Kanal

Israel Hancurkan 70 Bangunan Warga Palestina, Saat Pilpres AS

RIAUIN.COM - Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengecam tindakan Israel yang menggusur perumahan warga Palestina di Tepi Barat ketika dunia fokus dengan pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat.

"Ketika semua perhatian fokus pada #PemiluAS2020, Israel memilih malam ini untuk melakukan kejahatan lagi dan menutupinya. (Mereka) menghancurkan 70 bangunan milik Palestina, termasuk perumahan, di Khirbet Humsa al-Foqa di bagian tenggara Lembah Jordan. Menelantarkan 80 warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak," katanya melalui cuitan di Twitter, Rabu (4/10/2020).

Menurutnya, tindakan itu merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional. Ia mengatakan, upaya Israel secara langsung menghancurkan harapan Palestina menjadi negara merdeka dengan Yerusalem sebagai ibukota.

Ia pun meminta negara dan lembaga di dunia membantu menyoroti isu ini dan melindungi warga Palestina yang terus mengalami pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh Israel.

"Saya memanggil mitra internasional kami untuk turun tangan dan mengakhiri upaya menguasai penduduk dengan menggusur warga Khirbet Humsa dan puluhan komunitas di sana dari rumah dan tanah mereka. Dan untuk melindungi warga negara kami dari pelanggaran hak yang terus dilakukan Israel," lanjutnya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa mengatakan tindakan tentara Israel meratakan rumah menggunakan buldozer perumahan tersebut menyebabkan 73 orang, termasuk 41 anak-anak kehilangan tempat tinggal.

Koordinator Kegiatan Pemerintah Israel di Wilayah (COGAT) mengatakan tujuh tenda dan delapan kandang di Tepi Barat dihancurkan karena dibangun secara ilegal di zona tembak.

"Kami mencatat bahwa penegakan hukum dilakukan sesuai dengan otoritas dan prosedur, dan tunduk pada pertimbangan operasional," jelas COGAT dalam sebuah pernyataan.

Alasan ini dikritik pejabat senior PBB di bidang pembangunan, Yvonne Helle. Ia menyebut perkara izin kerap dijadikan pembenaran untuk tindakan pelanggaran HAM seperti ini.

"Karena aturan perencanaan yang restriktif dan diskriminatif, warga Palestina hampir tidak pernah bisa mendapat izin itu. Penghancuran adalah cara utama untuk memaksa warga Palestina meninggalkan rumah mereka," katanya dikutip CNN.

Menurut catatan PBB, penghancuran perumahan dan bangunan yang dilakukan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur tahun ini menyebabkan total 869 warga Palestina kehilangan tempat tinggal. Angka ini merupakan jumlah korban penggusuran semenjak 2016.

"Saya mengingat semua pihak bahwa penghancuran bangunan yang ekstensif dan penggusuran paksa orang yang dilindungi di wilayah penduduk adalah pelanggaran berat dari Konvensi Jenewa keempat," ungkap Helle.

"Saya dengan tegas mengulangi seruan kami kepada Israel untuk segera menghentikan pembongkaran yang melanggar hukum," lanjutnya.

Uni Eropa (EU) juga meminta Israel menghentikan upaya penggusuran di Tepi Barat. Menurut mereka, penyelesaian masalah di sana harus melibatkan kedua negara.

"EU mengulangi seruannya kepada Israel untuk menghentikan semua pembongkaran semacam itu, termasuk pada bangunan yang didanai EU. Khususnya sehubungan dengan dampak kemanusiaan dari pandemi virus corona saat ini," kata juru bicara EU.

Harbi Abu Al-Kabsh (47), salah satu korban penggusuran, mengatakan mereka tak menerima pemberitahuan ketika penggusuran dilakukan.

Tentara Israel, katanya, bahkan tak memberi kesempatan untuk menyelamatkan barang-barang mereka. Kendati digusur dan dinilai melakukan tindakan ilegal, ia berjanji akan kembali membangun rumahnya di lokasi yang sama.

"Sepupu istri saya baru melahirkan dua hari lalu. Dia bersama bayi harus kehujanan. Saya sekarang ingin membelikan barang untuk melindunginya dan anak-anaknya dari hujan," ceritanya.***

Ikuti Terus Riauin

Berita Terkait

Berita Terpopuler