Tak Kunjung Selesai, Pansus RDP dengan PT WSN dan Petani Sungai Hilir


Selasa, 25 Januari 2022 - 22:38:34 WIB
Tak Kunjung Selesai, Pansus RDP dengan PT WSN dan Petani Sungai Hilir Suasana RDP Pansus Konflik Lahan dan Perusahaan DPRD Provinsi Riau dengan PT WSN dan masyarakat Kelompok Petani Sungai Hilir, Senin (24/1/2022). | Foto : Istimewa.

RIAUIN.COM- Panitia Khusus (Pansus) Konflik Lahan dan Perusahaan DPRD Provinsi Riau melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) PT Wanasari Nusantara (WSN) dan masyarakat Kelompok Petani Kecamatan Sungai Hilir, Senin (24/1/2022).

Rapat yang berlangsung di Ruang Rapat Medium DPRD Provinsi Riau, dipimpin Ketua Pansus, Marwan Yohanis, didampingi Wakil Ketua Pansus, Robin P Hutagalung, serta anggota Pansus, Manahara Napitupulu, Mardianto Manan, Tumpal Hutabarat dan Abu Khoiri. Hadiri Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Riau Mamun Murod, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, M Syahrir, Bupati Kuansing diwakili Kepala Dinas Pertanian Kuansing, Emmerson, Camat Kecamatan Singingi Hilir, Risman Ali, Manajer Humas PT WSN, Nurindo Sahernidi, serta Masyarakat Kelompok Petani Kecamatan Singingi Hilir, Safi’i, Maruli Tamba, Pangestuti dan lainnya yang sudah 28 tahun hidup dan bermukim di lahan tersebut.

"Pada tahun 1996 masyarakat membuka lahan dan lebih kurang 5 tahun kami mulai menanam sawit. Tidak ada tanda-tanda bahwa itu tanah milik orang lain. Tahun 2013 awal melalui anggota DPD RI Intsiawati Ayus, tanah kami diklaim PT Wanasari Nusantara. 

Tahun 2015 melalui tim Pansus DPRD Riau menanyakan mana tanah yang menjadi konflik. Tahun 2018 dirinya membuat surat ke DLHK Riau, bahwa tanah tersebut di luar HGU. Namun masyarakat dipidanakan dengan 4 sertifikat digugat melalui Pengadilan Negeri Rengat hingga sampai ke Mahkamah Agung dan mereka dinyatakan kalah. 

"Selanjutnya masyarakat menggugat 204 surat tetapi dinyatakan kalah. Lalu dieksekusi lahan tersebut dengan 226 surat. Namun fakta dilapangan yang dieksekusi diluar dari 226 surat. kini 178 hektar sawit yang tersisa dengan lebih kurang 100 orang yang masih tinggal di sana, sebelumnya ada 500 orang. Kami berharap DPRD Riau dapat menyelesaikan masalah ini," terangnya.

Menanggapi hal tersebut, Nurindo mengatakan semua lahan mereka berada di dalam HGU 905. Sebanyak 102 orang sudah menyerahkan lahan melalui kepala desa dan tokoh masyakarat. Pada tanggal 14 Januari 2022 masyarakat yang memberikan lahannya sudah menandatangani.

Pangestuti menyangkal hal tersebut, dia menjelaskan kejadian yang sebenarnya bahwa Kepala Desa meminta data kepada masyarakat jumlah lahan yang masih berdiri untuk diserahkan ke Pansus, tetapi nyatanya data tersebut diberikan oleh Kepala Desa kepada pihak perusahaan yang kemudian digunakan sebagai data bahwa masyarakat menyerahkan lahan. Tentu hal ini menjadi pertanyaan besar bagi semuanya.

Anggota Pansus DPRD Provinsi Riau, Manahara Napitupulu menanyakan terkait adanya masyarakat yang ditahan.

"Kenapa ada masyarakat yang ditahan. Menuntut orang yang mempertahankan haknya. Jika dengan sukarela harusnya tidak dituntut. Pasti ada tekanan kepada masyarakat. Jangan ada eksekusi sepihak sampai semuanya tuntas," ucapnya.

Menurut Nurindo, penahanan dilakukan karena masyarakat tidak mau di ajak berdamai.

Maruli Tamba mengatakan bahwa perusahaan menekan masyarakat, bahkan di laporkan kepada Polisi. 

"Namanya masyarakat pasti dikasi Pak. Masyarakat memberikan karena takut. Kami tidak ada menyerahkan Pak. Kemudian, kami yang tinggal disana sekitar 93 KK, sagu hati yang diberikan hanya 20 juta. Kami mohon dibantu Pak," tuturnya.

Wakil Ketua Pansus, Robin P Hutagalung menyarankan kepada Camat agar dapat memfasilitasi masyarakat terkait dengan pembahasan kesepakatan nilai lahan yang selayaknya diberikan oleh perusahaan.

"Nilai lahan sangat kecil, sehingga masyarakat tidak terima. Kami minta ke pak camat untuk memfasilitasi masyarakat maunya berapa dan laporkan kepada kami. Terkait HGU bersifat sosial dan tidak boleh ditutup. Jangan lakukan intimidasi kepada masyarakat," tegasnya.

Sejalan dengan Robin, Marwan Yohanis juga menambahkan, kompensasi yang dituntut adalah kepatutan oleh pihak masyarakat yang sudah lama berada di sana.

"Kita berharap, adanya kesepakatan khusus. Pansus bukan memutuskan, tetapi menjadi jembatan dan akan kami buatkan surat rekomendasi. Tentu semua pihak harus dapat menerima apapun hasil rekomendasinya," ujarnya.

Rapat diakhiri dengan penyerahan data oleh PT Winasari Nusantara dan masyarakat kelompok petani kepada Pansus DPRD Provinsi Riau. -vie