LBHI Batas Indragiri Sebut Ada Sekolah Melalui Guru Jual Beli LKS di SD Negeri Inhu

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) Batas Indragiri, Rahman Ardian SH MH. | Foto : dok
RIAUIN.COM - Larangan jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) disekolah telah di atur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Dalam pasal 181a Peraturan Pemerintah Tersebut dinyatakan bahwa ada aturan melarang pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, untuk menjual buku pelajaran, LKS, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, seragam sekolah atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan.
"Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi(Kemendikbudristek) menegaskan kembali aturan ini untuk memastikan penerapannya diseluruh satuan pendidikan," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) Batas Indragiri, Rahman Ardian SH MH, Jumat (17/1/2025) dalam pernyataan sejumlah media.
Menurut Pengacara Muda ini, larangan jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) ini ditujukan untuk mencegah adanya praktik komersialisasi di lingkungan pendidikan yang dapat membebani siswa dan orang tua.
Kemudian, ada juga dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2020 tentang Komite Sekolah Pasal 12a:
Aturan ini mengukuhkan larangan serupa pada pihak yang memiliki peran dalam pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan di sekolah, sehingga tidak ada celah untuk praktik jual beli yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Dengan adanya peraturan yang jelas ini, diharapkan seluruh pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan dapat mematuhinya dan berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan tanpa memberatkan siswa dan orang tua dengan biaya tambahan yang tidak perlu.
Namun demikian, sebut Rahman, Indikasi praktek jual beli lembar kerja siswa (LKS) masih terjadi pada siswa di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau.
Meski sudah dilarang, tegas dia, praktik jual beli LKS ini diduga melibatkan banyak pihak masih terjadi.
Dikatakan Rahman, adanya praktik jual beli LKS oleh guru ini berdasarkan laporan orangtua siswa dan masyarakat kepadanya. Laporan ini langsung ditindaklanjuti ke sekolah tersebut.
"Saya miris ada orangtua yang bercerita kepada kami bahwa dirinya tidak punya uang untuk membeli LKS di SDN 18 Rengat. Mendengar itu saya langsung bayarkan pakai dana pribadi kepada guru anak ibu itu. Saya transfer. Dan buktinya ada," kata Rahman lagi.
Dijelaskan Rahman, saat transfer itu guna uangnya untuk bayar LKS, uang les, dan uang kas. Kalau totalnya sebut Rahman, jumlahnya Rp584.000.
Sudah jelas dalan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 2 tahun 2008 tentang Buku, pasal (11) melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku Kepada siswa.
Pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 2017 juga mengatur sistem Perbukuan, tata kelola Perbukuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku.
Aaturan tersebut, sambungnya, berbunyi Buku pegangan siswa dari sekolah. diberikan secara gratis, karena disubsidi pemerintah melalui Dana Bantuan Operasional (BOS).Buku yang disubsidi pemerintah tidak boleh dijual kepada siswa. Karena itu hak siswa.
Jelaskan, tegas dia, buku LKS tidak diperjual belikan di sekolah. Siswa berhak membeli LKS, namun tidak disekolah. Orangtua siswa beli LKS di toko buku.
Itu tertuang dalam Pasal (1) angka 10 , yang mana toko buku termasuk ke dalam distributor eceran buku atau pengecer, yang lengkapnya berbunyi Distributor eceran buku yang selanjutnya disebut pengecer adalah orang-perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir.
Jadi, menurut dia lagi, dalam hal ini ditemukan ada tenaga pengajar atau guru disekolahan yang menjual secara langsung buku LKS kepada siswa hal itu patut dipertanyakan.
"Tugas dan fungsi seorang guru adalah mengajar dilembaga pendidikan, dan disekolah tempatnya proses belajar dan mengajar bukan tempatnya berdagang buku,” tegasnya
Diduga penjualan buku, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) juga marak terjadi setiap ajaran baru, bahkan setiap berganti semester. Walau dikatakan tidak wajib, namun para murid mau tidak mau harus membeli karena banyak tugas yang diberikan lewat LKS tersebut.
Dijelaskan, dalam Pasal 63 ayat (1) UU Sistem Perbukuan “Penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan dan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan dan pendidikan menengah”.
"Saya berharap ini segera ditindaklanjuti Kepala Dinas Pendidikan Inhu, Inspektorat Inhu. Dan Bupati Inhu terpilih
nantinya, bisa memberikan kemudahan bagi siswa. Untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kemudahan bagi orangtua tak mampu. Jangan ada lagi jual beli LKS. Dan bayaran yang memberatkan orangtua siswa dilakukan guru kedepannya,"pungkasnya. -rls, gus
Berita Lainnya
Polres Inhu, PT Inecda, dan Warga Desa Sibabat Bersinergi Tanam Jagung Pipil
Polres Inhu, PT Inecda, dan Warga Desa Sibabat Bersinergi Tanam Jagung Pipil
Jelang Ramadhan, Pemkab Inhu Tertibkan Pedagang Kaki Lima di Pematang Reba
Rambah HPT 300 Hektar di Inhu, Mantan Kades dan Sekdes Siambul Serta Tiga Pelaku Diamankan Polisi
Polemik SHGU PT SBP, Warga Desa di Inhu Dukung Keberadaan Perusahaan
Moh Taufiq Ditahan Tim Gabungan Usai Diduga Garap Kawasan Hutan TNBT di Kabupaten Inhu
Polres Inhu, PT Inecda, dan Warga Desa Sibabat Bersinergi Tanam Jagung Pipil
Polres Inhu, PT Inecda, dan Warga Desa Sibabat Bersinergi Tanam Jagung Pipil
Jelang Ramadhan, Pemkab Inhu Tertibkan Pedagang Kaki Lima di Pematang Reba
Rambah HPT 300 Hektar di Inhu, Mantan Kades dan Sekdes Siambul Serta Tiga Pelaku Diamankan Polisi
Polemik SHGU PT SBP, Warga Desa di Inhu Dukung Keberadaan Perusahaan
Moh Taufiq Ditahan Tim Gabungan Usai Diduga Garap Kawasan Hutan TNBT di Kabupaten Inhu