Kanal

Menggunakan Gelatin Babi, Vaksin Covid-19 Halal atau Haram?

RIAUIN.COM - Lembaga islam di sejumlah negara belakangan ini mengeluarkan fatwa membolehkan mengkonsumsi vaksin covid-19 terbuat dari gelatin babi atau bahan lainnya yang dalam kondisi biasa, bukan darurat, termasuk bahan haram .

Fatwa paling baru dikeluarkan Dewan Fatwa Uni Emirat Arab (UEA). Dewan ini memutuskan mengizinkan Muslim untuk menerima vaksin virus corona (Covid-19) meski itu mengandung bahan non-halal seperti gelatin babi. "Syaratnya, tidak ada alternatif lain selain vaksin tersebut," sebutnya. 

Keputusan ini diberitakan kantor berita UEA, WAM, Selasa (22/12) lalu. Dan fatwa ini dikeluarkan sebagai tanggapan atas kekhawatiran yang berkembang di kalangan umat Islam terkait dengan status kehalalan vaksin Covid-19. Di samping itu, keputusan ini juga muncul sebagai jawaban Dewan Fatwa UEA atas permintaan pendapat dari Menteri Agama Malaysia.

Dewan Fatwa UEA di bawah kepemimpinan Syekh Abdullah bin Bayyah, menyebut, vaksin Covid-19 bisa digunakan sesuai dengan tujuah syariat Islam tentang perlindungan tubuh manusia. 

Menurut Dewan Fatwa UEA, vaksin virus corona adalah obat pencegahan yang bisa digunakan oleh individu ketika pandemi agar penyakit pandemi tidak menyebar ke seluruh masyarakat.

Imam dan ulama di Worcester Islamic Center di Massachusetts Amerika Serikat, Asif Hirani, juga mengungkap bahwa komunitas Muslim Amerika sangat reseptif (mau menerima) vaksin Covid-19.
"Saya sangat bangga. Kami semua sangat reseptif sehingga kami harus minum vaksin," kata Hirani seperti dilaporkan Telegram&Gazette, dilansir di laman About Islam, Selasa (22/12). "Dan dengan itu, salah satu tujuan hukum Islam sebenarnya adalah melindungi dan melestarikan kehidupan manusia," tambahnya. 

Di Inggris, British Islamic Medical Association (BIMA) juga mengeluarkan pernyataan yang mendorong individu yang berisiko untuk mengambil vaksin.

Pernyataan posisi BIMA ini diikuti konsultasi dengan para profesional perawatan kesehatan Muslim, cendekiawan Islam, dan badan perwakilan dari seluruh Inggris.

Di level lain, para cendekiawan dari beberapa seminari Islam paling berpengaruh di Inggris telah mengeluarkan fatwa yang mengatakan bahwa vaksin baru Pfizer BioNTech Covid-19 adalah halal.

Di Malaysia, sebuah fatwa juga menekankan bahwa vaksinasi Covid-19 direkomendasikan bagi orang-orang yang berisiko untuk mencegah penyebaran pandemi dan menyelamatkan nyawa manusia. 

Kini, banyak perusahaan berlomba mengembangkan vaksin Covid-19 dan banyak negara berebut untuk mengamankan pasokan. Di sisi lain, dikutip dari kantor berita Associated Press (AP), pertanyaan tentang penggunaan produk mengandung babi yang dilarang oleh beberapa kelompok agama- telah menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan kampanye vaksinasi bisa terganggu.

Gelatin yang berasal dari daging babi telah banyak digunakan sebagai stabiliator untuk memastikan berbagai jenis vaksin agar tetap aman dan efektif selama penyimpanan dan pengangkutan, demikian dilansir dari AP.

Namun, sesungguhnya, beberapa perusahaan telah bekerja selama bertahun-tahun untuk mengembangkan produk vaksin bebas dari kandungan babi.

Perusahaan farmasi Swiss, Novartis telah memproduksi vaksin meningitis tanpa kandungan babi, sementara perusahaan farmasi, AJ Pharma yang berbasis di Arab Saudi dan Malaysia saat ini sedang mengerjakan salah satu produk vaksinnya sendiri.

“Tapi dengan adanya tingkat permintaan tinggi dan mendesak, rantai pasokan yang ada, biaya dan jangka waktu yang lebih pendek dari vaksin yang tidak mengandung gelatin babi berarti bahwa gelatin kemungkinan akan terus digunakan di sebagian besar pembuatan vaksin selama bertahun-tahun,“ kata Dr. Salman Waqar, Sekretaris Jenderal Asosiasi Medis Islam Inggris. 

Juru bicara Pfizer, Moderna dan AstraZeneca menyatakan, produk babi tidak ada dalam vaksin COVID-19 buatan mereka. Tetapi karena jumlah pasokannya terbatas dan sudah ada kesepakatan pembelian sebelumnya bernilai jutaan dolar AS dengan sejumlah negara, itu artinya pasokan vaksin dari ketiga perusahaan akan dilakukan lebih lambat.

Konsekuensinya, beberapa negara dengan populasi muslim yang besar, mungkin akan mendapat vaksin yang belum bersertifikat bebas gelatin.

Selaim kaum muslimin, fenomena ini menjadi dilematis bagi berbagai komunitas agama, termasuk Yahudi Ortodoks.

Seorang profesor di University of Sydney Dr Harunor Rashid mengatakan: ”Mayoritas konsensus dari perdebatan sebelumnya tentang penggunaan gelatin babi dalam vaksin adalah boleh dalam hukum Islam dengan alasan "bahaya yang lebih besar akan terjadi jika tidak menggunakan vaksin". - dani

Ikuti Terus Riauin

Berita Terkait

Berita Terpopuler