RIAUIN.COM - Misteri kematian tahanan Polsek Bukit Raya, Kota Pekanbaru, bernama Dimas Firnanda (25 tahun) pada 20 November 2023 lalu perlahan mulai terkuak.
Simpang siurnya penyebab kematian tahanan ini terus menjadi perbincangan masyarakat. Ada yang menyebut Dimas tewas di dalam tahanan dan ada pula yang menyebut korban tewas akibat dianiaya sesama penghuni di tahanan Polsek Bukit Raya.
Empat bulan berselang setelah kematian Dimas, tim forensik RS Bhayangkara bersama Direktorat Reserse Kriminal Umum Ditreskrimum) Polda Riau telah melaksanakan pembongkaran (ekshumasi) makam Dimas di TPU Muslim Medan Polonia pada Minggu, 3 Maret 2024 lalu. Hal ini dilakukan untuk mengungkap penyebab kematian Dimas.
Selain itu, untuk memastikan kebenaran kabar bahwa pihak keluarga menemukan kejanggalan di jasad Dimas ketika dimandikan. Pihak keluarga menilai kematian Dimas tak wajar dan membuat laporan ke Ditreskrimum Polda Riau.
Kapolsek Bukit Raya, AKP Syafnil menegaskan bahwa Dimas tidak meninggal di dalam sel tahanan melainkan di RS Bhayangkara Polda Riau. Sebelum dilarikan ke rumah sakit, Dimas ditemukan petugas terjatuh dan tak sadarkan diri di kamar mandi ruang tahanan Polsek Bukit Raya.
"Sekira jam 11.00 WIB pada 20 November 2023 lalu, saya ditelpon anggota piket yang melaporkan ada tahanan jatuh pingsan habis mandi dan dibawa langsung ke RS Bhayangkara untuk dilakukan pemeriksaan. Kemudian sekira jam 13.00 WIB, saya kembali ditelpon anggota Aiptu Sinaga, tahanan yang jatuh di sel kamar mandi meninggal dunia," kata Syafnil kepada riauin.com, Jumat (15/3/2024).
"Jadi tidak benar Dimas meninggal di sel tahanan, dia meninggal setelah dilarikan ke RS Bhayangkara Polda Riau. Di sel masih hidup," tegas Syafnil.
Istri Dimas Menolak Autopsi
Untuk memastikan penyebab kematian Dimas saat itu, perlu dilakukan tindakan autopsi. Namun, kendala yang dihadapi adalah soal biaya autopsi yang mencapai Rp4,7 juta.
"Ini informasi yang keliru, anggota menyampaikan bahwa anggaran (polisi, red) untuk anggaran autopsi di akhir tahun tidak ada. Anggota menyampaikan kepada keluarga korban biaya autopsi Rp4,7 juta, bukan meminta. Jadi dipelintir, memang anggota itu tidak boleh menyampaikan sama keluarga, memang salah dia, tapi bukan minta uang autopsi Rp4,7 juta kepada keluarga," ungkapnya.
Kemudian, Istri almarhum Dimas bernama Suci dimintai pendapatnya terkait apakah jasad Dimas diautopsi atau tidak.
"Sekarang bagaimana, apakah di autopsi atau tidak. Kalau diautopsi, saya yang tanggung, ibu jangan khawatir. Suci menjawab tidak usah, saya ikhlas atas kematian suami saya. Kemudian dibuat surat pernyataan tidak mau diautopsi oleh pengacara keluarga dan ditandatangani oleh istri almarhum dan disaksikan dua anggota keluarga lainnya," ungkap Syafnil.
Seusai penandatanganan surat pernyataan, jasad korban diantarkan ke tanah kelahirannya di Deli Serdang, Sumatera Utara dengan menggunakan ambulans yang difasilitasi Polsek Bukit Raya. Korban akhirnya dimakamkan di TPU Muslim Medan Polonia.
Laporan di Polda Riau
Dua bulan paska pemakaman Dimas, muncul kabar bahwa tim kuasa hukum keluarga korban membuat laporan ke Ditreskrimum Polda Riau.
