Antisipasi Bahaya Media Sosial Bagi Remaja, Ini Kata Psikolog UI
RIAUIN.COM - Media sosial kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari remaja. Dengan platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok, mereka dapat berbagi momen, berinteraksi, dan menemukan komunitas yang sesuai dengan minatnya.
Namun, di balik kemudahan ini, ada sisi lain yang bisa berdampak negatif terhadap kesehatan mental mereka.
Dr Dian Kusuma, psikolog dari Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental remaja dapat bersifat ganda.
"Media sosial memang menawarkan banyak peluang untuk remaja, seperti membangun relasi sosial dan menemukan dukungan dari teman sebaya. Namun, di sisi lain, ada risiko perbandingan sosial yang sangat tinggi," jelasnya.
Menurut data dari We Are Social dan Hootsuite pada tahun 2023, lebih dari 191 juta orang Indonesia menggunakan media sosial, di mana sebagian besar adalah remaja dan dewasa muda.
Dr Dian menekankan bahwa meskipun angka ini menunjukkan tingginya keterlibatan remaja di media sosial, mereka sering kali tidak menyadari dampak psikologis yang mungkin mereka alami.
Dukungan Sosial yang Positif
Dr Dian menyebut bahwa salah satu aspek positif media sosial adalah kemampuannya dalam memberikan dukungan sosial.
"Remaja bisa menemukan komunitas yang membuat mereka merasa diterima dan dipahami. Ini terutama berguna bagi mereka yang merasa kesepian atau sulit menemukan teman di dunia nyata," ujarnya.
Hasil survei dari Common Sense Media pada tahun 2022 mendukung pandangan ini, dengan 41% remaja menyatakan bahwa media sosial membantu mereka terhubung dengan teman-teman yang mendukung.
Banyak remaja bergabung dalam grup dukungan yang berfokus pada kesehatan mental, seperti komunitas yang membahas kecemasan atau depresi. Di ruang ini, mereka dapat berbagi pengalaman tanpa takut dihakimi.
“Bagi beberapa remaja, mendapatkan komentar positif di media sosial bisa memberi mereka rasa dihargai yang mungkin tidak mereka dapatkan di kehidupan nyata,” kata Dr Dian.
Menurutnya, ini adalah salah satu alasan mengapa banyak remaja merasa lebih nyaman untuk membuka diri di dunia maya.
Namun, Dr Dian juga memperingatkan tentang sisi gelap media sosial. "Banyak remaja yang terjebak dalam perbandingan sosial. Mereka melihat kehidupan yang tampak sempurna di media sosial, dan ini bisa membuat mereka merasa rendah diri," jelasnya.
Menurut laporan Royal Society for Public Health (RSPH) di Inggris pada tahun 2023, sekitar 60% remaja merasa tertekan akibat sering membandingkan diri dengan orang lain di media sosial.
Dr Dian menambahkan, konten yang kurasi, seperti foto liburan mewah atau pencapaian akademis, bisa menciptakan ekspektasi tidak realistis bagi para remaja.
“Mereka mulai merasa bahwa hidup mereka tidak cukup baik jika tidak sesuai dengan apa yang dilihat di layar ponsel mereka,” ungkapnya.
Selain itu, penelitian dari Journal of Adolescence menunjukkan bahwa penggunaan media sosial lebih dari 3 jam sehari dapat menyebabkan isolasi sosial pada remaja.
Meskipun mereka terhubung secara virtual, sering kali interaksi di dunia nyata terabaikan. “Banyak dari mereka merasa punya banyak teman di dunia maya, tapi kesulitan untuk menjalin hubungan yang nyata dan mendalam secara langsung,” tambah Dr. Dian.
Bimbingan Orang Tua dan Pendidik Melihat situasi ini, Dr Dian menggarisbawahi pentingnya peran orang tua dan pendidik dalam membimbing remaja.
“Orang tua harus hadir sebagai pendamping, bukan hanya pengawas. Mereka perlu mengajak anak berdiskusi tentang apa yang mereka lihat dan rasakan di media sosial,” sarannya.
Ia juga merekomendasikan agar remaja didorong untuk mencari aktivitas di luar media sosial, seperti olahraga, seni, atau kegiatan sosial lainnya.
Dikatakannya, dengan pendekatan yang tepat, media sosial dapat menjadi alat yang bermanfaat bagi perkembangan remaja.
“Membangun kesadaran akan dampak positif dan negatif media sosial sangat penting. Dengan begitu, remaja dapat memanfaatkan teknologi tanpa harus kehilangan keseimbangan dalam hidupnya,” tutupnya.
Kehadiran orang tua dan pendidik yang aktif dalam mendampingi remaja di era digital ini dapat menjadi benteng kuat untuk mencegah mereka terperosok ke dalam jebakan media sosial.
Di tengah tantangan yang ada, dukungan dari lingkungan sekitar tetap menjadi kunci agar media sosial bisa menjadi sarana yang positif dan tidak hanya sekadar layar yang membebani perasaan. - rum
Berita Lainnya
Sinergi Telkom Group Hadirkan 5G dan Digital Manufacturing
Membantu Pekerjaan, AI Meningkatkan Daya Saing di Tempat Kerja
Platform Digital Praktis untuk Kebutuhan Proses Belajar
Telkomsel Optimalkan Jaringan 5G dan 4G untuk PON XXI Aceh-Sumut 2024, Trafik Broadband Naik 340%
Telkomsel Raih Dua Penghargaan Internasional dari Asian Technology Excellence Awards 2024 Kategori Inovasi Automation dan Gaming
Telkomsel Hadirkan 5G untuk Sukseskan PON XXI Aceh-Sumut 2024
Sinergi Telkom Group Hadirkan 5G dan Digital Manufacturing
Membantu Pekerjaan, AI Meningkatkan Daya Saing di Tempat Kerja
Platform Digital Praktis untuk Kebutuhan Proses Belajar
Telkomsel Optimalkan Jaringan 5G dan 4G untuk PON XXI Aceh-Sumut 2024, Trafik Broadband Naik 340%
Telkomsel Raih Dua Penghargaan Internasional dari Asian Technology Excellence Awards 2024 Kategori Inovasi Automation dan Gaming
Telkomsel Hadirkan 5G untuk Sukseskan PON XXI Aceh-Sumut 2024