Kebiasaan Saling Serang di RDP, Pakar: Posisi DPR dan Pemerintah Sejajar


Rabu, 05 April 2023 - 11:13:21 WIB
Kebiasaan Saling Serang di RDP, Pakar: Posisi DPR dan Pemerintah Sejajar Dr Robintan Sulaiman, Foto:dnr

RIAUIN.COM - Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR bersama Menkopolhukam Mahfud MD terkait dugaan transaksi mencurigakan Rp349 triliun beberapa waktu lalu berlangsung panas dan dihujani interupsi.

Suasana panas terjadi dalam rapat Komisi III DPR bersama Menko Polhukam Mahfud MD di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (29/3/2023) sore.

Menanggapi polemik RDP yang suasananya selalu cenderung panas dan menegangkan ini, Ahli Pidana Forensik Dr Robintan Sulaiman SH MH MA MM CLA dalam kanal Youtubenya menerangkan bahwa kedudukan Pemerintah dengan DPR itu bukan sub-koordinasi.

"Jadi artinya sejajar, antara Legislatif (DPR) dengan pemerintah itu sejajar," jelas Dr Robintan, Selasa (4/4/2023).

Dijelaskan pemilik Kantor Hukum RSP Lawfirm sekaligus Ahli Hukum Independen ini, terkait iklim RDP yang cenderung panas ini, dirinya mendapatkan pertanyaan dari sejumlah netizen bahwa setiap ada RDP terkesan ada saling serang antara DPR dan Pemerintah.

"Yang mengherankan itu, suatu tempo membingungkan kita juga, kok setiap kali ada RDP ada seolah menyerang, ada semacam ketidaksukaan, ini yang menurut saya kurang pas," papar Robintan.

Menurutnya, fungsi dari DPR itu adalah pengontrol kinerja pemerintah. Khusus Komisi III DPR RI, bertugas mengawasi penegakan hukum.

"Semua lembaga penegakan hukum itu semua diawasi oleh DPR (Komisi III, red). Dalam suasana rapat RDP itu, terlihat bukan RDP kelihatannya, itu kayaknya saling menyerang. Ini yang menurut saya dikoreksi, harus ada tradisi baru yang harus dikembangkan antara pemerintah sama DPR ini. Ketika itu dipertontonkan, rakyat jadi bingung, ada yang marah-marah, hubungannya jadi kurang bagus secara kelembagaan," jelas Robintan.

Kata dia, DPR seharusnya berterima kasih dengan adanya informasi-informasi yang berhubungan dengan pekerjaannya untuk melakukan pengawasan.

"Saya melihat bahwa yang disebut Pak Mahfud MD itu dugaan adanya TPPU yang belum tentu juga korupsi," ucapnya.

Robintan menjelaskan, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) memiliki undang-undang sendiri dan TPPU itu lahir karena adanya kejahatan. Sesuai Informasi yang beredar ada 69 pejabat Kemenkeu yang terindikasi terlibat dalam transaksi dari 2009-2022 senilai 349 T.

"Itu mesti digali karena memang betul informasi Pak Mahfud itu ada TPPU. TPPU itu kan macam-macam jenisnya, antara lain seperti menyamar-nyamarkan asal usul uang. Memang harus dibuktikan, hanya saja TPPU nya tetap harus disidik karena punya undang-undang sendiri," papar Robintan.

Pertanyaannya, apakah TPPU harus menunggu predikat crime atau tindak pidana utama terlebih dahulu?

"Tidak perlu, (TPPU, red) harus berjalan secara simultan bisa. Kalau TPPU nya nanti berbarengan dengan pidana pokok, pidana pokok terbukti, ini (TPPU, red) pasti terbukti.

Mudah-mudahan pemerintah bisa betul-betul mempunyai tekat untuk membongkar sejelas-jelasnya kasus ini.

Seperti diketahui, dalam RDP bersama Komisi III DPR RI, Mahfud MD membuka paparannya dalam rapat terkait dugaan transaksi mencurigakan Rp349 triliun. Mahfud saat itu menegaskan bahwa posisi atau kedudukan pemerintah dan DPR sejajar.

"Kedudukan DPR dan pemerintah sejajar, oleh sebab itu itu kita harus bersama bersikap sejajar," kata Mahfud dalam rapat.

Rapat yang dimulai pukul 15.00 WIB itu baru selesai pada pukul 23.00 WIB. Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menyatakan pihaknya akan kembali mengadakan rapat yang mengundang Mahfud dan Menkeu Sri Mulyani.-dnr