H Abdul Malik, Ulama dan  Pedagang dari Baserah


Rabu, 24 Januari 2024 - 13:03:55 WIB
H Abdul Malik, Ulama dan  Pedagang dari Baserah Kediaman H Abdul Malik di Baserah, rumah ini saksi sejarah kiprah beliau semasa hidup

SEJARAH  mencatat sejak dulu  Rantau Kuantan – sekarang Kuantan Singingi selalu melahirkan orang orang hebat di Provinsi Riau:  Ulama,  saudagar,  politisi, birokrat, dan pendidik (guru).

Sekarang….. entahlah: catat, dengarkan, lihat, dan tulislah….!

H. ABDUL MALIK  adalah sosok saudagar dan ulama terkenal  menjelang dan awal kemerdekaan RI dari Kuantan Singingi. Sebagai saudagar Abdul Malik merintis perdagangan dari Rantau Kuantan Indragiri ke luar daerah dan negeri: Indragiri – Kepulauan Riau  dan Indragiri  -  Singapura dan Malaysia.

Pada masa penjajahan Belanda,   Indragiri berada dibawah kekuasaan Kerajaan Indragiri yang dipimpin  Sultan berkedudukan di Rengat. Sultan  Indragiri punya kekuasaan mulai dari Rantau  Kuantan yang kini bagian dari Kabupaten Kuantan Singingi sampai ke  daerah pesisir  Indragiri yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Indragiri Hilir. 

Pada awal kemerdekaan Indragiri terbagi dalam tiga wilayah yang merupakan bagian dari Provinsi Sumatra Tengah. Yakni kewedanaan Rantau Kuantan ibukotanya Telukkuantan.  Indragiri Hulu: Rengat dan  Indragiri Hilir: Tembilahan.

Kemudian  Kabupaten Indragiri  mekar jadi dua: Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Pada 1998 Indragiri Hulu mekar lagi jadi Kabupaten Kuantan Singingi dengan ibukota Telukkuantan.

Dari Rantau  Kuantan yang masuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Indragiri,  Abdul Malik membawa aneka jenis komoditi export seperti karet dan aneka jenis sayur mayur. Sebaliknya dari Malaysia dan Singapura Abdul Malik membawa pakaian,  aneka jenis peralatan rumah tangga dan lainnya.

Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, alur perdagangan masih terpusat  di Sungai  Kuantan dan Indragiri. Sekarang, seiring makin mendangkalnya Sungai Kuantan dan makin mulusnya jalan darat: Kuantan Singingi - Indragiri Hulu  - Indragiri Hilir,  jalur perdagangan sungai dari Rantau Kuantan ke sungai Indragiri  mulai tinggal kenangan.

Sementara dari sungai Indragiri ke  Kepulauan Riau, Malaysia, dan Singapura masih menggunakan alur sungai dan laut namun dengan perdagangan dan angkutan barang yang lebih modern.

Selain berdagang, Abdul Malik juga ulama dan tokoh Muhammadiyah  terkemuka di Rantau Kuantan. Dia berteman akrab dengan Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo. Populer dengan nama penanya HAMKA.

Keakraban dua sahabat yang bernama sama ABDUL MALIK ini rupanya sudah terjalin sejak lama.  Mereka sama –sama bergelut dalam organisasi  Muhammadiyah yang didirikan pada 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta.

Muhammmadiyah merupakan gerakan sosial - keagamaan reformis, yang menganjurkan dibukanya keran ijtihad sebagai bentuk penyesuaian detail hukum Islam dengan perkembangan zaman.

Hal ini merupakan antitesis dari pemikiran kebanyakan muslim di masa kolonial yang mencukupkan diri dengan ijtihad ulama 4 mazhab (Syafe'i,  Hanafi, Maliki dan Hambali) dan menutup diri dari kemungkinan pembaharuan ijtihad.

Abdul Malik adalah ulama Muhammadiyah berpengaruh di Rantau Kuantan yang mendirikan Mesjid Dagang  kini dikenal dengan Mesjid Raya At Taqwa  Baserah. Pendirian Mesjid Dagang disponsori kakak beradik Abdul Malik dan Abdul Raoef untuk mempermudah perjalanan para  pedagang dari Sumatera Barat. 

