Warga Buluhnipis Demo, Larang Sawit Milik Ayau dalam Kawasan HPT Dijual ke Pabrik


Selasa, 15 November 2022 - 08:21:31 WIB
Warga Buluhnipis Demo, Larang Sawit Milik Ayau dalam Kawasan HPT Dijual ke Pabrik Massa demo di kebun sawit milik Ayau/foto:via Aznil

RIAUIN.COM - Ratusan warga Kenagarian Buluhnipis Desa Kepau Jaya, Kecamatan Siakhulu Kampar Riau, menggelar aksi unjukrasa damai di pintu gerbang kebun sawit milik Suryanto alias Ayau, Senin (14/11/2022)

Mereka menyebut mulai detik ini pukul 14.30, massa melarang dan menghentikan panen buah kelapa sawit yang ditanam dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) untuk diangkut keluar dijual ke pabrik kelapa sawit (PKS).

Massa Kenagarian Buluhnipis Kecamatan Kapau Jaya juga menuntut apabila Ayau tidak mau menyediakan lahan ulayat Kenagarian Buluhnipis 20 persen dari luas sesuai hasil perjalanan dinas KPH Sorek untuk masyarakat sesuai regulasi aturan dari Pemerintah, maka masyarakat akan bangun tenda di jalan keluar kebun sawit. Buah sawit dilarang diangkut keluar.

Menurut salah seorang tokoh Kenagarian Buluhnipis, Aswir Datuk Lelo Sati dari Persukuan Domo dalam aksi demo damai ini Hak ulayat Kenagarian Bukuhnipis diatur dalam Perda Kabupaten Kampar Riau Nomor 12/1999.

Menurut Azwir bahwa Ayau dulu pada tahun 1996 membeli lahan kepada masyarakat dalam bentuk surat SKGR. Tapi dari hasil perjalanan dinas KPH Sorek dan ada petanya diukur baru-baru ini lahan Ayau dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).

Bahwa sesuai Perda Kabupaten Kampar Riau No.12/1999 luas kawasan Kenagarian Buluhnipis adalah 30.000 Ha. Kebun Ayau berada di dalam kawasan ini seharusnya meminta izin kepada Ninikmamak untuk berinventasi di Buluhnipis ini.

"Dampak kehadiran kebun sawit, dua danau yang dulunya jadi sumber tangkapan ikan warga ini kini dua danau itu jadi dangkal," kata Azwir Datuk Lelo Sati.

Menanggapi tuntutan warga ini, Manajer Suwito di hadapan demonstran menegaskan UU Cipta Kerja Nomor 11/2020 berlaku sampai 2023 diberi kesempatannya untuk yang keterlanjuran.

Menurut Suwito, warga dipersilakan menuntut ke jalur hukum yakni Pengadilan. Menyangkut perizinan yang dipertanyakan demonstran menurut Suwito yang diizinkan untuk operasional, sesuai Pasal 30 setiap orang yang tidak menyelesaikan persyaratan perizinan di bidang kehutanan dalam tiga tahun sejak UU Cipta Kerja No. 11/2020 berlaku dikenakan sanksi administratif berupa pembayaran denda.

Dua, sanksi administratif berupa pembayaran denda administratif sebagaimana dimaksud ayat 1 ditetapkan oleh Menteri.

Tiga, pembayaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib disetorkan ke Kas Negara dalam jangka waktu 6 bulan sejak ditetapkan pengenaan sanksi administratif.

Empat,  setiap orang melaporkan bukti pelunasan denda administrasi kepada Menteri. Lima, berdasarkan bukti pelunasan denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 4, Menteri menerbitkan: a. Persetujuan pelepasan kawasan hutan di kawasan Hutan Produksi atau persetujuan melanjutkan kegiatan usaha di dalam kawasan Hutan Lindung atau Hutan Konservasi. Demikian penjelasan Manajer Suwito selaku anak buah dari Suryanto alias Ayau di hadapan demonstran warga Kenagarian Buluhnipis tersebut.

Sementara data yang dihimpun di lapangan, Pengusaha Ayau telah memiliki surat-surat tanah jual beli dengan warga sekitarnya dan bukti penyerahan Ninikmamak atau datuk-datuk terdahulu atau yang mewarisinya di sekitar kebun itu.

Sehubungan klaim kawasan HPT, pihak Ayau telah mengajukan ke Kemen LHK untuk dilakukan verifikasi teknis (vertek) melalui kelompok tani yang sudah terbentuk. Sehingga apa yang dituduhkan sekelompok orang itu tidak benar. Menurut Ayau dia menggarap kebun ini dulunya lahan pertanian milik masyarakat.

Ayau tegaskan riwayat pembukaan kebun itu diperolehnya dari jual beli dia lakukan secara patut dan benar saat itu, diketahui oleh seluruh tokoh masyarakat Ninikmamak dan datuk-datuk yang menjabat saat itu. Dapat ditunjukkan bahwa dahulu Ayau sudah menawarkan itikad baik untuk kerjasama pola kemitraan dengan warga. Tapi warga saat itu menolak dan hanya ingin pembayaran untuk proses jual beli tersebut.

Dapat ditambahkan lagi, dengan telah diganti ruginya lahan pertanian masyarakat yang awalnya telah disetujui oleh Ninikmamak sehingga telah berganti kepemilikan menjadi milik Ayau, maka status kebun bukan lagi menjadi statusnya hutan/lahan adat, tetapi sudah berpindah menjadi kepemilikan pribadi yang secara hukum dibuktikan dengan adanya SKGR.

Namun dalam menyikapi persoalan yang berkembang menyayangkan adanya aksi massa demo yang bukan sepenuhnya warga Desa Kepau Jaya, seharusnya setiap warga negara taat hukum, sehingga segala persoalan dapat disikapi dengan jernih dan jikapun tidak sependapat, dipersilahkan mencari penyelesaikan di pengadilan.***