Sungai Alah Dulunya Sungai Emas
Oleh HENDRI CHANIAGO
WAKIL Bupati Kuansing Suhardiman Amby, memberi tenggang waktu tiga hari bagi pelaku Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Sungai Alah untuk segera berhenti beroperasi. Termasuk alat berat diminta keluar meninggalkan lokasi.
Jika tidak, maka pelaku akan diproses hukum dan alat berat akan disita oleh negara. Ancaman ini tentu bukan main main-main, karena kepala daerah sudah mengatakan demikian tentu sudah dipikirkan baik atau buruknya sebuah keputusan yang diambil.
Sungai Alah belakangan ini memang menjadi pusat perhatian semua orang. Khususnya para pemburu emas, baik dari dalam maupun dari luar daerah.
Kabarnya, material tanah yang berada dalam kawasan ini mengandung logam mulia. Para pemburu emas berduyun-duyun datang kesitu ingin mengadu nasib dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Sungai Alah merupakan sebuah desa. Desa ini berada di wilayah Kecamatan Hulu Kuantan. Namun secara ulayat, desa ini berada dalam ulayat ninik mamak IV Koto Lubuk Ambacang.
Beberapa tahun silam, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ) Kabupaten Kuansing pernah melakukan pendataan lokasi emas yang tersedia disetiap kecamatan, termasuk Kecamatan Hulu Kuantan.
Dinas terkait menjelaskan di Kabupaten Kuantan Singingi ada sebanyak 12.413,37 hektar lahan yang memiliki kandungan emas aluvial baik di daratan maupun di perbukitan.
Lahan yang berpotensi emas itu tersebar hampir diseluruh kecamatan yang ada di Kuansing. Setidaknya waktu itu, ESDM membagi menjadi 24 Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Sedangkan lahan emas daratan yang tersedia di Kecamatan Hulu Kuantan seluas 62,28 Ha. Apakah lokasi 62 hektar ini terdapat di Desa Sungai Alah? Belum ada penjelasan secara resmi dari intitusi terkait hingga saat ini.
Namun menurut salah seorang sesepuh yang sempat saya wawancarai belum lama ini, konon dulunya Sungai Alah bernama Sungai Emas. Kawasan ini sejak dulunya menjadi lokasi penambangan emas.
Namun sayangnya, dulu Sungai Emas ini mayoritas dikuasai oleh penambang dari luar daerah seperti dari Saniso (Sumbar). Faktanya, di kawasan itu lumayan banyak terdapat bekas tambang yang ditinggalkan. Masyarakat setempat menyebutnya bekas tambang Saniso.
Karena orang Saniso lebih berpengalaman menambang emas dengan cara tradisional sehingga orang tempatan asli sering kalah dari segi hasil ketimbang warga pendatang itu. Jadi lama kelamaan, kampung tersebut berubah menjadi Sungai Alah alias Sungai Kalah. Itu dulu.
Namun kini, tentu masyarakat tempatan tidak mau terus menerus mengalah seperti dulu lagi. Tanah yang mereka tempati memgandung emas adalah sebuah karunia dari yang maha kuasa. Mereka patut bersyukur, namun kedepannya pengelolaannya yang perlu diatur tentu dengan mematuhi aturan dan legalitas yang jelas. Supaya masyarakat setempat lebih nyaman dalam mencari rezeki..
Doa terbaik dari saya, semoga masyarakat setempat kedepannya menjadi pemenang, bukan terus terusan mengalah... Aamin. ***
Berita Lainnya
Menakar Partisipasi Pemilih
Menjelang 2025, Bagaimana Keberlanjutan Industri Kerajinan Kecil di Malaysia?
Kebohongan Demi Kebohongan
Mahasiswa, Kegiatan di Kampus dan Menjemput Masa Depan
Peran Teknologi AI Membantu Pembangunan Kota Pintar
Charta Politika: Kenaikan Elektabilitas Doktor Ikhsan dan Kharisman Risanda Mencengangkan
Menakar Partisipasi Pemilih
Menjelang 2025, Bagaimana Keberlanjutan Industri Kerajinan Kecil di Malaysia?
Kebohongan Demi Kebohongan
Mahasiswa, Kegiatan di Kampus dan Menjemput Masa Depan
Peran Teknologi AI Membantu Pembangunan Kota Pintar
Charta Politika: Kenaikan Elektabilitas Doktor Ikhsan dan Kharisman Risanda Mencengangkan