Menanggapi laporan tersebut, Syafnil tak begitu ambil pusing. Dia sama sekali tidak keberatan akan hal itu. Menurutnya, pihaknya telah menjalankan SOP terkait pengamanan dan pengawasan terhadap semua tahanan di Polsek Bukit Raya.
"Kita buka semuanya supaya terang benderang masalahnya, CCTV lengkap di seluruh ruangan luar dan dalam lengkap semuanya, bahkan bisa dipantau di HP juga. Kita lidik nanti, kapan kematiannya. Biar Polda melakukan pemeriksaan, saya siap diperiksa," ucapnya.
"Kami diperiksa semuanya di Propam, saya buka semuanya. Prosedur sudah kami jalani, tahanan kami periksa masuk ke dalam sel tiga kali dalam seminggu, pengecekan tahanan dilakukan tiap hari," sambungnya.
Misteri Kepala Bolong dan Leher Patah
Belakangan, beredar informasi yang menyebutkan pihak keluarga menemukan adanya kejanggalan di jasad Dimas saat dimandikan. Keluarga melihat kepala Dimas bolong (seperti ditusuk obeng), leher patah hingga mata berdarah.
"Hasil autopsi belum keluar, belum tau apa penyebab kematiannya. Kepala bolong leher patah itu dari mana informasinya? Mendahului hasil autopsi pula ini. Tunggulah keterangan dari polisi yang melakukan autopsi. Bukan informasi dari masyarakat, dari mana tau kepala bolong leher patah, memang sudah ada keterangan di autopsi. Seolah-olah polisi yang memukul, menyebar image yang tak bagus di masyarakat. Dari mana dapat informasi itu?," ucap Syafnil heran.
Isu Uang Besuk dan CCTV
Dalam kasus ini, Polsek Bukit Raya juga mengalami berbagai fitnah dan hujatan. Diantaranya disebut meminta uang Rp100 ribu hingga Rp200 ribu untuk setiap kali membesuk tahanan.
"Sekarang saya difitnah meminta duit Rp100 ribu, Rp200 ribu menengok suaminya di dalam sel. Kalau tak ada duit, tak bisa masuk. Saya tanya istrinya, hari apa, jam berapa? Semuanya kita buka, nampak semuanya dalam CCTV itu. Kemana saya harus mengadu kalau difitnah seperti ini?," kata dia.
Syafnil membantah bahwa pihaknya tidak terlibat dalam kasus kematian Dimas Firnanda, apalagi hingga membunuh. "Memangnya polisi yang membunuh atau memukul tahanan itu? Karena Kapolsek diperiksa Propam konotasinya bersalah gitu?," lanjutnya.
Syafnil kembali menegaskan bahwa semua tudingan terkait permintaan uang, pemukulan tahanan di dalam sel adalah fitnah, karena semuanya terpantau oleh CCTV di setiap sudut ruangan. "Itu adalah fitnah yang keji menuduh berbuat begitu," tuturnya.
Perkara yang Jerat Dimas
Untuk diketahui, Dimas ditahan di Polsek Bukit Raya pada awal November 2023 lalu karena tersandung kasus penggelapan dalam jabatan.
"Dimas merupakan mekanik audio mobil. Pesanan yang akan dipasang untuk mobil konsumen, dijual oleh yang bersangkutan ke tempat lain. Dan dilaporkan oleh pimpinan tempat dia bekerja," beber Syafnil.
Syafnil menambahkan, yang terpenting dalam pengungkapan kasus ini adalah fakta, alat bukti, bukan asumsi. "Visum, hasil autopsi itu adalah alat bukti. Jangan asal sebut dan asal ngomong hingga merugikan orang lain," katanya.
Hasil Visum Luar Jasad Dimas
Dari hasil visum luar di RS Bhayangkara Polda Riau, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh Dimas.
"Terhadap tubuh korban tidak ada tanda kekerasan setelah diperiksa visum luar. Di badan, tangan, tidak ada, yang ada di belakang leher, itu karena jatuh di kamar mandi karena dia jatuh ke belakang, memang ada luka. Kepala bolong, leher patah itu tidak benar, yang benar tunggu hasil autopsi," pungkasnya.-dnr