MUI Jadikan Hukum Nikotan Sebagai Referensi, Ganja Medis Kemungkinan Dibolehkan


Sabtu, 02 Juli 2022 - 19:18:49 WIB
MUI Jadikan Hukum Nikotan Sebagai Referensi, Ganja Medis Kemungkinan Dibolehkan Foto: Detik

RIAUIN.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuka kemungkinan memperbolehkan penggunaan ganja medis. Salah satu rujukannya adalah Keputusan MUI menyikapi nikotin. Namun, keputusan final soal ganja belum diketok para ulama.

"Yang ini (keputusan MUI soal nikotin) jadi salah satu referensi," kata Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, kepada detikcom, Sabtu (2/7/2022).

MUI pernah menetapkan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Nikotin sebagai bahan aktif produk konsumtif untuk kepentingan pengobatan. Keputusannya, hukum mengonsumsi nikotin adalah haram. Namun, penggunaan nikotin sebagai obat dan terapi penyakit dibolehkan oleh MUI, sepanjang belum ditemukan terapi yang lain, dan sepanjang terbukti mendatangkan maslahat. Di luar kepentingan pengobatan, hukum mengonsumsi nikotin adalah haram.

Pada Rabu (29/6) kemarin, Asrorun telah menyampaikan respons MUI atas harapan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin yang memerintahkan MUI untuk mengkaji hukum syariat Islam soal ganja medis. Poin nomor empat memuat kemungkinan bagi MUI untuk membolehkan ganja medis. Berikut adalah bunyi poin nomor empat dari tanggapan MUI itu:

"Jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syar'i, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan, dengan syarat dan kondisi tertentu. Karenanya, perlu ada kajian mendalam mengenai ihwal manfaat ganja tersebut. kita akan mengkaji substansi masalah terkait dengan permasalahan ganja ini; dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, serta dampak yang ditimbulkan."

Lebih lanjut saat ditanyai detikcom, Asrorun Niam menjelaskan soal 'kebutuhan yang dibenarkan secara syar'i' dalam poin di atas.

"Misalnya jika ada kebutuhan untuk pengobatan penyakit tertentu yang direkomendasikan oleh ahli yang memiliki kompetensi dan kredibilitas, yang menyatakan bahwa ganja dapat mengobatinya, mendatangkan maslahat, tidak ada alternatif lain yang lebih bagus, dan dampak negatifnya lebih kecil," demikian kata Asrorun Niam dikutip dari detik.

Wacana legalisasi ganja medis belakangan ini mencuat lewat aksi demonstrasi solo yang dilakukan ibu dari Sleman bernama Santi Warastuti (43) dan anaknya yang menderita cerebral palsy, Pika Sasikirana.

Santi bersama dua ibu lainnya, yakni Dwi Pertiwi dan Nafiah Murhayanti mengajukan gugatan ke MK pada Desember 2020, supaya ganja medis dilegalkan negara. Mereka menggugat Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 8 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ganja digolongkan negara sebagai narkotika golongan I yang bisa mengakibatkan kecanduan dan penggunaannya dilarang untuk kesehatan.

Selasa 28/6/2022 Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI hadir dalam rapat pimpinan MUI. Dalam kesempatan tersebut muncul pertanyaan wartawan tentang wacana legalisasi ganja medis. Menjawab pertanyaan tersebut Wapres berharap Komisi Fatwa MUI dapat membahas fatwa seputar ganja untuk kepentingan medis.

Terhadap hal tersebut, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Kami mengapresiasi harapan tersebut dan akan ditindaklanjuti dengan pengkajian komperehensif dalam perspektf keagamaan. Kita akan kaji, yg intinya MUI akan berkontribusi dalam memberikan solusi keagamaan atas dasar pertimbangan kemaslahatan umum secara holistik.

Apakah bentuknya dg sosialisasi fatwa yang sudah ada, penguatan regulasi, rekomendasi untuk penyusunan regulasi, atau dalam bentuk fatwa baru, nanti dilihat secara utuh.

Terlebih UU 35/2009 tentang Narkotika mengatur bahwa ganja termasuk jenis narkotika Golongan I yang tidak bisa digunakan untuk kepentingan kesehatan.

2. Fatwa itu kan jawaban keagamaan atas masalah yg muncul di tengah masyarakat. Hingga hari ini, MUI belum menerima pertanyaan dan permohonan fatwa secara resmi dari para pihak terkait dengan masalah penggunaan ganja untuk kepentingan medis. Harapan Wapres tersebut bisa menjadi salah satu permintaan untuk merespons dinamika yang terjadi di masyarakat, yg dalam bahasa fikih sebagai istifta.

3. Perlu disampaikan, dalam Islam, setiap yang memabukkan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak. Dan ganja termasuk barang yang memabukkan. Karenanya mengonsumsi ganja hukumnya haram karena memabukkan dan membahayakan kesehatan.

4. Akan tetapi, jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syar'i, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan, dengan syarat n kondisi tertentu. Karenanya, perlu ada kajian mendalam mengenai ihwal manfaat ganja tersebut. kita akan mengkaji substansi masalah terkait dg permasalahan ganja ini; dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, serta dampak yang ditimbulkan.

5. Sebelumnya, MUI sudah pernah menetapkan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Nikotin sebagai bahan aktif produk konsumtif untuk kepentingan pengobatan. Keputusannya adalah sbb:

a. Pada dasarnya, hukum mengkonsumsi nikotin adalah haram, karena
membahayakan kesehatan.
b. Penggunaan nikotin sebagai bahan obat dan terapi penyembuhan berbagai
penyakit, termasuk parkinson dan kecanduan rokok, dibolehkan sepanjang
belum ditemukan terapi farmakologis yang lain, bersifat sementara, dan terbukti mendatangkan maslahat.
c. Penggunaan nikotin sebagai sebagai bahan obat yang dibuat dalam bentuk
permen, seperti yang biasa dikonsumsi masyarakat dan sangat dimungkinkan
terjangkau oleh anak-anak hukumnya haram, untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan.
d. Mengonsumsi sesuatu berbahan aktif nikotin di luar kepentingan pengobatan
hukumnya haram.

6. Untuk itu, MUI akan melakukan pengkajian, apakah diskusi soal ganja untuk medis ini bisa dianalogikan dengan fatwa tentang nikotin ini atau berbeda. Kami akan kaji. (*)