Sebelum melanjutkan perjalanan ke  Indragiri: Rengat - Tembilahan - Malaysia dan Singapura mereka istiharat di dua masjid dagang yakni Mesjid Dagang di Telukkuantan dan Baserah. Mesjid Dagang di  Baserah diresmikan oleh HAMKA.  Abdul Malik menjemput kawan akrab dan seperguruannya  HAMKA ke Pondok Pasantren Diniyah Putri di Padang Panjang. Pada saat peresmian itu  HAMKA  didaulat memberikan tausiyah dan kutbah Jum'at.

Usai peresmian Mesjid Dagang, HAMKA diajak menginap di rumah Abdul Malik.  Rumah besar bertiang, bertangga batu, dan bercat kuning itu berada di Jl. Jenderal Sudirman No. 101, Kelurahan Pasar Baru Baserah.  Terletak antara Tugu dan Mesjid Raya At- Taqwa  yang dulu disebut  Mesjid Dagang

Dalam lintasan sejarah kelak HAMKA terkenal sebagai ulama, filsuf, dan sastrawan Indonesia. HAMKA berkarier sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. HAMKA sempat berkecimpung di politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir hayatnya.

Universitas al-Azhar Cairo Mesir dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan (honorauris causa). Sementara Universitas Moestopo, Jakarta  mengukuhkan HAMKA sebagai Guru Besar atau Profesor.

Namanya juga disematkan untuk Perguruan Tinggi milik Muhammadiyah yakni Universitas Haji Abdul Malik Karim Amarullah (UHAMKA).  HAMKA  masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.

Banyak putra Kuantan Singingi seperti Abdul Malik   yang belajar menuntut ilmu dan memperdalam ilmu agama di Sumatra Barat.  Sebut saja  anak dan menantu   (Muhamad Hadi, Fatimah Hadi, dan Ma'rifat Mardjani) dari Hulu Kuantan.  Tengku Sumanik dari Kopah, Tengku Kociak dari Kopah-Kuantan Tengah  dan  Muhammad Samin dari Kenegerian Sentajo,  Sentajo Raya.

Muhammad Samin salah seorang ulama terkenal di Kenegerian Sentajo yang juga salah seorang pelopor dan pendiri Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di Telukkuantan. Muhammad Samin merupakan orang tua dari Ismail, Prof. H. Suwardi MS, Drs. Erman MS,  Jalinus MS,  Drs. Syakdanur MS, Ahmadi MS, Ida MS,  Juni MS, dan Muhar MS.

Kendati di rantau Kuantan  berkembang tiga organisasi keagamaan yakni Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) namun ketiga organisasi  Islam non pemerintah ini  hidup berdampingan dengan damai.

Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan. NU oleh KH. Hasyim Ashari pada 31 Januari 1926.  Sedangkan Perti yang berhaluan Syafii-Asy'ari merupakan cikal bakal organisasi ini berawal dari Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (PMTI) yang didirikan oleh Syekh Sulaiman Ar-Rasuli pada 5 Mei 1928 M atau 15 Zulqaidah 1346 H di Canduang, Agam, Sumatra Barat.

Dalam perjalanannya dua dari tiga organisasi tersebut pada era Soekarno sempat menjadi partai politik yakni NU dan Perti bernama Partai Islam Perti.

Dalam Pemilu 1955, Partai Islam Perti mendapatkan empat kursi di Parlemen (sekarang DPR-RI) dan tujuh kursi Konstituante. Satu di antara empat kursi DPR-RI diisi oleh putra Kuantan Singingi asal  Hulu Kuantan Buya Ma’rifat Mardjani dari Provinsi Sumatra Tengah Daerah Pemilihan Indragiri.

