Kejari Kuansing Tak Punya Kewenangan Rekomendasikan Pengembalian Uang Hasil Audit Internal


Kamis, 18 Maret 2021 - 15:18:51 WIB
Kejari Kuansing Tak Punya Kewenangan Rekomendasikan Pengembalian Uang Hasil Audit Internal Rizky Poliang SH MH.

RIAUIN.COM - Drama pengungkapan kasus dugaan SPPD fiktif di BPKAD Kuansing oleh Kejari Kuansing semakin seru untuk disimak. Mulai dari pengumpulan alat bukti sampai penetapan tersangka dalam kasus tersebut dinilai janggal.

Praktisi Hukum Rizky Poliang SH MH  menilai, jaksa tidak memiliki kewenangan untuk merekomendasikan kepada OPD terkait pengembalian  sejumlah uang hasil temuan audit internal kejaksaan.

Dimana, menurut pengacara muda tersebut, telah ada lembaga khusus yang bertugas untuk menilai kerugian negara atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti rugi.

"Tak ada kewenangan jaksa untuk merekomendasikan pengembalian hasil temuan audit internal kejaksaan, karena itu ranah BPK," kata Rizky di Telukkuantan, Kamis (18/3/2021).

Pasal 2 ayat 10 Nomor 15 UU tentang BPK tahun 2006 dengan jelas menyebutkan, bahwasanya penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK.

"Jadi, jika rekomendasi atau arahan tersebut benar adanya maka yang jadi pertanyaan adalah apakah tindakan tersebut sudah didasarkan pada aturan hukum yang jelas? Nah, ini perlu di clear kan," tegasnya.

"Penyitaan itu harus dilakukan didasarkan pada penetapan pengadilan atas penetapan barang bukti," tambahnya.

Dalam kasus dugaan SPPD fiktif ini Kejaksaan Negeri Kuansing telah menetapkan tersangka yakni Kepala BPKAD Kuansing Hendra AP.

Jaksa mengaku telah memiliki dua alat bukti yang cukup mulai dari keterangan saksi dan menyita uang sebesar Rp493 juta yang diserahkan Kabid aset kepada kejaksaan.

Anehnya, jika uang Rp493 juta itu merupakan pengembalian kerugian negara, seharusnya uang tersebut disetorkan ke kas daerah. Bukan ke kejaksaan. 

Sementara menurut Kepala BPKAD, Hendra tidak ada temuan kerugian negara dalam hasil audit BPK tahun 2019 tersebut.

Usut punya usut, tersangka Hendra menuding adanya konspirasi jahat antara oknum pejabat kejaksaan dan oknum pejabat pemda yang menginginkan dirinya masuk penjara.

Karena cerita awalnya pengembalian sejumlah uang tersebut bukan untuk barang bukti. Pria yang kerab disapa Keken itu menceritakan awal mula pengembalian tersebut.

Saat itu staf BPKAD pernah mengeluhkan kasus ini kepada Bupati Kuansing. Selanjutnya, bupati mengintruksikan kepada Dianto Mampanini sebagai Sekda Kuansing, Muhjelan sebagai Asisten I Setdakab, Suriyanto sebagai Kabag Hukum dan Muradi sebagai mantan Kabag Umum dan saat ini menjabat Kepala BPMPKB. Mereka diminta untuk menyelesaikan ke Kejari Kuansing kasus tersebut.

"Setelah pertemuan itu ada beberapa kesepakatan yang muncul. Pejabat Pemda menyampaikan ke staf, bahwa tidak ada pemanggilan lagi untuk staf. Kemudian, kami diminta membuat rekapitulasi apa-apa yang dianggap keliru, terutama uang transportasi yang dibayarkan sebesae 75 persen," terang Keken.

Uang transportasi 75 persen itu diminta untuk dikembalikan. Nilainya Rp493 juta. Setelah dikembalikan, ia kaget karena dijadikan barang bukti dan terkesan penyitaan. Pegawai BPKAD berupaya mengembalikan uang tersebut, ada yang meminjam ke keluarga.

"Ternyata, ada upaya menjebak di sini. Saya mempertanyakan kepada Sekda Kuansing, mana janji yang bapak ucapkan kepada staf saya, bahwa bapak akan menghentikan kasus ini jika telah dikembalikan uang tersebut? Dimana letak hati nurani anda sebagai pimpinan melihat anak buah anda teraniaya? Demi daerah, mereka bekerja siang malam, tapi ini yang terjadi," keluh Keken.

Terkait SPPD ini, Keken menyatakan sudah sesuai peraturan bupati (Perbup) nomor 59/218 tentang perjalanan dinas. Jika BPKAD salah, maka Perbup-nya yang keliru. Tentu ini berlaku untuk seluruh OPD di lingkungan Pemkab Kuansing. 

"Artinya, seluruh pegawai Kuansing juga harus diperiksa, seluruh kepala OPD juga diperiksa." tutupnya.--hen.