Kanal

Bandar Bakau Dumai, Antara Hikayat dan Masa Depan Rakyat

SEMBARI menyapu pandangan di pintu masuk Wisata Alam Bahari Bakau, lokasi kunjungan pada Sabtu, 15 April 2017 pukul 11.00 WIB, panas matahari mulai menggigit kulit kami, tanda sambutan selamat datang.

Laporan Novita, Kota Dumai.

“Selamat datang di lokasi wisata terbaik yang ada di Kota Dumai, Wisata Alam Bahari Bandar Bakau,” kata Ketua PWI Kota Dumai Kambali, menyambut kedatangan 50 orang wartawan dari Kota Pekanbaru menyambut kehadiran kami.

Setelah memperkenalkan secara singkat nama dan keberadaan lokasi wisata terbut, dia memandu semua wartawan untuk ikut masuk ke dalam area. Dengan langkah hati-hati puluhan pewarta mulai menelusuri jalan kayu -- tapi sebagian menyebutnya jembatan papan-- yang dibuat khusus untuk menembus belantara hutan bakau itu.

Gemerisik dedaunan bakau dan kicauan burung membuat suasana sejuk di tengah terik matahari semakin nyaman terasa. Disisi kiri dan kanan jembatan kayu tampak papan-papan berukuran kecil tertancap di tanah. Masing-masing papan punya merk, mulai dari pejabat daerah, pengusaha hingga hingga siswa-siswi yang baru tamat sekolah.

Termasuk di antara papan yang namanya cukup mencolok, anggota DPRD Kota Dumai Edison SH, calon Walikota Dumai Hj Yanti Komala Sari -- pada papan keduanya bertuliskan tanggal pemberian sumbangan yakni 19 November 2015.

Seorang laki-laki mengenakan topi dengan baju kaos dan celana jeans belel, berusia sekitar 37 tahun tampak tergopoh-gopoh menghampiri rombongan safari jurnalistik PWI Riau. Tanpa menunggu lama seorang peserta rombongan langsung bertanya kepadanya. “Bapak penjaga di sini?” kata seorang rombongan.

Spontan laki-laki berkulit sawo matang itu pun mmengiyakan. Dia adalah Hendra Gunawan (37), seorang petugas yang menjaga Kawasan Konservasi Bandar Bakau dari difisi bidang kebersihan sungai, pengelola hutan mangrove. Sepertinya dia siap untuk dihujani pertanyaan dari puluhan wartawan.

Alhasil, Hendra harus banyak bercerita dan sering berganti-ganti topik pertanyaan menjawab soalan yang disampaikan rombongan wartawan kepadanya. Sedikit terengah-engah Hendra menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Dijelaskannya, lahan seluas 4 hertare ini milik PT Pelindo dan sejak tahun 2005 mulai dibenahi keberadaannya oleh Pemerintah Kota Dumai. Sejak adanya Deklarasi Bandar Bakau, pengelolaan kawasan konservasi bandar bakau dikelola pihak ketiga organisasi pencinta lingkungan yang bernama Alam Bahari.

"Sejarahnya, di lokasi inilah meninggalnyanya Raja Aceh karena tertimpa oleh duri buah bakau belukap, dan disini juga matinya Putri Tujuh yang kisahnya sangat melegenda sampai sekarang,'' kata Hendra.

Papan-papan kecil bertuliskan nama penanam bibit mangrove.

Saya terkesiap. Kisah kematian Raja Aceh, apalagi kisah keberadaan Puteri Tujuh adalah cerita yang selama ini identik dengan sejarah Kota Dumai. Ia menjadi semakin menarik ketika keduanya terkait dengan tempat kunjungan yang sedang kami nikmati saat ini.

"Iya benar," kata Hendra seperti tahu rasa penasaran kami.

"Ceritanya begini," Hendra pun berkisah. Pada masa lampau terdapat terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Sri Bunga Tanjung yang berada di hulu sungai Dumai. Rajanya bernama Bakrum Syah Alam atau dikenal dengan sebutan Raja Lembang Jagal berasal dari Kerajaan Muara Takus (Kecamatan XIII Koto Kampar) dan mempunyai tiga orang putri yang diasuh oleh empat orang dayang. Ketiga orang putri itu bernama Puteri Lindung Bulan, Puteri Mayang Terurai, dan Puteri Ketimbung Raya.  Mereka punya empat orang dayang pengasuh, yaitu Puteri Awan Panjang, Puteri Perdah Patah dan Puteri Mustika Kencana.

