Kanal

Ahli Pidana Forensik Paparkan Pengertian Surat Palsu dalam Sidang di PN Pekanbaru

RIAUIN.COM - Sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan surat kembali dilanjutkan di pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Jumat (19/1/2024). Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan saksi ahli dan saksi fakta.

Terdakwa dalam sidang ini adalah Sunardi, Ketua LSM Perisai Riau. Dalam kasus ini Sunardi didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum Senator Boris Panjaitan telah dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian bagi pelapor yakni Arwan.

Pada sidang ini, Kuasa Hukum Sunardi, Janner Marbun SH MH menghadirkan saksi ahli dari Jakarta. Robintan Sulaiman SH MH MA MM CLA merupakan ahli pidana forensik dari kantor hukum RSP Law Office.

Dalam pemaparannya di persidangan, Ahli Pidana Forensik Dr Robintan Sulaiman menjelaskan tentang pengertian surat palsu. Surat yang dikatakan palsu terdiri dari dua jenis yaitu surat yang tidak ada dijadikan ada dan yang ada dirubah sedemikian rupa sehingga substansinya berubah.

"Yang disebut palsu itu tidak hanya dikenal dalam teori formil saja, dalam praktek yang sering ditemukan itu hanya pada formal saja. Dengan demikian, kepalsuan itu tergantung pada tiga hal, teori formil, materil dan substansi. Dengan demikian, kepalsuan itu tergantung dari tiga hal yang saya sebutkan tadi, di luar Tiu bukan palsu," jelas Robintan. 

Jika seseorang disangkakan menggunakan surat palsu, yang harus dibuktikan oleh penyidik adalah tentang kepalsuannya. 

"Kepalsuan itu bisa dibuat oleh orang yang (mens rea atau pikiran bersalah) membuat suatu kepalsuan sehingga akan menimbulkan hak yang tidak memiliki dasar dan itu berakibat bisa hilangnya hak orang lain atau dia mendapatkan hak. Itu adalah fundamental dalam kepalsuan," paparnya.

Usai persidangan, Dr Robintan mengungkapkan, dirinya melihat bahwa yang dipermasalahkan sebenarnya surat yang batal demi hukum.

"Batal demi hukum bukan berarti palsu. Batal demi hukum itu, suratnya ada tapi tidak punya kekuatan lagi,"ungkapnya.

"Kalau kita bicara kepalsuan, surat itu harus tidak benar dari awal. Ada dua unsur yang paling pokok dalam surat palsu, unsur yang membuat dan yang memakai," sambungnya.

Soal penetapan pemegang kuasa menjadi tersangka, Dr Robintan berpandangan lain. Menurutnya, ketika kuasa diberikan kepada advokat ataupun pengacara maka tidak bisa dijadikan tersangka. 

"Kalau orang biasa atau lembaga lain, boleh-boleh saja (diberi kuasa, red) cuma dia tidak dilindungi oleh UU Advokat. Itu kan perbuatan hukum yang diperbolehkan tapi dia tidak dilindungi. Kalau tersumpah, dia dilindungi," terangnya.

Ditambahkannya, ketika seorang yang diberi kuasa dijadikan tersangka, prinsipnya adalah kausalitas (sebab akibat). 

"Ini kan kausalitas, tak mungkin terjadi. Sama dengan tepuk tangan, tangan kanan tidak bisa main sendiri tanpa tangan kiri. Kalau tidak ada seperti itu, biar yang mulia (hakim) menilai, bukan saya. Maka, dalam pidana forensik itu dibedah pada tiga frase, frase antum (sebelum peristiwa terjadi), frase feiten (peristiwa itu sendiri) dan postum (setelah peristiwa itu, kait mengkait," pungkasnya.-dnr

Ikuti Terus Riauin

Berita Terkait

Berita Terpopuler