KLHK RI: Pemilik Kebun Sawit Ilegal di Riau Lewat 2 November 2020 Masih Beraktivitas Bisa Dipenjara


Kamis, 22 September 2022 - 22:32:45 WIB
KLHK RI: Pemilik Kebun Sawit Ilegal di Riau Lewat 2 November 2020 Masih Beraktivitas Bisa Dipenjara Ilustrasi/foto:dok.azf

RIAUIN.COM - Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pencegahan dan Pengamanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Sustyo Iriyono menyampaikan, terkait 1,4 juta Hektare (Ha) lahan kebun sawit nonprosedural/ilegal di Provinsi Riau.

Pajak yang tak bisa ditarik sekira Rp107 triliun per tahun. Ini adalah persoalan lama dalam penggunaan kawasan hutan tanpa izin dengan menggunakan skema Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).

Sustyo menyebut, dalam PP 24 pasal 110 a dan pasal 110 b ada ketentuan dan aturan main terhadap Hutan Produksi (HP), Hutan Lindung (HL) dan Hutan Konservasi (HK).

Hal itu disampaikannya di sela-sela Rapat Koordinasi (Rakor) Penegakan Hukum dan Penanganan Konflik Satwa Liar di Provinsi Riau di Labersa Grand Hotel, Kecamatan Siakhulu, Kampar, Riau, Kamis (22/9/2022).

"Tentunya ada aturan main terhadap Hutan Produksi berbeda, Hutan Lindung berbeda dan Hutan Konservasi berbeda. Itu akan semua dihutankan kembali kecuali prioritas-prioritas proyek nasional, misalnya sekolah, masjid dan lain-lain," ujar Sustyo.

Dalam PP Nomor 24/2021, Pasal 110 A membahas mengenai sanksi administratif di bidang kehutanan. Pada prinsipnya mengatur bahwa kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun, memiliki lzin Lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan yang sesuai Rencana Tata Ruang tetapi belum mempunyai perizinan di bidang kehutanan yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11/ 2O2O tentang Cipta Kerja, tidak dikenai sanksi pidana tetapi diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pengurusan perizinan di bidang kehutanan dengan membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).

Pasal 110 B yang pada prinsipnya mengatur bahwa kegiatan usaha pertambangan, perkebunan, dan kegiatan lain di dalam kawasan hutan yang dilakukan-sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 11/2O2O tentang Cipta Kerja dan belum mempunyai perizinan di bidang kehutanan, tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai Sanksi Administratif berupa Penghentian Sementara Kegiatan Usaha, perintah
pembayaran denda administratif dan/atau paksaan pemerintah untuk selanjutnya diberikan persetujuan sebagai alas hak untuk melanjutkan kegiatan usahanya di dalam kawasan Hutan Produksi (HP).

"Tapi terhadap usaha yang tadi, kebetulan saya ketua Tim Satgas Identifikasi terhadap penggunaan lahan tanpa izin dan sekarang sedang dibahas dengan DPR," sambungnya.

Disebut Sustyo, beberapa waktu lalu, Sekjen Kementerian LHK RI Dr Ir Bambang Hendroyono MM dan Anggota DPD RI Dapil Riau Instiawati Ayus menggelar sosialisasi implementasi Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24/ 2021, tentang tata cara pengenaan sanksi administrasi di bidang kehutanan bersama Kapolda Riau Irjen M Iqbal.

"Kemudian nanti ada tim khusus, kemarin Pak Sekjen sudah kemari dan ketemu dengan Kapolda Pak Iqbal, bagaimana mensosialisasikan terhadap UUCK ini," ungkapnya.

Dijelaskannya, soal penggunaan lahan kelapa sawit nonprosedural/ilegal, pemerintah telah memberikan tenggat sampai 2 November 2020 lalu.

"Kemudian para pengguna yang liar (ilegal) tadi, dibuka kesadaran sampai dengan 2 November 2020, kalau masih beraktifitas itu masih bisa kita maafkan. Setelah itu kalau masih beraktifitas ya masuk penjara. Tidak hanya sanksi administrasi tapi ada pidana," tegasnya.

