RIAUIN.COM - Indonesia merupakan negara pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Luas kebun sawit di Indonesia saat ini mencapai 15,38 juta hektare (data tahun 2022).
Selain pengekspor, Indonesia juga memiliki kebun sawit terluas, dimana sebagian besar berada di Provinsi Riau. Total luas kebun sawit di Riau mencapai 4 juta hektar. Perkebunan sawit ini merupakan sektor vital penunjang perekonomian yang telah menyerap lebih dari 17 juta tenaga kerja.
Banyaknya tenaga kerja di perkebunan sawit, menimbulkan satu masalah yang harus segera ditanggulangi. Masalah tersebut adalah penggunaan pekerja anak di perusahaan-perusahaan sawit. Saat ini pekerja anak di sektor kelapa sawit menjadi isu dan sorotan dunia internasional.
Untuk mengatasi permasalahan eksploitasi anak ini, Kementerian Tenaga Kerja RI pada tahun ini kembali melanjutkan Program Pencanangan Sektor Perkebunan Kelapa Sawit Terbebas dari Pekerja Anak.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI, Dr Hj Ida Fauziyah, MSi menjelaskan, program tersebut telah dipaksakan pada 16 provinsi 27 kabupaten se-Indonesia.
"Total 423 perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan sawit pada 16 provinsi tersebut telah berkomitmen tidak mempekerjakan anak," kata Ida Fauziah, melalui video conference dari Jenewa, Swiss, pada acara pencanangan sektor perkebunan kelapa sawit terbebas dari pekerja anak, di Hotel Pangeran, Pekanbaru, Senin (12/6/2023).
Berdasarkan, data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, jumlah pekerja anak di Indonesia mencapai 1,05 juta orang. Dari jumlah tersebut, 27,6 persen di sektor pertanian, 57,51 persen di sektor jasa dan 14,86 persen di sektor industri.
"Jumlah ini mengalami penurunan setelah sebelumnya meningkat akibat pandemi Covid-19. Tapi, jumlah tersebut masih lebih tinggi jika dibanding sebelum pandemi tahun 2019. Tentu ini bukanlah jumlah yang sedikit, untuk menanggulanginya diperlukan komitmen bersama baik pemerintah maupun seluruh pemangku kepentingan, tegasnya.
Tingginya jumlah pekerja anak ini, menjadi isu dan dibahas oleh lembaga perlindungan anak Internasional Labour Organization (ILO). ILO sangat menentang praktek-praktek perburuhan terhadap anak, khususnya di sektor sawit.
"Komitmen perintah Indonesia pada bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak ini, dibuktikan dengan diratifikasi ya konvensi ILO nomor 138 mengenai usia minimum bekerja dengan UU nomor 20 tahun 1999 dan konvensi ILO nomor 182 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dengan UU nomor 1 tahun 2000," papar Ida Fauziyah.
Dari ratifikasi tersebut, kata Ida, Pemerintah Indonesia melalui UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan telah mengatur kebijakan tentang pekerja anak.
Keberadaan anak di tempat-tempat tersebut baik langsung ataupun tidak langsung akan membawa pengaruh buruk. Untuk itu, harus ada upaya yang serius, terencana dan berkelanjutan.
"Perlindungan dan penegakan hukum bagi pekerja anak harus dilakukan dengan memastikan bahwa kepentingan terbaik untuk anak tidak boleh dirampas oleh siapapun serta membebaskan anak-anak dari belenggu pekerjaan yang belum menjadi tanggungjawab mereka," tuturnya.
Bulan ini, kita sedang memeringati Hari Dunia Menentang Pekerja Anak yang disebut juga dengan World Day Against Child Labour, diperingati setiap tanggal 12 Juni.
"Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global tentang isu pekerja anak yang masih terjadi di banyak negara di seluruh dunia. Ini merupakan momentum bagi dunia untuk memfokuskan perhatian terhadap pentingnya penghapusan pekerja anak di seluruh dunia termasuk Indonesia," lanjutnya.
Pada tahun 2021 lalu, pencanangan sektor sawit bebas dari pekerja anak diikuti oleh 7 provinsi dengan melibatkan 287 perusahaan di 35 kabupaten/kota.
"Untuk tahun 2023 ini, Kemnaker RI kembali melaksanakan pencanangan sektor perkebunan sawit bebas pekerja anak dengan memperluas jangkauan wilayah yang mengikutsertakan 16 provinsi dengan luas tanaman perkebunan lebih dari 100.000 hektar," pungkasnya.