Raja Lembang Jagal juga mempunyai seorang ponakan bernama Cik Sima yang tinggal bersamanya. Cik Sima terkenal dengan kecantikan dan kecerdasannya dan aktif  menyelesaikan persoalan-persoalan kerajaan terutama masalah perempuan. Sehingga ia sangat berpengaruh dalam kerajaan, lalu mendapat sebutan Ratu Cik Sima.

Kecantikan Ratu Cik Sima telah lama diketahui raja Aceh dan sehingga ia ingin meminangnya. Pinangan disampaikan oleh utusan raja Aceh ke Kerajaan Sri Bunga Tanjung . Namun Cik Sima menolak pinangannya. Setelah penolakan pinangan disampaikan utusan. Raja Aceh datang ke kerajaan Sri Bunga Tanjung untuk meminangnya secara langsung. Namun pinangan tetap ditolak. Karena merasa terhina atas penolakan tersebut raja Aceh kembali ke Aceh dan mengancam akan kembali untuk menyerang Kerajaan Sri Bunga Tanjung.

Mengenai adanya ancaman tersebut Raja Lembang Jagal mempersiapkan pasukan perang
dan mendirikan benteng yang terbuat dari tanah liat di Sungai Dumai. Sedangkan untuk persiapan penyelamatan terhadap putri-putrinya ia menyembunyikan mereka ke dalam sebuah goa bersama empat orang dayangnya. Tak lama kemudian pasukan Raja Aceh datang menyerang dan pertempuran pun terjadi. Dalam pertempuran pasukan Raja Aceh lebih kuat dibanding pasukan Sri Bunga Tanjung.


Peserta safari jurnalistik PWI Riau foto bersama

Namun tiba-tiba pertempuran terhenti ketika salah seorang pasukan Raja Aceh berteriak di tengah pertempuran. Ia memberitahukan bahwa raja mereka yang berada di kuala Sungai Dumai dalam keadaan terluka bersimbah darah. Pasukan Aceh pun akhirnya mundur meningggalkan medan perang dan pergi menuju kuala sungai Dumai.

Di Kuala Sungai Dumai, sebelum wafat Raja Aceh bersumpah, “Tidak akan selamat keturunan Raja Kerajaan Sri bunga Tanjung” Setelah itu raja Aceh pun wafat. Raja Aceh wafat karena tertusuk oleh buah bakau belukap. Buah tersebut menancap ke tubuh raja hingga menembus perahunya. Kemudian jenazah raja dimasukkan ke dalam sampan tunda untuk dibawa pulang. Dalam perjalanan pasukan Raja Aceh singgah di muara Sungai Masjid. Disini mereka mendirikan bangsal untuk mengurus jenazah dan membuat keranda.

Keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan. Tetapi dalam perjalanan sampan yang membawa mereka terlalu banyak muatan. Sesampai di Tanjung Penyembal pasukan lalu membuang gong untuk mengurangi beban sampan. Setelah itu lalu pasukan melanjutkan perjalanan menuju Aceh.

Sementara itu setelah situasi di medan pertempuran sudah tenang. Raja Sri Bunga Tanjung ingin mengetahui keadaan putri-putrinya yang berada ditempat persembunyian. Tetapi sesampai di tempat persembunyian tersebut ternyata tiga orang putri dan empat orang dayangnya telah wafat. Konon, kematian ini dalah buah dari sumpah Raja Aceh. Tiga orang putri Raja Lembang Jagal beserta empat orang pengasuhnya disebut dengan Putri Tujuh.

Pohon Tidak Boleh Ditebang
Kawasan Konservasi Bandar Bakau Dumai terdapat 19 jenis tanaman bakau yang dibudidayakan atau tempat pembibitan, jadi pohon-pohonnya tak boleh ditebang. Juga ada bakau yang paling langka yakni Bakau Belukap. Letaknya ditengah-tengah hutan bakau ini.
     
