RIAUIN.COM - Pengadilan Negeri (PN) Siak Sri Indrapura kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dengan terdakwa Anji Mardiator selaku Ketua Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat dan terdakwa 2 atas nama Sarli, Selasa, (9/1/2024).
Sidang Perkara Pidana Nomor 392/Pid.B/2023/PN Siak ini digelar di Ruang Cakra dengan agenda pemeriksaan terhadap kedua terdakwa. Anji dan Sarli ditetapkan jadi terdakwa dan disangkakan pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
Kuasa Hukum terdakwa, Mardun Farli SH didampingi Ozi Novandi SH menjelaskan, dipersidangan tersebut terungkap bahwa dakwaan jaksa terhadap kedua terdakwa tidak terbukti. Karena kasus ini bermula atas adanya kesepakatan atau perjanjian antara kedua belah pihak yakni PT Triomas Forest Development Indonesia (TFDI) dan Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat.
"Memang ini dasarnya hukum privat (perjanjian), artinya kita tetap mengacu kepada Perma 1956. Bahwa apabila terjadi permasalahan yang kuat muatan perdatanya selesaikan secara keperdataan atau formilnya," kata Mardun.
Mardun Yakin, dalam memutus perkara ini majelis hakim akan objektif dan adil dalam memutus perkara ini. "Yang menentukan hasil perkara ini adalah majelis hakim. Majelis hakim bisa melihat fakta-fakta persidangan, bukti-bukti, keterangan saksi ditambah ahli hukum pidana yang ditampilkan, harapan kita kedua terdakwa bisa bebas," ucap Mardun.
Dalam persidangan, pihaknya telah menambahkan bukti kepemilikan dari masyarakat atas lahan seluas 618 hektar di Desa Penyengat.
"Masyarakat memiliki lahan seluas 618 hektare yang ditanam pohon akasia. Untuk memanen mereka mempunyai izin dalam bentuk wadah koperasi. Ini tidak terbantahkan memang lahan tersebut milik masyarakat bukan milik PT Triomas," tutur Mardun.
Kemudian, dalam agenda persidangan ini ditambahkan Ozi Novandi, dasar kliennya digugat dan menjadi terdakwa saat ini adalah kesepakatan yang dibuat antara PT Triomas dan Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat.
"Pada pasal 5 di kesepakatan itu, tertulis bahwa ada sepertiga hasil panen akasia milik warga yang dikelola Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat diserahkan ke PT Triomas. Intinya adalah, perjanjian ini diakui oleh kedua belah pihak hingga saat ini belum berakhir. Di atas lahan 618 hektare itu, baru dipanen seluas 250 hektar, masih ada 368 hektar lagi yang belum dipanen," tambah Ozi.
"Logikanya, jika ini memang 'dipaksakan' masuk ke dalam pasal penggelapan (372 KUHP) harusnya perjanjian ini sudah selesai (clear) dulu. Sementara perjanjian sampai saat ini belum selesai, masih berjalan," sambung Ozi.
Dengan ditetapkannya Anji dan Sarli menjadi tersangka dan saat ini sudah menjadi terdakwa, Ozi menilai bahwa ada ketimpangan hukum dalam kasus ini.
"Dari proses penyelidikan, penyidikan di Polda Riau sampai saat ini kami menduga ada upaya kriminalisasi dari oknum-oknum mafia bisnis atau mafia tanah. Karena yang menjadi objek perkara ini adalah tanah 618 hektar yang telah ditanam pohon akasia merupakan milik masyarakat yang status tanahnya saat ini masih HPL (Hak Pengelolaan atas Tanah) di luar HGU (Hak guna Usaha) PT Triomas," beber Ozi.
Jika ditelisik dari kesepakatan bersama antar PT Triomas dan Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat, perlu diketahui bahwa kesepakatan ini muncul karena akibat saling lapor kedua belah pihak pada tahun 2019 lalu. Perusahaan melaporkan adanya pengrusakan dan pencurian kayu akasia, sementara masyarakat melaporkan perusahaan karena menanam pohon kelapa sawit di lahan warga.
"Laporan itu tidak bisa dibuktikan, sementara masyarakat ketika itu membuat laporan terhadap PT Triomas yang melaporkan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan overlap menanam sawit di luar HGU," kata Ozi.
Dari aksi saling lapor ini, timbul kesepakatan. Salah satu poin dalam kesepakatan itu tertulis hak PT Triomas sepertiga hasil panen akasia mesti diberikan kepada PT Triomas.
"Tapi, tidak dibunyikan kapan penyerahan sepertiga hak perusahaan itu, apakah diawal, ditengah atau diakhir. Sementara, perjanjian masih berlangsung dan lahan yang dipanen baru sekitar 250 hektare," beber Ozi.
Belakangan diketahui bahwa klaim PT Triomas terhadap lahan dan tanaman akasia milik warga itu didasarkan berita acara dengan PT RAPP dan PT Triomas pada tahun 2005 lalu.
"Kalau memang itu milik PT Triomas atau PT RAPP, tidak mungkin PT RAPP mencoba menjalin kerjasama dengan Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat. Malahan PT RAPP membantu masyarakat mengurus izin-izin dan merekomendasikan lembaga sertifikasi atau bagaimana cara pengurusannya," papar Ozi.
"Sebuah keanehan kalau saat ini PT Triomas mengklaim itu hak mereka atas adanya berita acara PT RAPP dan PT Triomas. Intinya, lahan 618 hektare itu adalah milik warga yang telah dibebani alas hak berupa SKT dan SKGR yang dikeluarkan oleh Penghulu atas nama Mahadi yang terbit tahun 2002 sampai 2006," pungkas Ozi.-dnr