Kanal

Malaysia Lockdown, 1.000 Ton Sagu Basah Tebing Tinggi Timur Menumpuk

MERANTI, RiauIN.com - Sebanyak lebih kurang 1.000 ton tepung sagu hasil produksi dari 18 kilang milik masyarakat Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, menumpuk.

Hal ini terjadi karena tidak berjalannya aktivitas ekspor sagu ke Malaysia menyusul wabah Covid-19. Akibat penumpukan tersebut para petani dan pekerja di kilang sagu tidak lagi beraktivitas seperti biasanya.

Dari pantauan RiauIN.com di lapangan, terlihat ratusan karung sagu basah yang menumpuk di setiap kilang sagu yang ada di Kecamatan Tebing Tinggi Timur.

"Kami sudah resah dengan keadaan seperti ini. Tapi harus bagaimana lagi. Sampai saat ini kami belum mendapatkan kepastian kapan sagu-sagu ini akan diekspor ke Malaysia," kata Abdul Manan Tohor, tokoh masyarakat yang juga pengusaha sagu di daerah tersebut.

Dikatakan, sejak Malaysia lockdown pihaknya hanya bisa pasrah. Pasalnya terjadi pembatasan order oleh negara Malaysia terhadap produk luar, khususnya dari Indonesia.

"Biasanya Aciong sudah mengambil sagu dari dari semua kilang yang ada di kecamatan ini. Namun akibat Corona dan penerapan lockdown di sana, sagu basah disini hanya menumpuk dan tidak tahu lagi kemana mau dijual. Inilah yang kami hadapi pada saat ini akibat imbas dari corona ini," tukas Abdul Manan.

Menghitung Kerugian
Jika keadaan sekarang akan berlanjut sampai berminggu-minggu kedepan, maka semua petani sagu dan masyarakat Meranti pada umumnya akan menjerit.

Tidak hanya pada kualitas sagu yang sangat menurun, tetapi lebih kepada faktor ekonomi masyarakat yang tidak memiliki pendapatan sama sekali.

Sagu basah yang sedang menumpuk sekarang, lanjut Abdul Manan, hanya tinggal menunggu diekspor saja. Mereka tidak lagi bicara soal keuntungan, yang ada setiap harinya menghitung kerugian.

Ketika ditanyakan kisaran kerugian yang dialami masyarakat sagu di Tebing Tinggi Timur, Abdul Manan mengatakan, dalam sebulan bisa mencapai Rp100 juta. Jika dikalikan dengan 18 kilang yang ada saat ini, sudah ada Rp 1,8 miliar kerugian yang dialami. Selain itu sudah banyak juga para pekerja yang dihentikan sementara dari pekerjaannya.

"Rata-rata satu kilang itu mempekerjakan 10 orang kepala keluarga. Dikalilah 18 kilang ada berapa ratus yang kehilangan mata pencaharian," tukas Abdul Manan lirih.(Syah)

Ikuti Terus Riauin

Berita Terkait

Berita Terpopuler