Kanal

Pentingnya Moderasi Beragama, Dimulai dari Keluarga

MERUJUK kepada Kementerian Agama Republik Indonesia, moderasi beragama merupakan cara pandang, sikap, dan perilaku untuk selalu mengambil posisi di tengah-tengah, senantiasa bertindak adil, dan tidak ekstrim dalam beragama. Tujuannya adalah agar muncul generasi yang sesuai harapan, tidak lepas dari peran untuk mendidik anak dimulai dari keluarga. Ini merupakan dasar yang kokoh untuk memberikan pengajaran dan pengetahuan terkait moderasi beragama kepada setiap anggota keluarga, terutama anak-anak karena mereka berada dalam tahapan belajar bagaimana untuk menghargai teman-temannya yang berbeda agama maupun pola pikir yang tidak sama terhadap pemahaman ajaran agama.

Para ahli memberikan penjelasan bahwa keluarga merupakan orang-orang mempunyai kedekatan karena ikatan pernikahan, kelahiran dan adopsi dengan tujuan untuk mewujudkan, mempertahankan kebudayaannya dan menambah pertumbuhan fisik, mental, emosional maupun sosial semua anggota dalam keluarga. 

Guru utama dalam keluarga adalah orang tua karena semua anak yang dibesarkan dalam keluarga memperoleh pendidikan pertamanya dan memberikan kesan mendalam adalah kedua orang tua. Proses pendidikan yang dilakukan kedua orang tua pada anaknya dapat melalui beragam media, dapat berupa keteladanan, pembiasaan, hukuman dan penghargaan serta pengawasan.

Keluarga idealnya menjadi bagian tidak terpisahkan dari upaya pemerintah dalam pengarusutamaan konsep moderasi beragama. Karena keluarga adalah lembaga sosial terkecil yang di dalamnya terjadi transmisi nilai antar generasi dari orang tua kepada buah hatinya. Semua interaksi orang tua dan anak bermakna sebagai suatu proses transmisi nilai. Orang tua membuat kebijakan memilih permainan, mengajarkan anak berkomunikasi, membiasakan perilaku-perilaku baik, mengajak beribadah, bahkan berbagai larangan-larangan, ini dipandang sebagai bentuk dalam menerapkankan transmisi nilai. Nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan yang diyakini orang tua diwariskan kepada anak-anaknya. 

Pemberdayaan keluarga sebagai agen moderasi mempunyai peran signifikan. Keluarga menjadi salah satu dari tiga pilar utama transmisi nilai dalam optimalisasi pendidikan karakter. Lickona (2013) berpendapat, jika kualitas kepengasuhan orang tua menjalankan peran penting kepada anggota keluarga untuk berperilaku. Pengawasan yang berkualitas dan kasih sayang kedua orang tua (biasanya ibu) terhadap anak-anaknya berperan besar terhadap potensi anak-anak akan terlibat dalam masalah pelanggaran hukum. Dalam konteks moderasi beragama dapat dipahami bahwa keluarga (terutama ibu) bersama instansi pendidikan dan masyarakat, berperan penting mengembangkan nilai-nilai moderasi beragama. Anggota keluarga yang mempunyai kualitas moderasi beragama juaa ditentukan oleh pola asuh orang tua dalam mentransmisikan nilai-nilai tersebut kepada anggota keluarga lainnya.

Keluarga adalah lingkungan sentral penanaman nilai religius pada anak. Orang tua dan anak mempunyai hubungan yang baik dapat terwujud melalui hal-hal sederhana yang dilalui setiap harinya. Orang tua dituntut untuk mampu membangun nilai-nilai toleransi beragama pada anak mulai dari hal-hal kecil, seperti menunjukkan empati, menjadi pendengar, dan pola komunikasi yang efektif. Orang tua perlu memberdayakan dan mempersiapkan anak sehingga anak termotivasi untuk memiliki jiwa toleransi tanpa adanya tekanan dari orang tua.

Nilai moderasi beragama dalam konteks keluarga dapat melalui metode bercerita (storytelling) yang digunakan dalam banyak kesempatan bersama pada orang tua dan anak. Orang tua berperan dalam menanamkan nilai-nilai moderasi beragama pada anak, yaitu; komitmen kebangsaan, kebhinnekaan, toleransi, kemanusiaan, dan kearifan lokal diaplikasikan dengan kolaborasi metode pembiasaan (kondisioning) dan bercerita. Dibutuhkan keteladanan orang tua kepada anaknya, metode pembiasaan sikap dan perilaku anak, metode nasihat (kognitif) untuk penataan mindset anak, maupun metode bercerita untuk menyosialisasikan nilai moderasi beragama. Bila anggota keluarga yang lebih dewasa mengamalkan nilai-nilai moderasi beragama, maka hal itu berpotensi untuk diteladani oleh anggota keluarga yang lebih muda.

Hubungan yang baik antara anak dan orang tua dapat tercipta melalui hal-hal sederhana setiap harinya. Jika pendidikan moderasi beragama dalam keluarga tidak terlaksana, maka anak akan berpotensi terpapar paham radikalisme, fanatisme, dan ekstremisme yang dapat melahirkan amarah, rasa benci, tidak punya sopan-santun maupun tindakan tidak moderat lain. 
Sangat perlu ditanamkan sikap toleransi (saling menghargai) dalam jiwa orang tua, karena merekalah yang kemudian menjadi teladan bagi anak dalam proses terbentuknya karakter yang moderat. Sekolah pertama seorang anak adalah lingkungan rumah, secara otomatis orang tua merupakan guru yang selalu menjadi panutan anak-anak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah kemajemukan lingkungan tempat tinggal.

Peran orang tua dalam keluarga sebagai upaya mendidik anak adalah sebagai teladan, sebagai pengajar agama serta sebagai pengawas. Harus dipahami bahwa moderasi beragama bukan memoderasikan agamanya, akan tetapi fokus pada perilaku beragamanya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menjauhi ucapan dan tingkah laku yang ekstrim, perilaku yang tidak adil dan tindakan yang berlebih-lebihan. Sudah sepantasnya orangtua harus menyadari betapa pentingnya menanamkan moderasi beragama dalam keluarga.***

Winbaktianur MA adalah akademisi UIN Imam Bonjol, berdomisili di Padang, Sumatera Barat. Email: winbaktianur@uinib.ac.id 

Ikuti Terus Riauin

Berita Terkait

Berita Terpopuler