Waduh! Hakim MA Pemutus Perkara PT DSI dan Karya Dayun Disebut Perisai Wakil Setan


Rabu, 12 April 2023 - 11:28:38 WIB
Waduh! Hakim MA Pemutus Perkara PT DSI dan Karya Dayun Disebut Perisai Wakil Setan Ilustrasi/foto:via Bukamatanews

RIAUIN.COM - Polemik sengketa lahan di Desa Dayun, Kabupaten Siak seakan tak kunjung usai. Lahan seluas 1.300 hektar itu disengketakan oleh PT Duta Swakarya Indah (Penggugat) dengan PT Karya Dayun (Tergugat).

Namun, pada lahan tersebut, terdapat tanah kepemilikan warga yang sudah disahkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Siak berupa Sertipikat Hak Milik (SHM).

Terkait sengketa ini, PT DSI telah menempuh upaya hukum hingga ke tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan Nomor 158 PK/Pdt/2015, MA telah membatalkan putusan Nomor 2848 K/Pdt/2013 tanggal 19 Maret 2014.

Bahkan, pada poin 4 putusan MA diputuskan bahwa seluruh SHM cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Menanggapi hal itu, Ketua DPP LSM Perisai Riau selaku yang dikuasakan oleh pemilik lahan menilai ada hal yang janggal dalam putusan tersebut. Sertipikat Hak Milik yang dikeluarkan BPN telah dinyatakan cacat hukum oleh putusan MA itu.

"Penggugat tidak menggugat keabsahan SHM masyarakat, tapi putusan MA membatalkan SHM masyarakat, mana bisa. Hakim yang memutus perkara permasalahan antara PT DSI dengan PT Karya Dayun di MA itu bukan wakil tuhan, tapi attitudenya terindikasi seperti wakil setan. Yang berhak membatalkan SHM itu adalah Pengadilan Tata Usaha Negara bukan Pengadilan Negeri," kata Sunardi.

Karena menurutnya, bagaimana mungkin penggugat tidak mengajukan tentang pembatalan SHM tersebut, namun MA memberikan putusan tentang pembatalan SHM.

"SHM mana pula yang dibatalkan itu, kan tidak jelas. Seharusnya dijelaskan SHM mana yang dibatalkan. Dan BPN Siak sudah memberikan klarifikasi bahwa Sertipikat milik warga tersebut sah dan berlaku," tegas Sunardi.

Dijelaskan Sunardi, SHM hanya bisa dibatalkan melalui gugatan ke PTUN.

"Kalau mau menggugat juga sudah kadaluarsa (batas menggugat PTUN adalah 3 bulan sejak terbitnya putusan pejabat negara (fangkan SHM). Sedangkan SHM sudah terbit belasan tahun yg lalu.
Pihak BPN sampai saat ini berulang-ulang menyatakan bahwa SHM masyarakat adalah sah dan berlaku," terang Sunardi.

Kata dia, Penggugat hanya punya surat pembebasan kawasan hutan dan ijin lokasi berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: 17/Kpts-II/1998 tertanggal 6 Januari 1998.

"Artinya penggugat belum memiliki tanah. Kepemilikan tanah harus melalui pembebasan tanah dengan membeli dari pemilih tanah yg punya SHM. Ini tidak dilakukan penggugat, malah merasa memiliki pohon sawit yg ditanam masyarakat, dan sekarang menyuruh preman untuk memanen sawit tersebut," tegasnya.

Terkait persoalan hak (HGU) atas lahan tersebut, beberapa waktu lalu, Kabid Penetapan dan Pendaftaran Hak (PPH) BPN Provinsi Riau, Umar Fathoni menyebutkan, kalau perusahaan tersebut baru mengajukan pengukuran, sehingga dapat diartikan PT DSI belum pernah memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

"PT DSI sampai saat ini belum ada mengajukan permohonan hak (HGU, red), mungkin dalam proses pengukuran mungkin ya. Kalau HGU itu diukur dulu, sampai saat ini belum ada permohonan hak," ujar Umar Fathoni.

Soal permasalahan dengan pengadilan, kata Umar, karena ini proses hukum dan sudah ada penanganannya, ini merupakan kewenangan Bidang V.

Dijelaskan Umar, pelaksanaan Constatering dan Eksekusi, subjek dan objeknya yang akan dilakukan Constatering dan Eksekusi itu harus jelas.

"Tadi objeknya dimana, tidak tahu. Jadi Pengadilan apa ini?," tanya Umar.

Umar Fathoni mengatakan, permohonan itu baru sebatas permohonan pengukuran fisik, bukan permohonan hak. Apabila telah dikeluarkannya surat permohonan fisik, barulah permohonan hak diterbitkan.

"Sudah keluar fisik, baru diumumkan haknya. Dari hal itu kita tahu nanti berapa yang akan diberikan. Yang pasti harus clear dulu dari kawasan hutan, penguasaan masyarakat dan ada sungai, dikeluarkan semua. Itulah disaat ini dalam proses pengukuran," ucap Umar.

Untuk diketahui, dalam eksepsinya, MA memutuskan tujuh point dalam putusan tersebut yakni:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian;

2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;

3. Menyatakan bahwa lahan/tanah Objek Perkara seluas 1.300 Ha yang terletak di Km 8 Desa Dayun adalah sah merupakan kawasan perizinan dari PT Duta Swakarya Indah (Penggugat) berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: 17/Kpts-II/1998 tertanggal 6 Januari 1998.

4. Menyatakan cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum seluruh alas hak baik berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) atau alas hak dalam bentuk apapun yang dijadikan dasar oleh tergugat untuk menduduki dan menguasai tanah objek sengketa seluas 1.300 Ha tersebut.

5. Menghukum Tergugat atau siapa saja yang menguasai lahan/tanah objek gugatan seluas 1.300 Ha, untuk mengembalikan dan menyerahkan tanah objek perkara berikut tanaman kelapa sawit yang berada diatasnya kepada Penggugat, segera setelah penggugat membayar nilai tanaman kelapa sawit sebesar Rp26 miliar kepada Tergugat. Apabila Tergugat tidak bersedia menerima pembayaran nilai tanaman tersebut dari penggugat maka Tergugat atau siapa saja yang menguasai tanah objek sengketa harus segera menyerahkan tanah obyek sengketa dalam keadaan kosong kepada penggugat, jika perlu dengan bantuan aparat penegak hukum.

6. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp2 juta per hari, jika lalai melaksanakan putusan ini.

7. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya. Menghukum Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/ Tergugat/Pembanding untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sejumlah Rp2,5 juta.-dnr