Kanal

Sering Dianggap Pekerjaan Remeh, Melati : Menjadi Badut Trotoar itu Menyenangkan dan Tak Pantas Direndahan

Menjadi badut jalanan bagi sebagian orang masih menjadi pekerjaan yang dianggap remeh. Namun tidak halnya dengan Melati (bukan nama sebenarnya, red).

Menurutnya, berprofesi sebagai badut trotoar ini menyenangkan dan tak pantas dianggap sebagai pekerjaan yang rendahan dan dipandang remeh begitu saja.

Perempuan muda ini adalah salah satu dari ribuan orang yang terkena dampak PHK selama pandemi Covid-19. 

Sulitnya mencari pekerjaan menjadi salah satu alasan mengapa dia memilih untuk menjadi badut di persimpangan lampu merah. Sejak 6 bulan terakhir Melati bergelut dengan hiruk pikuk kendaraan untuk membantu ekonomi keluarga dan biaya pengobatan ayahnya yang sakit stroke.

Berbekal kotak uang dan speaker kecil yang menggantung di lehernya, dia bergoyang ala badut setiap lampu merah menyala dan akan kembali lagi ke tepi setelah lampu hijau menyala kembali.

“Mangkalnya selalu di sini (lampu merah Soekarno- Hatta) mulainya jam 14.00 sampai jam 22.00 kalau sepi bisa lebih cepat,” ucapnya pada Rabu (9/12/2021).

Penghasilannya sebagai badut trotoar, tak kalah dari gaji yang dia dapat setiap bulan saat bekerja. Bahkan karena jam kerja yang tidak mengikat, Melati bisa mengantarkan ayahnya berobat di pagi hari.

Meski banyak anggapan buruk yang dia dapat dari pekerjaannya, Melati mengaku tak menghiraukan dan menganggapnya sebagai penyemangat. Karena pendapatan dari pekerjaannya sekarang lebih dari cukup.

"Kalau dari pendapatan kadang bisa dibilang cukup, ya walapun pasti tak selalu menguntungkan. Memang tidak selalu berbentuk uang, terkadang juga ada yang kasih makanan, bingkisan atau sebako," kata Melati.

Sehingga dirinya harus pandai-pandai mengelola uang supaya kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi. Hujan, panas tak menjadi hambatan bagi Melati.

"Kalau hujan, panas itu tak terlalu masalah. Paling kalau tiba-tiba Dinas Sosial datang yang buat saya dan teman-teman yang mangkal di persimpangan lampu merah itu hari melarikan diri secepat mungkin supaya tak terjaring trantib," ungkap Melati. ***

Penulis adalah mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Fisip Unri
 
 

Ikuti Terus Riauin

Berita Terkait

Berita Terpopuler