Dari jantung ketiga organisasi ini lahir orang-orang hebat yang kelak jadi pemimpin di  Kuantan Singingi.  Dari Perti lahir H. Sukarmis,  Muslim, S.Sos., M.Si,   Andi Putra, S.H., M.H, dan  DR. Adam, .S.H., M.H. Sedangkan dari jantung  Muhammadiyah lahir  Drs. Rusjdi S. Abrus dan Drs. H.  Mursini, M.Si. Dari NU lahir Drs. Suhardiman Amby, Ak., M.M.

Jejak perjuangan Abdul Malik sebagai saudagar kaya bisa dilihat dari peninggalan rumah di Baserah. Rumah  tersebut dulu paling besar dan paling megah di Indragiri. Dan kemegahan rumah tersebut masih terlihat hingga kini.

Pada masa penjajahan rumah tersebut pernah ditempati orang Belanda. Namun diserahkan kembali kepada empunya rumah Abdul Malik tahun 1942 ketika Belanda meninggalkan Baserah akibat kalah oleh tentara Jepang.

Rumah besar itu kini dijaga  oleh cucu dan cicit Abdul Malik masih terawat baik. Rumah itu  dipercaya masyarakat setempat, angker dan penuh misteri. 

Menurut Azwirman ketika Belanda pergi dari rumah tersebut, Belanda  meninggalkan sejumlah barang antik yang ditimbun di bawah tanah Rumah Abdul Malik. "Ketika digali kembali setelah orang Belanda pergi,  yang menggali malahan jatuh sakit. Otomatis penggalian tidak dilanjutkan kembali," ujar Azwirman.

Rumah tersebut juga jadi tempat persinggahan pejabat Riau jika berpergian dari  ibukota Provinsi Riau (Pekanbaru) ke Rengat dan Tembilahan. Dan kepulangan dari Tembilahan dan Rengat ke Pekanbaru.

Sejumlah Gubernur Riau mulai dari SM Amin Nasution (1958-1960),  Kaharuddin Nasution  (1960-1966), Arifin Achmad (1967-1972 dan 1972-1977),  HR. Soebrantas Siswanto (1978-1980), Imam Munandar (1980-1985 dan 1985-1988), Soeripto (1988-1993 dan 1993-1998)  hingga Rusli Zainal pernah singgah, bahkan menginap di rumah Abdul Malik  sebelum mereka  melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan.

Dua Menteri Kabinet Pembangunan V pada Pemerintahan Suharto (1998-1993) yakni Menteri Kehutanan Ir.  Hasrul Mustafa Kamaluddin Harahap dan  Menteri Keuangan Drs. Arifin Mohamed Siregar pernah singgah di situ.
 

"Mereka mencicipi kuliner atau masakan kuliner tradisional ala Nenek Juddah yang terkenal lezat itu " ujar Azwirman salah seorang cucu Abdul Malik yang saat ini bekerja sebagai akademisi  di Jakarta.

Kepandaian sang Nenek memasak kata Azwirman  menurun kepada anak-anak perempuannya: Rubiah Malik, Hamisyah Malik, dan Miya Malik. "Kami rindu dengan masakan Nenek dan Ibu kami,"  ujar Azwirman.

Menurut Azwirman, adalah sebuah tradisi dalam keluarga Abdul Malik setiap tahun kumpul bersama. Biasanya hari keenam usai Idul Fitri.  Di sinilah mereka selalu mencicipi makanan tradisional Nek Juddah yang terkenal lezat itu.

Sebut saja  makanan tradisional seperti pulut kucung, gelamai, lopek pisang, paniaram, kue bolu kenek,  bubur loba,  kueh talam dan  masakan tradisional seperti  ikan pantau goring. Aneka jenis  gulai: asam pedas, ikan baung, ikan patin, ikan kapiek, siput santan putih, kalayau (genjer) campur ikan pantau, tumis daun  semanggi, dan  paku campur udang.

Tak lupa aneka jenis kerupuk seperti jengkol, sagu, topuang, dan jenis sambal seperti: ambacang, asam limau sundai,   nenas, dan lainnya.