Lahan-lahan yang diduga ilegal itu, akan diberikan kesempatan satu kali daur dan selanjutnya dikembalikan menjadi kawasan hutan.

"Pasti dikembalikan ke hutan, dikasih kesempatan satu kali daur. Ada aturan main di situ. Saya yakin teman-teman dari dunia usaha juga akan mengarah kesana, dia nggak mau juga dituntut oleh pihak penegak hukum," tutupnya.

Sementara itu, Sekjen Kementerian LHK RI Dr Ir Bambang Hendroyono MM saat menggelar sosialisasi implementasi UUCK Nomor 11/2020 dan PP Nomor 24/2021, bersama Kapolda Riau pada Kamis lalu (15/9/2022) lalu mengatakan, Provinsi Riau termasuk provinsi yang menjadi target penyelesaian untuk prinsip-prinsip implementasi UUCK ini.

"Hari ini alhamdulillah dalam kesempatan pendalaman materi, khususnya dalam penegakan hukum dalam UU Ciptaker dengan PP Nomor 24/2021 kami sampaikan tata cara administrasi dan penerapan UU dimaksud," paparnya.

Bambang menyampaikan 5 poin yang menjadi fokus dari Kemen LHK dalam UU Ciptaker. Di antaranya ialah kepastian kawasan itu menjadi poin pertama. Kemudian kepastian hukum menyangkut perizinan dan sebagainya. Ketiga ialah kepastian usaha.

"Jadi bukan hanya swasta, BUMN juga masyarakat. Kemudian ada kepastian keberlanjutan usaha. Ini yang kita jaga ke depannya kalau bekerja harus ada izin. Baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Kelima keberlanjutan lingkungan. Pemulihan lingkungan dan ekonomi menjadi fokus di sini," terang dia.

Bambang berharap kolaborasi ini dapat segera dilakukan. Sehingga tidak ada lagi bisnis dalam landscape hutan produksi terpecah-pecah. Dan tidak ada lagi pekerjaan tanpa aturan.

"Di awal tadi saya mengatakan undangan dari Kapolda yang menginisiasi implementasi kami nyatakan untuk pertama kalinya di Kepolisian di seluruh Indonesia. Yang berniat kolaborasi dengan kementerian LHK," ulasnya.

Penjelasan Kadis LHK Riau

Sebelumnya di tahun 2021 lalu, Kepala Dinas LHK Riau Ir Makmun Murod didampingi Kabid Penataan dan Penaatan Hutan Ir Alwamen kepada wartawan di Ruang Rapat Kadis LHK Riau menjelaskan panjang lebar masalah kebun sawit nonprosedural/ilegal dalam kawasan hutan. Dan apa sanksinya sesuai UUCK.

Menurutnya dalam aturan UUCK yang akan diterapkan sanksinya adalah perhitungan luasan hutan alam, kayu alam yang ditumbang yang dibuka secara ilegal. Hitungan sanksinya 1 Ha hutan alam dengan tegakan kayu diperkirakan 30 meter kubik dikali dengan harga kayu saat itu, itulah harus dibayar oleh pemilik kebun sawit ilegal, ini sanksi non pidananya.

Kepada pemilik kebun sawit nonprosedural itu, lanjut Makmud Murod dan Alwamen, sejak 2020 terbitnya UUCK diberi wakru 3 tahun ke depan mengurus administrasi kewajibannya. Apabila lewat 3 tahun tidak diurus maka sanksi administrasi bisa naik menjadi 10 kali lipat.

Sementara data dari DPP LSM Perisai Riau menemukan data permulaan dugaan luasan HGU kebun sawit perusahaan besar di Riau selain PT Duta Palma. Lahan yang dibuka secara ilegal mencapai puluhan ribu hektare. Ada juga yang baru dapat izin HGU tapi tanpa proses pelepasan kawasan hutan, disini ada dugaan Tipikornya.

Kemudian di Kampar mencapai ribuan hektare, di Inhil sekitar 30.000 Ha, dan masih banyak lagi. Pihak DPP LSM Perisai Riau pekan depan diminta hadir di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau untuk penyerahan data permulaan dan peta-peta yang ada.dnr/azf