Dinamika Pilkada Jakarta harusnya bisa menjadi teladan bagi kita, terutama bagi para elit politik di Kampar. Anies dan PDIP sudah berselisih pandangan politik sejak pilkada 2017 lalu. Bahkan perselisihan keduanya amat tajam. Kini di 2024, keduanya justru akan berada dalam satu sampan mengarungi kontestasi Pilkada DKI Jakarta. Bahkan kebersamaan Anies dan PDIP diawali sikap saling puji.
Menariknya, dukungan Partai Banteng untuk mantan Capres itu juga didukung oleh Ahok yang merupakan tokoh rival bagi Anies. Selama ini kedua tokoh itu memiliki perbedaan pandangan yang amat sangat runcing. Bisa dibilang semacam protagonis vs antagonis.
Kini, baik Anies, PDIP maupun Ahok akan berada dalam satu gerbong menghadapi kubu Jokowi, Gerindra dan Prabowo. Walaupun anomali "koncoisme" dalam politik adalah hal lumrah. Sebab, adagium lama, tak ada musuh yang abadi dalam politik terus saja relevan. Semuanya bisa dikompromikan.Selagi satu kepentingan, persekutuan dalam politik bukan lah suatu yang haram untuk dijalani.
Terlebih sebenarnya, garis pemisah antara Anies dan PDIP bersama Ahok juga dilatarbelakangi oleh ideologi politik yang sangat berbeda. Perselisihan karena perbedaan ideologi politik ini sebenarnya lebih dalam bila dibanding sekedar berbeda pandangan politik untuk satu, dua atau tiga kebijakan dalam pemerintah semata. Meski sebegitu parahnya, mereka masih tetap menyisakan ruang di hati masing-masing untuk bisa berbarengan dalam koalisi politik dan pemerintahan.
Tapi lebih dari itu, subtansi dari koalisi Anies, PDIP dan Ahok, justru menunjukkan kematangan mereka dalam berpolitik. Para tokoh nasional kembali menunjukan sikap politik tanpa terbawa perasaan atau Baper. Berpolitik penuh dengan keadaban dan tidak berorientasi pada permusuhan.
Namun hal berbeda justru terjadi di Kampar. Dalam dugaan saya, salah satu hal yang membuat rumitnya kocok pasangan calon dan arah koalisi di Pilkada Kampar kali ini, selain karena upaya untuk mengikuti warna koalisi di tingkat Pilgubri, kerumitan ini justru disebabkan oleh sikap Baper beberapa kandidat. Saya menduga calon A tak mau berpasangan dengan calon C karena menganggap garis permusuhan diantara keduanya cukup dalam. Sehingga mereka semacam "mengharamkan" untuk bersatu dalam satu gerbong koalisi politik.
Calon D enggan berpasangan dengan calon B karena merasa sudah terpisahkan oleh perselisihan politik di masa lalu. Ini tentulah, karena para tokoh ini saya duga terlalu terbawa perasaan menyikapi perselisihan di antara mereka selama ini.
Sebenarnya, sebagai warga Kabupaten Kampar, saya berharap, perselisihan politik di antara para tokoh semestinya sudah sampai ke level moderat dan atas dasar kebesaran jiwa bahwa mereka sama-sama putra daerah yang sama-sama menginginkan kebaikan untuk kampung halaman. Persaingan politik yang terjadi tidak sampai dianggap oleh para tokoh seperti permusuhan dan pertikaian tak berujung.
Setajam apapun konflik yang sedang dan pernah terjadi di antara mereka, itu semata-mata hendaknya masih dalam konteks kepentingan halayak saja. Hanya soal apa yang harus menjadi prioritas dan apa yang belum harus menjadi prioritas dalam pandangan dan keyakinan para tokoh itu.
Bukan malah menarik dimensi perselisihan itu jauh ke dalam batin. Sehingga semua perselisihan ini seolah berubah menjadi permusuhan yang telah jauh masuk ke relung hati dan ranah personal masing-masing. Masalahnya semacam telah menjadi urusan pribadi. Saya rasa, jika yang demikian itu benar adanya, itu amat keliru. Semoga saja saya salah menduganya. Sikap seorang tokoh yang menaikan level perbedaan sudut pandang dalam konteks kepentingan publik dan politik menjadi perselisihan individu adalah suatu yang amat sangat keliru.
Mudah-mudahan dugaan saya itu jauh dari kebenarannya yang sesungguhnya. Finally, saya pun berharap ada 'plot twist' atau alur cerita yang berbelok sehingga hal itu menjadi kejutan besar dalam duet pasangan calon dalam pilkada kali ini.
Contoh duet yang plot twist; Ardo-Zulher atau Zulher-Ardo. Atau mungkin saja Burhan-Ardo atau Ardo-Catur. Atau bisa pula Repol-Ardo atau bisa saja Burhan-Zulher atau bahkan mungkin juga Zulher-Yuyun, Catur-Edwin, Yuyun-Ardo, Ardo-Yuyun dan seterusnya. Hehehe. Peace !!! ***