Kajari Kuansing Kalah Praperadilan, Kepala BPKAD Hendra Bebas dari Dugaan Korupsi SPPD Fiktif


Senin, 05 April 2021 - 14:54:51 WIB
Kajari Kuansing Kalah Praperadilan, Kepala BPKAD Hendra Bebas dari Dugaan Korupsi SPPD Fiktif Timothee Kencono Malye.

RIAUIN.COM - Tindakan yang dilakukan Kepala Kejaksaan Kuantan Singingi (Kuansing) Hadiman SH atas penetapan status Kepala BPKAD Kuansing Hendra AP sebagai tersangka dalam dugaan korupsi SPPD fiktif telah terbukti keliru dan tidak sah.

Tidak hanya itu, proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik kejaksaan terhadap kasus SPPD fiktif itu tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.

Karena tindakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 jo. Pasal 1 Angka 14 jo. Pasal 183 jo. Pasal 184 ayat (1) jo. Pasal 185 KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, tertanggal 28 April 2015 KUHAP.

"Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi Nomor : Print-04/L.4.18/Fd.1/02/2021, tanggal 03 Februari 2021 yang telah diterbitkan adalah tidak sah," ujar Hakim praperadilan Pengadilan Negeri Telukkuantan, Timothee Kencono Malye, SH pada sidang yang digelar Senin (5/4/2021).

Hakim Timothee juga memerintahkan Kajari Kuansing untuk membebaskan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuansing, Hendra AP yang ditahan oleh kejaksaan sejak Kamis (25/3/2021) lalu.

Dalam putusan yang dibacakan, hakim mengabulkan seluruh permohonan praperadilan yang disampaikan oleh pemohon Hendra AP.

"Mengabulkan permohonan prapid pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi Nomor : B-461/L.4.18/Fd.1/03/2021 Tanggal 10 Maret 2021 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi Nomor : Print-04/L.4.18/Fd.1/02/2021, tanggal 03 Februari 2021, atas nama Tersangka HENDRA AP., M.Si (Pemohon) yang diterbitkan oleh termohon tidak sah," ucap Timothee.

Menanggapi putusan ini, Ahli Hukum Pidana Fakultas Universitas Riau, Erdiansyah menilai putusan hakim sudah sangat tepat. “Karena dalam penetapan tersangka dua alat bukti tidak terpenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP dan Putusan MKRI Nomor 21/PUU XIV/2014 karena untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka berdasarkan bukti permulaan minimal 2 alat bukti,” ucap Erdiansyah.--hen.