virus, red) Jembrana itu," ujar Muksin, Selasa (8/3/2022).
Menurutnya, saat ini virus yang paling menakutkan dan jadi momok para peternak sapi adalah Virus Jembrana dari Bali. Karena itu menurutnya, ia telah melakukan pencegahan dengan melakukan penyemprotan disinfektan dan pengasapan.
"Kandang kita ini sering disemprot secara rutin setiap minggu, malam kota kasih asap," katanya.
Dilansir Wikipedia, Virus Jembrana adalah penyakit hewan menular pada sapi yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini bersifat akut dan menimbulkan tanda klinis yang jelas pada sapi bali (Bos javanicus domesticus), sedangkan pada jenis sapi lainnya hanya bersifat subklinis dan tidak menunjukkan tanda klinis yang nyata.
Penyakit Jembrana merupakan penyakit yang hanya ditemukan di Indonesia, kasusnya pertama kali ditemukan di Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali pada tahun 1964 dan kini telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Penyakit ini hanya menyerang sapi Bali dewasa berumur 3–4 tahun sedangkan jenis sapi lain kebal terhadap penyakit ini. Biasanya sapi bali dewasa, yang umurnya antara 3-4 th.
Penularan secara mekanis dapat terjadi melalui gigitan lalat, misalnya Tabanus Rubidus atau dengan perantaraan jarum suntik yang tidak steril.
Penyebaran penyakit ke luar Pulau Bali mengikuti perdagangan/pemindahan ternak yang secara klinis nampak sehat tetapi sesungguhnya berstatus sebagai hewan karier laten.
Di daerah baru tingkat morbiditas penyakit dapat mencapai sekitar 65%, dan biasanya sekitar 70% penderita akan mengalami kesembuhan atau sekitar 30% dari hewan yang sakit akan berakhir dengan kematian.
Gejala Penyakit Jembrana antara lain demam tinggi 40-42 derajat C, diare bercampur darah, lesu, dan kehilangan nafsu makan. Tanda tersebut disusul dari rongga hidung keluar ingus berlebihan, air mata selalu keluar (lakrimasi), dan air liur juga keluar secara berlebihan (hipersalivasi).
Penanggulangan Jembrana dapat dilakukan dengan penyuntikan antibiotik yang berdaya kerja luas yang ditujukan untuk infeksi sekunder. Untuk pencegahan penyakit, dilakukan penyemprotan vektor. Saat ini telah diupayakan pembuatan vaksin, namun hasilnya masih dalam taraf penelitian.-dnr
?????
Berita Lainnya
Agar Pengelolaan Kelapa Sawit Berkesinambungan, Pemprov Riau Lakukan Ini
Warga Riau di Perantauan Diajak Ikut Bangun Kampung Halaman
Hilirisasi Kelapa Sawit Terus Dikembangkan Pemprov Riau
Lepas 450 Jemaah Haji, Asisten I Setdaprov Riau Minta Jaga Kesehatan
Ini yang Dilakukan Pemprov Riau untuk Stabilkan Harga Kebutuhan Pokok
Forum Pembauran Kebangsaan Riau Audiensi dengan Pj Gubri, Apa yang Dibahas?
Agar Pengelolaan Kelapa Sawit Berkesinambungan, Pemprov Riau Lakukan Ini
Warga Riau di Perantauan Diajak Ikut Bangun Kampung Halaman
Hilirisasi Kelapa Sawit Terus Dikembangkan Pemprov Riau
Lepas 450 Jemaah Haji, Asisten I Setdaprov Riau Minta Jaga Kesehatan
Ini yang Dilakukan Pemprov Riau untuk Stabilkan Harga Kebutuhan Pokok
Forum Pembauran Kebangsaan Riau Audiensi dengan Pj Gubri, Apa yang Dibahas?