Bandar Bakau yang terletak di Muara Sungai Dumai ini dikelola oleh Ketua Cinta alam Bahari, Darwis Mohd Saleh sejak tahun 1999 dengan total luas wilayah koservasi seluas 11 hektare.

Lebih dari 12 tahun Darwis mengelola tempat ini, hingga hutan mangrove ini menjadi salah satu harta bagi Kota Dumai. Dengan fungsi mangrove yang bisa menahan abrasi, tentu saja wilayah konservasi ini merupakan jantung masyarakat Dumai. Bisa dibayangkan jika wilayah ini tidak ada, generasi berikutnya mungkin saja akan kesusahan mendapatkan air tawar karena air sumur pun sudah berubah menjadi asin.
 
Perjuangan Darwis tidak sia-sia, pengembangan wilayah konservasi ini kini semakin diperhatikan masyarakat. Setiap hari Jumat sampai Minggu dan hari libur tingkat kunjungan mencapai 500 orang, sedangkan hari biasa jumlah pengunjung dapat mencapai 30 orang. Setiap pengunjung dikenakan biaya masuk, untuk dewasa sebesar Rp7.000,- sedangkan anak-anak Rp3.500,- dengan jam kunjung pukul 09.00 wib sampai 18.00 wib.Di sana terdapat balai-balai untuk berkumpul melepas lelah, sehingga bisa menjadi tempat untuk menggelar berbagai kegiatan. Selain itu juga dilengkapi dengan taman bacaan.

"Banyak ekosistem yang hidup di sini, seperti ular bakau yang keluarnya malam hari, kera dan luntung, jadi sebelum dibuka kita bersihkan dulu kawasan ini agar pengunjung merasa aman. Sedangkan pukul 18.00 wib, semua pengunjung sudah harus keluar dari sini, jika masih ada kita harus keluarkan segera. Karena keberadaan ekosistem di sini mulai keluar itu ketika senja dan malam hari," kata Hendra lagi.

Keunikan kawasan wisata bahari hutan mangrove ini salah satunya adanya pohon Bakau Nyirih tertua dengan diameter 50 cm dengan ketinggian 15 meter berusia 50 tahun. Bakau jenis Nyirih ini jumlahnya sudah terbatas. Di kawasan konservasi ini hanya tinggal ratusan batang saja. Nyirih dapat digunakan untuk pewarna kain, sedangkan kulitnya digunakan untuk tawas jaring dan bahan kosmetik.

"Jenis yang paling langka di sini adalah Bakau Kedabu dan Bakau Belukap, ciri-cirinya batangnya besar dan buahnya panjang, di sini yang ada usianya 10 tahun. Karena langkanya, Pemko Dumai sudah mendukungnya untuk ikon wisata Kota Dumai," ucapnya.
 
Pada kesempatan berbeda Wali Kota Dumai Zulkifli AS menegaskan keseriusan Pemko Dumai untuk mengembangkan kawasan Konservasi Bandar Bakau kian hari semakin nyata. dari segi pembangunan infrastruktur, berbagai proyek pengerjaan jalan, jembatan sepanjang 500 meter dan drainase digesa penyelesaiannya untuk mewujudkan cita-cita menjadikan Kawasan Bandar Bakau ini menjadi sudut kota yang menyejukkan. Tidak hanya itu, sejak tahun 2008 Pemko Dumai juga memberikan dana hibah kepada Balai Konservasi sebesar Rp100 juta.

"Ini tidak hanya aset lingkungan, tetapi juga aset pembangunan Kota Dumai. Potensi alamnya adalah ikon kita dalam mengembangkan potensi wisata lokal untuk kita jual ke luar," ujar Zulkifli AS saat bercengkerama bersama wartawan pada Sabtu pagi (15/4).

Dalam mengembangkan kawasan wisata ini juga melibatkan masyarakat untuk pembibitan dan penanaman dibantu mahasiswa, dengan memberi edukasi pentingnya mangrove ini untuk ekosistem. Pembibitan dilakukan dikawasan daerah abrasi Guntung, Basilam, Pelondo dan sekitar perusahaan pinggir pantai.

Setiap tahunnya sekitar 5 persen bibit mangrove yang berhasil hidup. Sejak dilakukan pembibitan tahun 2007, hingga kini sekitar 70 persen yang berhasil ditanami. "Tahun ini pembibitan sebanyak 10 ribu bibit ditanam di kawasan Pantai Purnama. Untuk menanganinya, dilibatkan 10 orang anggota Cinta Alam Bahari," terangnya.

