Dianggarkan Rp87 Miliar, Proyek Gedung PT BSP di Pekanbaru Terbengkalai


Senin, 19 September 2022 - 22:20:44 WIB
Dianggarkan Rp87 Miliar, Proyek Gedung PT BSP di Pekanbaru Terbengkalai Proyek pembangunan gedung PT BSP yang terbengkalai di persimpangan Jalan Arifin Ahmad-Jalan Sudirman Kota Pekanbaru. | Foto : satria donal

RIAUIN.COM- Proyek pembangunan gedung Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Bumi Siak Pusako (BSP) yang dianggarkan sebesar Rp 87 miliar tahun 2021 lalu, sampai saat ini kondisinya masih terbengkalai.

Hal itu terjadi sekitar akhir tahun 2021, dimana PT BSP memutus kontrak kerja PT Brahmakerta Adiwira yang ditunjuk sebagai kontraktor, karena dinilai melanggar aturan yang sudah disepakati (wan prestasi). 

Pantauan Riauin.com Senin (19/9/2022), lokasi pembangunan gedung PT BSP yang berada di persimpangan Jalan Arifin Ahmad - Jalan Sudirman, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau ini, sangat memprihatinkan. 

Mesin alat berat berupa Tower Crane masih terlihat berdiri kokoh di tengah lokasi pembangunan gedung. Meski sudah hampir 1 tahun ini tidak lagi difungsikan.

Di sekitar berdirinya Tower Crane, tampak puluhan beton tiang pancang dan besi-besi ukuran besar. Di pinggir lokasi, berdiri sejumlah pondok berdindingkan kayu triplek yang biasanya digunakan pekerja untuk beristirahat, sekaligus untuk tempat tinggal selama mengerjakan proyek.

Di bagian depan, tampak plang proyek yang dipasang dekat pintu masuk. Agar tidak terlihat dari jalan, di sekeliling pintu masuk hanya ditutup dengan seng bekas dan terpal warna biru. Semak belukar tumbuh subur di lokasi proyek, sejak pihak kontraktor berhenti bekerja.

Polemik antara PT BSP dengan pihak kontraktor menimbulkan pertanyaan di masyarakat, apalagi anggaran yang digunakan untuk membangun gedung 5 lantai di pusat ibukota Provinsi Riau itu nilainya sangat fantastis.

Koordinator Gerakan Mahasiswa Pemantau Riau (Gempar) Erlangga mendesak penegak hukum agar lebih serius menyelesaikan persoalan proyek pembangunan gedung PT BSP itu.

"Kita sudah berkali-kali menggelar demo ke Kejati Riau agar mengusut dugaan permainan lelang proyek pembangunan gedung PT BSP senilai Rp 87 miliar. Tapi sampai saat ini belum ada perkembangannya. Kita terus pantau di lapangan," kata Erlangga menjawab Riauin.com.

Menurut pria asal Kecamatan Lubuk Dalam ini, ada indikasi kecurangan  yang melibatkan petinggi PT BSP sejak proyek ini dilelang dan dimenangkan PT Brahmakerta Adiwira. 
 
"Sekretaris PT BSP Riki diduga memenangkan titipan yang tak lain adalah koleganya. Karena itu, kita desak proses lelangnya diperiksa Kejati Riau," kata Angga.

Sekitar bulan Maret 2021, proyek pembangunan gedung PT BSP dengan pagu Rp 95.673.959.000 ini, dimenangkan oleh PT Brahmakerta Adiwira dengan nilai penawaran terkoreksi Rp87.552.277.851,16. Adapun jangka waktu pelaksanaannya selama 540 hari kalender.

Setelah 3 bulan proyek berjalan, PT BSP memutus kontrak kerja PT Brahmakerta Adiwira karena pekerjaan yang diselesaikan tidak sesuai dengan kontrak yang disepakati. Merasa dirugikan, PT Brahmakerta Adiwira melakukan somasi terhadap PT BSP.

Dirilis dari Cakaplah.com, PT BSP melalui kuasa hukumnya, Denny Latief & Partners menjelaskan kronologi perselisihan antara PT BSP dengan PT Brahmaketa Adiwira yang berujung saling lapor ke Polda Riau.

