Kanal

Menyoal Peran Pers dalam Menjaga Keutuhan Indonesia

PARA pendiri negara kita telah bersama-sama menyepakati bahwa Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, yang dikenal dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kesepakatan ini didasarkan pada geografi Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan keragaman masyarakatnya, termasuk suku bangsa, bahasa, adat istiadat, dan budaya yang beragam. Kesatuan ini adalah kunci untuk mempertahankan kemerdekaan dan pembangunan negara ini.

Tujuan berdirinya NKRI dijelaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Tujuannya adalah melindungi semua warga Indonesia dan seluruh tanah air Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mendidik masyarakat, serta berpartisipasi dalam menjaga perdamaian dan keadilan sosial di dunia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah Indonesia menjalankan pembangunan nasional. Pembangunan nasional berarti usaha untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan, dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini mengacu pada nilai-nilai universal yang menghormati jati diri bangsa, sehingga Indonesia dapat menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri, adil, maju, dan sejahtera.

Pelaksanaan pembangunan nasional bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga seluruh rakyat Indonesia. Artinya, setiap warga negara harus berpartisipasi aktif sesuai dengan profesinya dan kemampuannya masing-masing.

Namun, dalam dinamika pelaksanaan pembangunan nasional, seringkali terjadi hambatan. Salah satu hambatan yang signifikan adalah konflik sosial di beberapa wilayah Indonesia. Konflik sosial ini mengganggu fokus pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan pembangunan secara merata.

Peran media massa diharapkan mampu menjadi penengah dan pengimbang potensi konflik dalam masyarakat. Cara yang digunakan adalah dengan memberikan pemahaman tentang kehidupan bersama, pendidikan sosial politik, dan berfungsi sebagai jembatan antara pihak-pihak yang tengah berselisih, dengan harapan tercapai pemahaman bersama sebagai jalan keluar dari konflik. Dalam kerangka kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, peran media massa dalam memperkuat kesatuan sosial telah terbukti.

Namun, di sisi lain, media massa juga memiliki andil dalam menciptakan konflik di dalam masyarakat. Potensi konflik sering diambil oleh media sebagai berita sensasional yang kemudian disajikan kepada masyarakat. Hal ini terlihat dalam tulisan para jurnalis yang diterbitkan di berbagai media massa. Misalnya, konflik antara tokoh politik A dan tokoh politik B sering kali diperbesar dan ditambah dengan isu-isu yang membuat berita semakin menarik. Terkadang, tanpa disadari, pemberitaan yang dibesarkan oleh media massa ini dapat memicu reaksi dari pendukung tokoh-tokoh yang bersangkutan.

Hal yang sama terjadi dalam pemberitaan seputar artis atau tokoh masyarakat yang dijadikan objek berita dengan tujuan komersial dan lainnya. Terkadang, isu yang diangkat adalah isu yang sensitif (SARA) bagi sebagian masyarakat, yang dapat menyebabkan ketegangan dan kemarahan di antara pendukung dan penentang orang yang diberitakan. Banyak contoh lain yang menunjukkan bagaimana pemberitaan dapat berdampak pada kesatuan dan persatuan masyarakat, baik dengan memperlebar kesenjangan atau bahkan memperdalam perpecahan.

Demikianlah gambaran tentang peran media massa di Indonesia saat ini. Dalam 15 tahun terakhir, sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, media massa Indonesia telah meraih tingkat kebebasan yang signifikan. Kebebasan media massa dalam era reformasi saat ini adalah sesuatu yang tak pernah terbayangkan sebelum tahun 1998.

Sebagai hasil dari reformasi, pintu kebebasan pers terbuka lebar, ditandai dengan kemudahan dalam mendirikan media massa karena dijamin oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 9, yang menyatakan, "(1) Setiap warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia berhak mendirikan perusahaan pers dan (2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia."

Isi berita tidak lagi tunduk pada sensor, penindasan, atau larangan penyiaran. Wartawan dan pengelola media massa kini menikmati kebebasan ini, dan mereka dapat menjalankan empat fungsi pers terhadap masyarakat, yaitu memberikan informasi, pendidikan, hiburan, dan menjadi kontrol sosial terhadap pemerintah dan masyarakat.

Namun, di sisi lain, masih ada media massa yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik, bahkan menjadi disfungsional. Media seperti ini merugikan masyarakat, bangsa, dan negara.

Pertanyaannya, siapa yang harus mengawasi media dan kebebasan pers ini? Jawabannya adalah masyarakat pers dan semua elemen masyarakat lainnya. Untuk menjaga kebebasan pers, komunitas pers harus memiliki platform atau visi-misi yang jelas agar kebebasan pers tidak menimbulkan dampak negatif.

Selanjutnya, kebebasan pers harus didukung dengan memperbaiki media-media yang positif dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia mereka. Dengan media yang sehat, diharapkan produknya akan bermutu. Jika produk pers berkualitas, maka masyarakat kita akan semakin cerdas dan penuh semangat dalam membangun negara yang penuh keberagaman.

Keberagaman adalah anugerah bagi Indonesia. Beragam budaya ini diikat oleh semangat kesetaraan dan persatuan. Tidak ada budaya yang lebih unggul dari yang lain, dan tidak ada yang memiliki kekuasaan lebih besar dari yang lain. Keberagaman ini adalah kekayaan tak ternilai yang menjadikan Indonesia sebagai negara besar yang tetap bersatu.

Melihat pengalaman negara-negara Eropa Timur pada saat runtuhnya Uni Soviet, yang pecah menjadi serpihan etnis yang saling bertikai, kasus keruntuhan negara-negara multi-etnis di Eropa Timur seharusnya menjadi pelajaran berharga dalam menjaga kesatuan NKRI. Tidak ada lagi etnis yang merasa lebih unggul dari yang lain; semua memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam membangun negara ini.

Oleh karena itu, wartawan Indonesia harus bijaksana dalam memilih informasi mana yang dapat dijadikan berita. Tidak semua informasi dapat menjadi berita, meskipun memiliki fakta yang akurat. Pertimbangan yang menghormati keberagaman dan menjaga kesatuan negara harus menjadi panduan media massa dalam melaporkan konflik. Jika fakta ditampilkan tanpa pandang bulu, konflik dapat membesar dan menjadi perang kelompok yang terbuka.

Diperlukan reaktualisasi peran pers Indonesia, di mana kesalahan anggapan bahwa kebebasan pers memberikan dasar bagi wartawan untuk melaporkan apa pun harus diperbaiki. Anggapan bahwa masyarakat sudah cerdas dan dapat memilah berita yang benar dan yang salah adalah salah. Peran pers seharusnya adalah untuk meredakan konflik, bukan memperhebatnya.***

Eka Putra ST MSc adalah Dosen tetap Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau yang juga seorang wartawan. Saat ini penulis berdomisili di Pekanbaru.

Ikuti Terus Riauin

Berita Terkait

Berita Terpopuler