Dengar Keluhan Petani Sawit di Siak, Komisi II DPR RI Segera Panggil PT DSI


Senin, 10 Juli 2023 - 05:57:07 WIB
Dengar Keluhan Petani Sawit di Siak, Komisi II DPR RI Segera Panggil PT DSI Penyerahan dokumen dari wakil warga 3 kecamatan di Kabupaten Siak ke Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang/foto:dnr

RIAUIN.COM - Komisi II DPR RI segera memanggil PT Duta Swakarya Indah (DSI) terkait sengketa dan penyerobotan lahan masyarakat Kecamatan Koto Gasib, Dayun dan Mempura Kabupaten Siak.

Hal itu terungkap usai perwakilan masyarakat 3 Kecamatan itu menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Umum (audiensi) di Komisi II DPR RI, Senayan Jakarta, Senin (10/7/2023).

Rapat yang langsung dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang ini membahas penyampaian aspirasi terkait kasus-kasus pertanahan.

Anggota Komisi II DPR RI, Ongku P Hasibuan usai RDP menjelaskan, Komisi II dalam waktu dekat akan memanggil PT DSI untuk dimintai keterangan.

"(Kemungkinan, red) ada, sangat mungkin. Kita mau lihat laporan tidak hanya satu pihak saja. Laporan masyarakat akan kita lihat, tindaklanjutnya apa nanti berdasarkan rekomendasi mereka (Panja Mafia Tanah). Apakah kita akan memanggil perusahaannya atau kita butuh kroscek ke lapangan," kata Ongku, di depan Ruang Rapat Komisi II, Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Senin (10/7/2023).

Ongku merasa kecewa karena setiap permasalahan hukum antara PT DSI dengan masyarakat selalu dimenangkan oleh perusahaan itu.

"Kita merasa kecewa sekali, masalah hukumnya mulai dari tingkat PN, PT, MA, bahkan PK menang lagi dia (PT DSI, red) kan. Ini luar biasa dimana sih permasalahannya, kita belum tau. Kita belum punya kesempatan dengan menteri mengenai ini, nanti kita akan upayakan, karena permasalah tanah ini tidak sederhana," ucap Ongku.

"Masak iya Sertipikat kalah (dengan) hanya sekedar izin dan tidak punya HGU. Izin itu bukan kepemilikan dan bukan alas hak. Sertipikat itu jelas alas hak. Apa dasarnya, kenapa mereka menang sampai ke Pengadilan? Terus terang saya nggak mengerti," sambungnya.

Untuk itu Komisi II nantinya berencana meninjau lokasi lahan masyarakat yang berada di 3 kecamatan di Kabupaten Siak tersebut.

"Bisa (meninjau lokasi, red) , untuk itu kita rapatkan dulu. Bisa jadi orangnya kita panggil ke sini bisa jadi ada turun ke lapangan. Kalau kita masih belum cukup informasi, kita akan turun ke lapangan mencari informasi yang lebih detail," ucapnya.

Diungkapnya, masalah pertanahan di Indonesia adalah hal yang paling krusial untuk dibahas saat ini. Karena banyak lahan yang dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu saja.

"Mayoritas lahan itu dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu saja, sementara masyarakat tidak memiliki lahan," bebernya.

Kuasa hukum pemilik lahan di Desa Dayun, Kecamatan Dayun, Daud Pasaribu menjelaskan, sengketa itu berawal ketika PT Duta Swakarya Indah (DSI) menerima SK Pelepasan dari Kementerian Kehutanan pada tahun 1998. Namun, beberapa tahun sebelumnya, warga di 3 kecamatan tersebut telah menggarap lahan tersebut.

Kemudian pada tahun 2012, PT DSI menggugat lahan tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Siak dengan termohonnya PT Karya Dayun (KD).

"PT Karya Dayun ini perusahaan yang ditunjuk untuk mengelola lahan seluas 1.300 Hektar lahan sawit masyarakat. Artinya ada lebih kurang 643 Persil lahan yang bersertipikat yang berada di Desa Dayun, sekitar lebih kurang 800 SKT dan SKGR di Koto Gasib dan Mempura," jelas Daud.

Dalam perjalanan perkara, PT DSI memenangkan gugatan atas PT Karya Dayun di PN Siak. Namun, yang menjadi persoalan, PT KD bukanlah pemilik lahan tersebut dan masyarakat pemilik sertipikat bukanlah para pihak yang digugat.

Berbekal putusan PN Siak itu, PT DSI mengajukan proses eksekusi lahan di Desa Dayun tersebut.

"PN Siak bersurat ke Kantor Pertanahan Siak untuk rencana eksekusi. Kantor Pertanahan Siak membalas surat tersebut dengan menyebut bahwa lahan tersebut bukanlah milik PT KD yang menjadi objek sengketa PT DSI. Dalam gugatan tersebut masyarakat pemegang SHM, SKGR, SKT tidak menjadi para pihak dalam perkara tersebut," tegas Daud.

Namun, proses eksekusi akhirnya tetap dilakukan pada 12 Desember 2022 lalu walaupun mendapat penolakan dari pemilik lahan.

Usai eksekusi, berbagai masalah timbul. Mulai dari pendudukan lahan, pembuatan jembatan akses dari kebun PT DSI ke kebun warga hingga bentrok antara preman suruhan PT DSI dengan pekerja PT Karya Dayun dan pemilik lahan.

Paska bentrok, pihak kepolisian berjaga di lokasi. Daud meminta agar pihak kepolisian bersikap netral dalam menyikapi persoalan tersebut.

"Setidaknya pihak kepolisian bisa bersikap netral, karena masyarakat ini bukan perampok. Mereka dihambat aksesnya untuk memanen dan menjual buahnya. Mereka adalah pemilik lahan sebelum PT DSI menerima SK Pelepasan Kawasan dari Menteri Kehutanan. Seharusnya pihak kepolisian melindungi masyarakat pemilik lahan dari preman-preman suruhan PT DSI," pungkas Daud.

Sementara itu, kuasa masyarakat Kecamatan Koto Gasib, Dayun dan Mempura, Sunardi SH menjelaskan, sesuai aturan ketika ada lahan pelepasan kawasan tersebut ada lahan masyarakat, maka wajib dikeluarkan atau dilepaskan (enclave).

"Sedangkan dalam diktum kesembilan dalam peraturan Menteri Kehutanan itu jelas menegaskan bahwa satu tahun sejak diberikan izin pelepasan kawasan PT DSI wajib mengurus izin HGU. Kalau tidak, izin tersebut akan batal dengan sendirinya," jelas Sunardi.

Sejak tahun 1998 hingga saat ini, PT DSI tidak memiliki HGU. Ini dibuktikan oleh terbitnya surat dari Kanwil BPN Riau tertanggal 30 Mei 2023.

"Jelas di surat itu tertulis sejak tahun 1998 PT DSI tidak memiliki HGU," bebernya.

Untuk itu, dalam RDP ini Sunardi berharap kepada Komisi II DPR RI agar dapat meninjau ulang izin pelepasan kawasan PT DSI.

"Izin pelepasan kawasan milik PT DSI ini agar dapat ditinjau ulang. Bila perlu dapat dilakukan pembekuan. Mengingat lokasi yang diberikan oleh Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian di luar dari perkebunan milik masyarakat," pungkasnya.-dnr