Rombongan safari jurnalistik PWI Riau memasuki kawasan hutan mangrove.

Menuju Dumai Kota Wisata Bakau
Disamping safari jurnalistik, pada tanggal 15 April 2017 tersebut PWI Dumai juga ikut berpartisipasi dalam sebuah kegiatan penanaman pohon mangrove sebanyak 1.000 batang.

Seperti diketahui Kota Dumai yang merupakan kota dengan wilayah paling luas di Indonesia memiliki berbagai potensi yang luar biasa. Dimasa kepemimpinan Walikota Zulkifli AS yang kedua kota ini terus berupaya menjadikan "Dumai Makmur dan Madani".

Dalam eksposnya, Zulkifli AS mengatakan, Kota Dumai merupakan daerah yang strategis, karena lautnya yang dalam berada diperbatasan negara dengan perbatasan Pulau Rupat, berada di hight way jalur lalu lintas internasional. Kota Dumai yang dikenal sebangai kota industri memiliki industri unggulan yakni selain minyak saat ini sedang bombastis adalah CPO.

"Dumai diprediksi tahun 2020 akan menghasilkan 20-40 persen penyumbang CPO secara  nasional. Selain bahan baku CPO, kita juga memiliki produk turunannya tapi belum kita ekspos karena belum ada pelabuhan kontainer di sini," ujarnya.

"Kami komit membangun Kota Dumai menjadi lebih berkembang lagi. Selain perencanaan
pembangunan jalan Tol Pekanbaru-Dumai yang sekarang masuk tahap pembebasan lahan.
Pembangunan sarana air bersih tiga daerah yakni, Bengkalis, Rohil dan Dumai juga
sedang dikerjakan tahap penanaman pipa-pipa di daerah pinggir kota," tutur Zulkifli.

Program pembangunan yang tak kalah menjadi prioritas sebagai program kerja Zulkiflijuga akan dibangun jalur kereta api Medan-Dumai dalam tahap perencanaan pembangunan dan pembebasan lahan. Keberadaan sarana transportasi kereta api ini nantinya akan memicu pertumbuhan industri di Kota Dumai kedepannya.

Selain potensi industi, pengembangan potensi alam juga menjadi perhatian Pemko Dumai, dibuktikan dengan pengembangan kawasan wisata alam Bandar Bakau. Dumai sedang menuju Kota Wisata Bakau.

Kalau dulu pengunjung hanya bisa melewati beberapa kayu panjang yang sengaja diletakkan agar bisa dengan mudah menuju balai yang ada, kini sudah ada titian di pintu masuk menuju ke perpustakaan dan titian kearah laut yang dibangun dengan menggunakan APBD Dumai, sehingga memudahkan pengunjung mengelilingi lokasi tersebut.

Untuk mendukung kawasan wisata ini, sebelum masuk ke Bandar Bakau dibangun “Rumah
Masyarakat Dumai” yang dibangun dengan APBD Kota Dumai yang rencananya akan dibuat
berhadapan. Pengelola Bandar Bakau atau Pecinta Alam Bahari pun kini sudah mulai membenahi fasilitas-fasilitas yang ada. Di depan pintu masuk nanti akan dibangun tempat penjualan oleh-oleh dari Bandar Bakau.

Semoga saja upaya Pemko Dumai untuk komit menjadikan potensi hutan bakau tidak hanya sebatas wacana yang indah, namun bisa direalisasikan dengan program yang nyata. "Sekarang kita perlu wisata alam di Dumai yang punya wisata alam, Dumai Kota Wisata Bakau adalah sesuatu yang masuk akal untuk diwujudkan. Ini demi kepentingan hajat hidup rakyat Dumai di masa yang akan datang," ujar Satria Utama Batubara, Wakil Ketua PWI Provinsi Riau seusai menanam bibit bakau bersama rombongan safari jurnalistik.

Sebelum pulang meninggalkan lokasi, terik matahari siang tidak lagi menggigit kami, karena sudah terhalang rerimbunan daun pohon-pohon bakau.***

Ikuti Terus Riauin

Berita Terkait

Berita Terpopuler