RIAUIN.COM - Konflik lahan di Desa Dayun, Kabupaten Sian, Riau antara warga pemilik sertipikat (SHM) dengan PT Duta Swakarya Indah (DSI) nampaknya tak kunjung ada penyelesaiannya.
Lahan itu diklaim PT DSI masuk dalam kawasannya dan telah memiliki putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sementara para pemilik lahan bertahan karena mengantongi SHM yang dikeluarkan Kantor BPN Siak.
Beberapa waktu lalu mediasi antara pemilik lahan dengan PT DSI di Polres Siak menemui jalan buntu. Bahkan PT DSI telah mengerahkan orang-orang dari luar untuk melakukan pemanenan buah sawit di lahan yang masih berstatus milik dari H Muhammad Dasrin dan kawan-kawan.
Selain itu, puluhan pekerja, istri dan anak-anak mereka turut serta menjadi korban akibat konflik ini. Mereka merasa ketakutan atas hadirnya orang-orang yang diduga preman sewaan PT DSI.
Beberapa waktu lalu, salah satu warga pemilik lahan telah melaporkan aksi pengrusakan, dugaan pencurian buah sawit dan premanisme ini ke Polres Siak tertanggal 9 Maret 2023. .
Terkait laporan itu, Polres Siak sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian (SP2HP) B./57/III/Res.1.10/2023/Satreskrim yang diterbitkan Polres Siak tanggal 30 Maret 2023.
Belakangan, aksi serupa kembali terjadi dan M Dasrin kembali membuat laporan di Polda Riau dengan nomor LP
"Mengingat para pelaku belum diberikan tindakan, sehingga kami kembali membuat LP baru di Polda Riau," kata M Dasrin, Rabu (19/4/2023).
M Dasrin menegaskan, apabila kasus dugaan pencurian ini belum juga menemui titik terang dan pihak kepolisian belum menangkap pelaku, maka pihaknya akan membuat laporan ke Biro Wassidik Mabes Polri.
"Apabila kejadian ini pihak Polres Siak belum juga dapat menyimpulkan tentang perbuatan pidana yg dilakukan pihak PT DSI, maka kami akan meminta bantuan Biro Wassidik Mabes Polri agar dapat ditemukan titik terang atas kejahatan yang terjadi," pungkas M Dasrin.
Terkait laporan ini, Kapolres Siak AKBP Ronal Sumaja beberapa waktu lalu menegaskan bahwa pihaknya menginginkan kejelasan status lahan tersebut. Menurutnya, kedua belah pihak saling klaim menjadi pemilik lahan. PT DSI sudah memegang putusan dari MA yang inkrah, sementara warga memiliki SHM yang sah atas tanah dan lahan.
"Pidana dalam kasus pencurian itu harus jelas dulu status kepemilikan. Ini kan saling beradu, satu merasa (punya hak, red) dengan putusan eksekusi, satu lagi memang nggak bisa dipungkiri masih punya SHM yang belum dibatalkan. Itu yang menjadi masalah, kami menyarankan untuk status quo. Namun demikian tidak bisa dipatuhi faktanya. Kami sarankan bisa duduk bersama untuk membuat kesepakatan itu," tuturnya, Rabu (12/4/2023).
Lebih lanjut, Polres Siak juga telah memprakarsai mediasi antara pemilik lahan bersertipikat dengan PT DSI. Bertempat di Aula Tribarata Polres Siak, mediasi tersebut tidak menghasilkan kesepakatan apa-apa. Kedua belah pihak tetap kekeuh dengan argumennya masing-masing.
"Belum ada kesepakatan, semua masih bersikeras kedua belah pihak. Kami dari pihak keamanan dan Pemda tentunya menginginkan yang terbaik. Kita sama-sama tau ada agenda untuk kepentingan yang lebih besar yaitu Idul Fitri," ucap Ronald.
Apabila memang tidak ada kesepakatan, kata Ronald, pihaknya akan mengambil langkah dan tindakan.
"Kalau memang tidak ada kesepakatan kami yang akan mengambil langkah dan tindakan. Kami berharap mereka mau mematuhi hukum, jangan lagi berpolemik ataupun bermain narasi atau kata-kata. Apapun putusannya itu, karena proses hukum ini pasti ada item-itemnya. Kalaupun ada jalur yang lain sesuai dengan aturan, silahkan tempuh itu, bukan kita bikin peradilan di jalanan," pungkasnya.
Pengacara PT DSI Suharmansyah dan Anton Sitompul saat rapat mediasi memberikan keterangan perihal putusan pengadilan yang dikantongi PT DSI.
"Kami ada di lokasi itu berdasarkan putusan pengadilan yang sudah inkrah, bahkan sudah dilaksanakan eksekusi," kata Anton.
Soal keberadaan orang asing yang masuk dalam kebun M Dasrin yang di klaim kawasan perusahaan, Anton menyebut bahwa itu adalah sekuriti PT DSI.
"Itu sekuriti kami, (mereka, red) disana itu atas putusan pengadilan. Karena dalam putusan itu lokasi yang telah dieksekusi itu diserahkan sama kita. Karena kalau sudah berkekuatan hukum tetap sehingga kami tetap melaksanakan putusan," kata Anton Sitompul.-dnr