Kanal

Pemko Pekanbaru Jangan Anti Kritik

SETELAH berbuka puasa, tidak sengaja mata saya melihat sebuah tulisan opini dengan judul “PSBB Bukan Hanya Soal Makan, Tapi Soal Hidup Selamanya”. Tulisan ini dibuat oleh seorang berinisial HB. 

Saat itu juga, saya penasaran. Karena judulnya merupakan anti-thesa dari kejadian-kejadian yang berkembang selama hampir lebih 2 pekan di kota Madani ini. Ya, selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), masyarakat lebih banyak mempertanyakan kebijakan pemenuhan pangan dan bantuan sosial dari pemerintah yang seperti kacau balau pendistribusiannya. 

Syahdan, saya membaca tulisan tersebut secara berlahan. Di awali dengan sejarah singkat virus fenomenal itu, pembahasan bergeser ke pemilihan PSBB sebagai kebijakan nasional. Ada historis yang tertinggal disana, sepertinya, yakni tentang penetapan Status Tanggap Darurat Bencana Non Alam yang ditetapkan oleh kota Pekanbaru. 

Barangkali, lompatan pembahasan tersebut, saya kira penulisnya malah ingin buru-buru masuk kepada hal yang sudah bergumul di otaknya: bagaimana PSBB ini dianggap benar, persoalan pendistribusian pangan dan bansos yang amburadul seakan hal yang lumrah. Dan kritik terhadap PSBB atau bahkan menolak PSBB tahap kedua merupakan suatu tindakan yang “hina” untuk dilakukan rakyat berikut juga wakil mereka di legisltatif. 

Satu paragraph yang cukup menggelitik saya: â€œLalu oknum masyarakat bahkan legislatif sebagai unsur pemerintah menyimpulkan PSBB Pekanbaru gagal? Dan paling memalukan, oknum legislatif sebagai wakil rakyat yang harus paham konsep PSBB justru menolak PSBB lanjutan di Pekanbaru. 

Ini jelas lucu dan memalukan, seolah pemerintah terpecah akan kebijakan yang diprakarsai pemerintah pusat. Pasalnya hanya persoalan ‘Bantuan’ sembako tidak sampai dari pemerintah sebagai amanat PP 21/2020 dan Perwako 74/2020 dan penolakan sejumlah RT/RW dengan alasan warganya yang terdampak tidak dapat bantuan. 

Ingat, konsep PSBB ini bukan semata soal bantuan sembako, bukan hanya soal makan tidak makan, tapi konsep PSBB adalah memutus mata rantai penyebaran covid-19 di Kota Pekanbaru.”

“Harus jujur, apakah secara kosep PSBB di Pekanbaru berhasil?”, demikian paragraph tersebut ditutup. Jika hendak dibedah muatan paragraf yang saya penggal dari opini yang mendiskriminasikan kontrol kerja yang dilakukan oleh legilslator serta rakyat tersebut. Kalimat yang disampaikan merupakan untaian kata yang memaksa orang untuk menerima segenap kebijakan PSBB serta sangat memalukan jika mengoreksi sembako yang pendistribusiannya amburadul tersebut. 

Tuan HB, mengertikah tuan jika tanggungjawab pemenuhan pangan dalam Tanggap Darurat Bencana Non Alam dan bantuan sosial dalam masa PSBB merupakan salah satu unsur penting keberhasilan rakyat melewati masa-masa sulit tersebut? 

Jika saya membaca tulisan tuan yang buta akan kritik dan control kebijakan dalam demokrasi itu, saya dapat menyimpulkan bahwa tuan tidak mengerti apapun tentang apa itu PSBB, apa saja yang mesti berlaku di dalamnya, serta dalam kondisi apa saja masyarakat pekanbaru sekarang ini?

Seyogyanya tuan HB mesti mengerti tentang beberapa hal mengenai situasi yang sedang dihadapi rakyat serta Pemerintah Pekanbaru saat ini, diantaranya ada 2 status yang telah ditetapkan pemerintah Kota melalui SK walikota serta Peraturan Walikota Pekanbaru; Tanggap Darurat Bencana Non Alam selama 69 hari dan PSBB selama 4 pekan (28 hari). 