Direktur ILO Perwakilan Indonesia, Jauhari Sitorus menyambut baik pencanangan sektor perkebunan sawit bebas dari pekerja anak ini.
Kata Jauhari, sejak tahun 1992 pemerintah Indonesia bersama ILO sudah menghapuskan praktek praktek pekerja anak.
"ILO Mencatat selama kurang lebih 30 tahun, kita semua telah mengupayakan serangkaian kerja sistematis dengan gerakan pendekatan agar praktek ini segera terhapus. Indonesia telah melakukannya, berbagai program telah dilaksanakan termasuk juga Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Indonesia Pintar (PIP)," ucap Jauhari.
Program pencanangan perkebunan kelapa sawit bebas pekerja anak yang dicanangkan hari ini, tentu memperkuat komitmen Indonesia dan dunia dalam menyelamatkan anak.
"Untuk itu ILO sangat menyambut baik atas segala upaya dan kerjasama ini. Kita menyadari bahwa upaya ini masih terus berjalan. Pengalaman bersama selama tiga dekade telah menunjukkan bahwa pekerja anak dapat dihapuskan atau diminimalkan jika akar penyebabnya dapat diatasi," ungkapnya.
Indonesia dan ILO, kata Jauhari, menilai praktek perburuhan anak ini muncul, salah satu faktornya bersumber dari rumah tangga.
"Dua pertiga dari pekerja anak justru harus menghidupi keluarganya. Situasi ini telah menghambat pertumbuhan ekonomi seluruh dunia dan merupakan ancaman bagi kemajuan umat manusia. Penghapusan perburuhan anak adalah landasan aspirasi keadilan sosial termasuk di perkebunan kelapa sawit. Ini merupakan kunci menuju masyarakat yang adil dan damai," pungkas Jauhari.
Sementara, Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kemnaker RI, Yuli Adiratna menegaskan, untuk mencegah ekploitasi anak terutama di sektor sawit, Kemnaker beserta jajaran sudah melakukan edukasi kepada seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Kemnaker juga melibatkan pemerintah daerah agar benar-benar memastikan perusahaan yang berada di daerah tersebut untuk tidak mempekerjakan anak.
"Kita lakukan koordinasi dengan serikat pekerja dan buruh di masing-masing daerah dan nasional untuk mengkampanyekan sawit bebas dari pekerja anak. Kita libatkan juga asosiasi GAPKI, APINDO dan Kadin. Semua sektor kita ajak bersama-sama untuk mengkampanyekan program ini," kata Yuli.
Seandainya masih ada perusahaan yang menggunakan pekerja anak paska pencanangan ini, Kemnaker RI kata Yuli, akan melakukan sosialisasi, pemeriksaan, edukasi dan rekomendasi.
"Jika ditemukan adanya indikasi pekerja anak, tentu Kemnaker melalui Disnakertrans setempat akan mengeluarkan Nota pemeriksaan agar perusahaan tidak mempekerjakan anak di perkebunan kelapa sawit," kata Dia.
Kadisnakertrans Provinsi Riau, Imron Rosyadi menjelaskan, pencanangan sektor perkebunan sawit terbebas dari pekerja anak ini menjadi isu internasional.
"Hasil pembicaraan tahun lalu dengan ILO, Pengawas Ketenagakerjaan sudah cukup intens menegaskan untuk tidak lagi mempekerjakan anak, walaupun sekedar mengutip berondol sawit," kata Imron.
Dirinci Imron, sebanyak 87 perusahaan di Riau hari ini telah berkomitmen dalam pencanangan sektor sawit bebas pekerja anak.
"Seluruh perusahaan ini tidak ada yang memperkerjakan anak. Selama ini kami telah melakukan pembinaan melalui pengawas ketenagakerjaan di lapangan. Ada ditemukan satu atau dua perusahaan yang terindikasi ada pekerja anak. Tapi kasusnya bukan mempekerjakan anak, melainkan karena diajak oleh orangtuanya," jelas Imron.
Untuk itu, Imron menghimbau kepada perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang ada di Riau agar menerapkan program ramah anak.
"Kami minta adanya perhatian dari perusahaan dengan cara mendirikan fasilitas-fasilitas untuk anak. Dengan ini, kita berharap betul-betul tidak ada lagi perusahaan yang melibatkan anak dalam bekerja," pungkasnya.-dnr