Dari pernikahannya dengan Hj. Juddah, Abdul Malik memiliki  delapan orang buah hati (5 laki-laki dan 3 perempuan).   Yakni Abbas Malik,  Muhamad Diah Malik, Rubiah Malik, Hamisyah Malik, Ramli Malik, Mahdi Malik, Firdaus Malik, dan  Miya Malik.

Sebagai seorang saudagar yang  berada, Abdul Malik sudah membawa anak-anaknya  sedari kecil ke Mekkah untuk  belajar dan memperdalam ilmu agama. Bahkan dua  anaknya: Abbas Malik dan  Muhamad Diah Malik di-khitan di Mekkah. Sementara tiga anak lelakinya:  Ramli Malik, Mahdi Malik, dan Firdaus Malik di-khitan di kampung halamannya Baserah.

Abdul Malik juga selalu berangkat haji ke Tanah Suci  Mekkah membawa dan membiayai teman-temannya para garin (penjaga mesjid) naik haji.

Anak-anak  Abdul Malik juga berhasil mentas dan menurunkan anak-anak yang cerdas pula.  Anak pertama Abbas Malik mengikuti jejak Abdul Malik sebagai ulama dan anak keduanya diberi nama  Muhamad Diah adalah bukti cintanya kepada organisasi  Muhammadiyah.

Muhamad Diah merupakan anak lelaki  Abdul Malik yang paling ganteng di antara anak lelakinya yang lain.  Namun bukan berarti yang lainnya tak ganteng. Semua  anak lelaki Abdul Malik kebanyak berkulit putih bersih, tampan, postur tubuh tinggi dan atletis. Begitu juga tiga anak gadisnya: Rubiyah Malik, Hamisyah Malik, dan Miya Malik  cantik jelita dan rupawan.

Gadis mana yang tak bangga bisa merebut isi hati anak lekaki Abdul Malik. Sebaliknya pria mana pula yang tak ingin merebut hati anak gadis Abdul Malik yang cantik jelita nan rupawan tersebut. 

Dan orang tua mana pula yang tak bangga menjadikan mereka sebagai menantu yang kelak memberikan keturunan yang ganteng dan cantik tersebut.

Ah .... sudahlah.. masa lalu itu hanya untuk dikenang bukan..... Itu kata pepatah.

Tapi yang namanya jodoh hanya Tuhan yang tau.

Anak-anak Abdul Malik, kelak juga berhasil sesuai dengan bidang yang digeluti masing-masing.  Anak pertama Abbas Malik mengikuti jejak ayahnya Abdul Malik. Dari Abbas Malik, Abdul Malik mendapatkan cucu  Ir. Syakban Abbas, Maharani Abbas, Prastuti Abbas, Asnaini Abbas, S.Pd, Ir. Lukman Abbas, Dra. Arbainayati Abbas, Khalik Abbas, dan Hayati Abbas.

Muhamad Diah Malik nikah dengan Rahmah. Buah hati mereka yakni:  Afrida, Afriyanti, Afrizal, dan Afrianis. Sementara Rubiah Malik nikah dengan H. Effendi gelar Haji Kociek merupakan abang dari Rahma  (istri Muhamad Diah).  Buah hati mereka adalah Sulastri HK, Darusman HK, S.H, Kasman HK,  B.Sc,  Hj. Ernita HK, B.Sc,  Drs Firman HK, Masnurman HK, B.E, Ir. Nopriman HK, M.T,  Drs. H. Heriman HK, dan Hj. Reni Irdianawati HK, S.Pi.

Sementara buah hati Hamisyah Malik dari pernikahannya dengan Komisaris Polisi Abdul Wahab    adalah Drs. H. M. Syardjan, Misnawati, Suwardi, B.E, Dra. Susi Ramayanti, Dr. Azwirman, S.H., M.I.P, Heni Herawati, B.Sc, dan  Ir. Lily Suryani.

Buah hati Ramli Malik: Herman, Hermayulis, A.Md,  Rudi Hartono, Tarmizi. Sedangkan buah Mahdi Malik adalah Herlina, Budi, Lady Diana, S.Keb,  Robby, dan Boby.

