5 Organisasi Medis di Riau Tolak Penghapusan UU Profesi dalam RUU Omnibus Law


Ahad, 06 November 2022 - 15:09:41 WIB
5 Organisasi Medis di Riau Tolak Penghapusan UU Profesi dalam RUU Omnibus Law Pernyataan sikap sejumlah tenaga kesehatan di Kampus Unilak/foto:tsi

RIAUIN.COM - Lima Organisasi Profesi (OP) Medis di Riau menyatakan sikap menolak penghapusan Undang-Undang Profesi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan atau Omnibus Law sejak ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas oleh DPR RI.

Kelima organisasi itu diantaranya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

Ketua IDI Cabang Riau, dr Zul Asdi mengatakan, IDI Cabang Riau beserta Organisasi Profesi Kesehatan lainnya mendukung perbaikan sistem kesehatan nasional alih-alih mendukung penghapusan UU Profesi yang ada dalam RUU Kesehatan.

"Di daerah tidak ada masalah mengenai kewenangan IDI dan Pemda, malah terbantu oleh OP medis dan kesehatan dalam mendukung peningkatan kesehatan masyarakat," kata dr Zul Asdi saat menggelar aksi penolakan di kampus Universitas Lancang Kuning (Unilak) Minggu, (06/11/2022).

Zul Asdi menyebut, pembahasan RUU Kesehatan tidak bisa menghapuskan UU yang mengatur tentang profesi kesehatan. Alih-alih menghapus, Zul Asdi justru mendorong adanya penguatan UU Profesi Kesehatan lainnya.

Selain itu, tambah Zul Asdi, kelima organisasi kesehatan di Riau ini juga mendesak pemerintah dan DPR lebih aktif melibatkan Organisasi Profesi Kesehatan dan unsur masyarakat dalam memperbaiki sistem kesehatan untuk masa depan Indonesia yang lebih sehat.

"Kami sepakat kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga," terang Zul Asdi.

Zul Asdi juga mengingatkan, masih banyak tantangan kesehatan yang perlu ditangani, seperti penyakit TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak atau KIA, maupun penyakit-penyakit Triple Burden yang memerlukan pembiayaan besar.

Kemudian, masih kata Zul Asdi, pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN, dan pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi rentan kejahatan siber.

"Tantangan ini harus dihadapi dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat," kata Zul Asdi.

Sementara itu, ketua PDGI cabang Riau, dr Burhanudin mengatakan bahwa memperbaiki sistem kesehatan secara komprehensif merupakan hal yang paling penting dilakukan untuk saat ini. Karena menurutnya, perbaikan harusnya dimulai dari pendidikan hingga pelayanan.

Acuannya pada dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030 yang diterbitkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2016.

Perbaikan dilakukan oleh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil.

"Hal ini sejalan dengan prinsip governance, di mana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain. Isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini," tutup dr Burhanudin.***