Perselisihan itu berawal dari pemutusan kontrak pengerjaan pembangunan Gedung BSP di simpang Arifin Achmad Pekanbaru, karena pekerjaan proyek yang dikerjakan PT BA dinilai tidak sesuai perjanjian kontrak berdasarkan penilaian Manajemen Kontruksi (MK) PT Riau Multy Cipta Dimensi (PT RMCD).

Dimana MK menemukan banyak terjadi kelalaian, wanprestasi, dan penyimpangan atas pekerjaan yang dilakukan PT BA terhadap pembangunan Gedung PT BSP di lahan seluas 7.488 meter per segi itu.

"Jadi pemutusan hubungan kerja oleh PT BSP terhadap PT BA telah sesuai klausul kontrak. Jika ada pihak yang punya penafsiran lain terhadap isi kontrak, maka sesuai pasal 25 kontrak, penyelesaiannya adalah ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)," tegas Denny Azani B Latief SH MH didampingi rekan Ilhamdi Taufik SH MH dan Hamdi Taufik SH MH dalam konferensi pers di Pekanbaru, Jumat (8/4/2022) lalu.

Dia mengatakan, kontrak pembangunan gedung PT BSP sendiri dilakukan antara Direktur PT BSP, Iskandar dengan Direktu PT BA, Aji Susanto Nomor: 011/PKS- BSP/IV/2021 tanggal 15 April 2021 dengan jangka waktu pelaksanaan selama 540 hari kalender terhitung mulai 15 April sampai 6 Oktober 2021.

"Dalam kontrak kerja itu mengatur pembangunan gedung BPS di lahan milik BSP seluas kurang lebih 7.500 meter per segi di jalan Sudirman Pekanbaru. Di dalam kontrak juga sudah disetujui antara PT BSP dengan PT BA untuk memulai pembangunan gedung pada 15 Apri sampai 6 Oktober 2022. Kemudian di dalam kontrak tersebut juga sudah dijelaskan klausul-klausul yang mengikat antara kedua belah pihak. Dimana isi dalam kontrak itu menyatakan jika PT BA lalai memenuhi tahapan-tahapan pembangunan, maka PT BSP berhak memutus hubungan kerja sepihak," terangnya.

Namun singkat cerita, lanjut Denny, dalam waktu kurang lebih satu tahun pembangunan Gedung BSP pekerjaannya tidak menunjukan pembangunan yang signifikan.

"Setelah dihitung-hitung oleh MK ada kelalaian atau wanprestasi mencapai 12,926 persen. Artinya dalam tempo lebih kurang satu tahun tidak terdapat pembangunan yang berarti oleh PT BA. Langkah pemutusan kerja dilakukan setelah adanya peringatan oleh PT BSP kepada PT BA. Namun tetap saja PT BA tidak bisa mengerjakan pekerjaannya. Bahkan di lapangan terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan gedung BSP," paparnya.

Karena itu, sebut Denny, sesuai aturan yang diatur dalam perjanjian, maka PT BSP secara hukum wajib melakukan pemutusan hubungan kerja. Karena kalau itu tidak dilaksanakan, maka PT BSP yang bisa kena audit, dan akan dipertanyakan oleh pengawas-pengawas yang berlaku seperti BPK dan BPKP.

"Maka untuk kontrak itu harus dijalankan seperti yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak, dimana harus diputus kontraknya. Pemutusan hubungan kerja itu juga sesuai rekomendasi dari MK yang ditunjuk oleh tim kedua belah pihak untuk menilai proses pembangunan," ujarnya.

Setelah adanya pemutusan hubungan kerja, lanjut Denny, PT BA ternyata tidak meninggalkan lokasi proyek. Tentu kondisi ini menyulitkan PT BSP melanjutkan pembangunan gedung.

"Kemudian PT BA membuat laporan polisi ke Polda Riau dengan laporan menuduh klaen kami PT BSP melakukan penggelapan atau penipuan. Padahal kita sudah menjelaskan bahwa tidak mungkin PT BSP melakukan penipuan dengan pencairan dana penjaminan dimasukan ke dalam rekening sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kontrak," jalasnya.

Setelah PT BA melaporkan PT BSP ke Polda Riau, sebut Denny, rekanan pihaknya sudah diperiksa dan menjelaskan bahwa tidak ada suatu tindakan atau perbuatan apapun yang dikategorikan sebagai dugaan tindak pidana.

Sampai saat ini belum ada kejelasan terkait kelanjutan polemik PT BSP dengan PT Brahmakerta Adiwira.-nal