Opini: Hendrianto

Runtuhnya Nilai Adat


Selasa, 03 Mei 2022 - 14:57:27 WIB
Runtuhnya Nilai Adat Hendrianto dengan latar belakang rumah dalam IV Koto Lb Ambacang

Idul fitri tahun 2001 adalah masa berakhirnya tradsi pulang basamo ke "Rumah Dalam" bagi Ninik mamak pemangku adat Kenegerian IV Koto Lubuk Ambacang-Kuansing. Sebelumnya rutin dilakukan. Setiap tahun di hari pertama. Setelah selesai melaksanakan Salat idul Fitri.

Ninik mamak yang disebut dengan bilangan 27 terdiri dari 10 Datuk, orang 16 serta satu Datuk pucuk (Datuk Songgo)  pulang bersama ke  rumah dalam (Rumah Godang) untuk saling bersilaturahmi.

Di momen itu, mereka tidak hanya sekedar berjabatan tangan, tapi juga membicarakan persoalan persoalan terkait silang sengketa adat untuk diselesaikakln secara adat. 

Sementara cucu kemenakan para Datuk, duduk bersimpuh diluar rumah itu sembari mendengar pituah yang nantinya akan diberikan oleh para pemangku adat tersebut.

Momen inilah yang sangat ditunggu oleh para cucu kemenakan, baik yang tinggal dikampung halaman, maupun yang sehari hari tinggal diperantauan. Mereka pulang basamo di hari idul Fitri.

Sebelum generasi android menghantam kehidupan sosial, dulu masyarakat Kenegerian ini sangat patuh dengan pituah dan perintah adat. Tak ada ceritanya bisa bersenda gurau dengan kerabat sasuku, terlebih untuk kaum perempuan dan laki laki. Mereka dibatasi oleh aturan adat.

Yang bisa bersenda gurau hanya untuk kerabat yang sebako, atau yang bisa nikah menurut silsilah adat. Anak amai atau anak mamak, baru bisa . Selain itu tidak.

Kini zaman telah berubah. Generasi android telah merubah segalanya. Kebiasaan lama itu telah hilang. Nilai nilai adat pun sudah mulai terkikis. Adat tak lagi Kokoh Jo Pisoko. "Jalan dialiah urang lalu, adat dialiah urang datang" itu yang terjadi.

Entah kebanyakan nonton youtobe atau bermedia sosial, antara mamak dan kemenakan tak lagi beretika seperti dulu kala. Istilah ditinggikan seranting didahulukan selangkah hanya tinggal instrumen semata. 

Zaman memang tidak bisa kita tinggalkan, namun adat jangan lapuk oleh kemajuan zaman. Biar pun zaman berubah nan asal jangan sampai hilang. 

Segera kembalikan ke adat lamo Pisoko usang. Inilah tantangan hebat bagi Lembaga Adat yang ada untuk menata kembali negeri yang beradat ini supaya tidak terkikis oleh perubahan zaman. Kalau tidak segera kembali maka akan terjadi : Jalan dialiah urang lalu, adat dialiah urang datang.

Kini, tak ada lagi pulang basamo ke rumah Godang dihari pertama idul Fitri. Tak ada lagi pituah adat sebagai pedoman bagi cucu kemenakan untuk dipanuti dalam kehidupan sehari hari. Semua berubah drastis dan rumah Godang pun sudah punah.

Kenapa adat melemah...

Mungkin petuah adat berikut bisa menjadi renungan:

"Tanah adat tanah pisoko,
Tanah soko turun temurun,
Tanah tak dapek dibagi-bagi,
Tanah tak dapek dijual boli.

Dijual inyo mambunuah,
Mambunuah adat jo pisoko,
Digadai inyo manconcang,
Manconcang adat jo pisoko.

Dibagi mambuek malu,
Malu sakaum sakorong kampuang,
Malu tak dapek dibagi-bagi,
Aib tak dapek dicuci lagi,". Wallahu alam.