Keriuhan protes persoalan pemenuhan pangan serta bantuan sosial, adalah bukti bahwa Pemko Pekanbaru tidak sanggup untuk menjelaskan kepada khalayak ramai – selain kewajiban rakyat untuk physical distancing dan menutup usaha – apa yang akan diperoleh rakyat agar tidak khawatir akan kelaparan pada masa pandemik corona ini. Atau, jangan-jangan tuan juga tidak paham, jika pada masa Tanggap Darurat Bencana Non Alam yang 1 bulan sebelum penerapan PSBB diberlakukan, rakyat korban/terdampak telah memiliki hak pemenuhan pangan oleh Pemko Pekanbaru yang berasal dari CBP, Cadangan Beras Pemerintah. 

Begini Tuan, Walikota Pekanbaru mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang Status Tanggap Darurat Bencana Non Alam Akibat COVID-19 di Kota Pekanbaru sejak tanggal 21 Maret hingga 19 April 2020 (SK No. 238 tahun 2020) dan diperpanjang kemudian tanggal 20 April hingga 29 Mei 2020 (SK No. 336 tahun 2020. Di dalam aturannya, Menteri Sosial RI beserta jajarannya di pusat sana tengah berupaya untuk konsisten dengan Undang-Undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Alam. Dalam pasal 33 disebutkan bahwa, yang dimaksud kebutuhan dasar adalah, pemenuhan; a) Kebutuhan air bersih dan sanitasi, b) Pangan, c) Sandang, d) Pelayanan Kesehatan, Pelayanan psikososial, serta e) Penampungan dan tempat hunian.

Peraturan Menteri Sosial (Permensos) nomor 22 tahun 2019 tentang Prosedur dan Mekanisme Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah untuk Penanggulangan Keadaan Darurat Bencana dan Kerawanan Pangan Pasca Bencana pasal 2 disebutkan bahwa diantara Tujuan Penyaluran CBP untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam Penanggulangan Keadaan Darurat Bencana (di Pekanbaru masa ini selama 69 hari). Pasal 11 disebutkan Jumlah bantuan beras yang disalurkan berdasarkan jumlah data korban sesuai dengan nama dan alamat dengan indeks 400 (empat ratus) gram per orang per hari dikalikan dengan jumlah hari masa Penanggulangan Keadaan Darurat Bencana. Untuk total beras yang dapat diajukan oleh Walikota Pekanbaru, sebanyak 100 ton dalam 1 tahun (pasal 13), kemudian dapat meminta bantuan tambahan kepada Gubernur (pasal 13 ayat 2).  

Kekonsistenan tersebut dimaktubkan dalam SE Menteri Sosial RI Nomor 3 tahun 2020 tentang Penggunaan CBP untuk Penanganan COVID-19 serta SE Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Nomor 698/3/BS.01.02/04/2020 tentang Revisi Pedoman Penggunaan CBP untuk Penanganan COVID-19. 

Perlu Tuan ketahui bahwa, kedua surat tersebut menegaskan penggunaan CBP hanya untuk Status Tanggap Darurat Bencana Non Alam, bukan pemenuhan Bantuan Sosial (Bansos) PSBB. 
Jadi wajar jika kemudian protes dimana-mana melebihi urgensi harapan penilaian keberhasilan PSBB yang tuan agung-agungkan dalam tulisan tuan tersebut. 

Selanjutnya, mengenai kecaman tuan terhadap anggota legislatif yang menolak perpanjangan PSBB. Jika tuan merupakan seorang akademisi yang pintar dan mempunyai otak, penolakan tersebut tentulah lumrah dalam sebuah sikap demokratis. 

Bisa jadi anggota legislatif dimaksud menyampaikan pendapat konstituennya yang menolak perpanjangan PSBB. Bukankah menjadi anggota legislatif berarti harus menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah serta menjadi perpanjang-tanganan konstituen? 

Jika Tuan HB memaksa mereka untuk sependapat dengan Pemko Pekanbaru, artinya tuan memang buta terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan menunjukkan jika Pemko memang anti kritik. 

Ups, kalau boleh tanya, tuan HB, bagaimana caranya agar tulisan yang dangkal serta memalukan itu dapat dimuat di website pemerintah kota Pekanbaru? Bisa share caranya ke saya? Mana tau, tulisan saya ini juga dimuat. 

Demikian. Selamat malam tuan anti kritik. Kalau bisa, Pemko jangan anti kritik.(*)

* Rinaldi Sutan Sati adalah aktivis Riau, berdomisili di Pekanbaru.

Ikuti Terus Riauin

Berita Terkait

Berita Terpopuler