Sementara buah hati anak ketujuh Abdul  Malik, Firdaus Malik dari pernikahannya dengan Haryati  adalah Ir. Eni Eldina Firdaus, Ir. Imelia Soraya Firdaus, Ir. Willi Winaldi Firdaus, dan Ir. Ferry Sadry Firdaus.

Firdaus Malik merupakan anak  Abdul Malik yang berhasil menapak karier di jenjang birokrat. Pernah jadi Sekwilda Riau (1985-1990), Wakil Gubernur Riau (1990 - 1993), dan mengakhiri tugasnya sebagai  Staf Ahli Bidang Sumber Daya Manusia di Dapartemen Pekerjaan Umum (PU) pada kabinet Pembangunan Nasional dalam Pemerintahan BJ Habibie (1999-2001). Saat Menteri PU adalah Dr. Ir.  Rachmadi  Bambang Hadisumadhijo.

Anak bungsu Abdul Malik, Miya Malik istri dari Masfar Ismail, S.H aparat penegak hukum (jaksa). Masfar  Ismail pernah menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi di Riau, Kelimantan Barat, dan Jawa Tengah. Terakhir  alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menjabat  Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Agung RI. 

Dari pernikahan dengan Masfar  Ismail, Miya Malik memiliki lima buah hati. Yakni Wira Indrajaya, S.H, Riza Fardiansyah,  S.E., M.Si,   Ir. Yurika Listya Dewi, M.Sc,  dr.  Nila Ayu Delianafitri,  Sp.A, dan  Boy Surya Gautama, S.E., M.Si.

Keluarga besar Abdul Malik kini sudah tersebar di berbagai kota Indonesia. Sebut saja, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Padang, Bukittinggi,  Yogyakarta,  Pekanbaru, Batam, Surabaya,   Tanjungpinang, sejumlah kota besar lainnya di Indonesia dan luar negeri seperti Singapura, Malaysia, dan Saudi Arabia.

Kepingan-kepingan perjalanan Abdul Malik masih tercatat oleh Azwirman dan sebagian cucunya dengan baik. Kendati delapan anaknya sudah meninggal dunia semua.

Menilik perjalanan sejarah Abdul Malik berkemungkinan lahir sekitar tahun 1890- an atau 1900-an  karena disebutkan, ia sahabat dan sepermainan  HAMKA mengaji di Surau Lubuk Bauk atau Mesjid Lubuk Bauk di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat  yang lahir pada 17 Februari 1908 dan meninggal 24 Juli 1981.

HAMKA lahir 17 Februari 1908 (Kalender Hijriyah: 14 Muharram 1326) di Tanah Sirah. Kini masuk wilayah Nagari Sungai Batang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. HAMKA  adalah anak pertama dari empat bersaudara  pasangan Abdul Karim Amirullah  yang dikenal dengan sebutan  "Haji Rasul " dan Safiyah.

Abdul Malik diperkirakan meninggal dunia tahun 1946. Hal ini mengacu kepada cerita salah seorang cucunya. "Nenek Juddah  meninggal umur 92 tahun 1992 setelah 46 tahun menjanda. Artinya Datuk Abdul Malik  meninggal dunia sekitar tahun 1946,"  mengutif kembali cerita cucunya.

Abdul Malik dimakamkan di halaman samping Mesjid Dagang bersama Abdoer Rauf.“Jika berkunjung ke Kuantan Hilir singgahlah ke Baserah. Jika bersamaan dengan waktu shalat,  shalatlah di Mesjid Dagang atau Mesjid Raya At Taqwa. Di samping mesjid itu ada makam kakak beradik Abdul Malik berkeramik warna  merah maron dan adiknya Abdul  Raoef warna biru,” ujar Arnida Warnis salah seorang di antara banyak kerabat dari keluarga besar Abdul Malik.

Banyak orang yang kini melupakan jasa dan perjuangan sejumlah tokoh di tanah air, termasuk di Kuantan Singingi. Namun, sejarah itu harus dibangkitkan kembali. - hen

(Sumber Sahabat Jang Itam)