Tes Swab Hidung Menyakitkan, Tes Air Liur Bisa Jadi Solusi


Selasa, 02 Februari 2021 - 16:25:16 WIB
Tes Swab Hidung Menyakitkan, Tes Air Liur Bisa Jadi Solusi Tes swab PCR mengambil sampel dari hidung selalu menimbulkan rasa sakit.

RIAUIN.COM - Peneliti mulai mengembangkan tes Covid-19 lewat air liur atau yang disebut Covid-19 saliva test. Hal tersebut dilakukan karena studi menerangkan bahwa virus corona terdeteksi di air liur.

Bahkan dalam laporan Science, tes air liur ini dapat membantu dokter memprioritaskan pasien pada tahap awal penyakit mana yang harus menerima obat-obatan untuk menurunkan tingkat virusnya.

"Saya pikir itu cukup mengejutkan," kata Shane Crotty, ahli virologi di La Jolla Institute for Immunology yang terlibat dalam penelitian.

Crotty mencatat bahwa hasil studinya menunjukkan bahwa tingkat virus dalam air liur mencerminkan viral load jauh di dalam paru-paru, di mana penyakit ini menyebabkan banyak kerusakan pada kasus parah. "Ini adalah wawasan yang sangat berharga," sambungnya.

Sebelumnya, banyak negara mengandalkan PCR sebagai golden test untuk diagnosis Covid-19. Prosedur mencucuk hidung yang tak nyaman adalah keluhan paling banyak dilontarkan. Terlebih bagi anak-anak, rasa sakit saat alat swab masuk ke hidung bagian dalam tak jarang membuat mereka menangis kencang.

Di Amerika Serikat, tes Covid-19 air liur ini sudah mendapat otoritas penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS. Indonesia sendiri, para peneliti sedang membahas soal pengetesan dengan air liur ini.

Peneliti Universitas Yale termasuk sebagai yang pertama menerapkan tes air liur. Dalam pengujian, tim laboratorium menganalisis sampel menggunakan uji reaksi berantai polimerase transkripsi balik kuantitatif yang dapat mendeteksi materi genetik dari SARS-CoV2 dan menghitung jumlah partikel virus di setiap mililiter sampel.

Di sisi lain, penelitian yang dipimpin oleh Akiko Iwasaki, ahli imunologi di Universitas Yale coba membandingkan viral load (jumlah virus), di dalam air liur dengan sampel yang diambil dari swab nasofaring (hidung) dari 154 pasien dan 109 orang tanpa virus.

Para peneliti membagi pasien ke dalam kelompok yang memiliki viral load rendah, sedang, dan tinggi, sebagaimana ditentukan oleh kedua jenis tes. Kemudian mereka membandingkan hasil tersebut dengan tingkat keparahan gejala yang dikembangkan pasien kemudian.

Peneliti menemukan bahwa pasien yang mengembangkan penyakit parah, dirawat di rumah sakit, atau meninggal lebih mungkin memiliki beban virus yang tinggi dalam tes air liur mereka, tetap tidak pada swab PCR.

Sementara itu, viral load dalam air liur maupun lendir hidung menurun dari waktu ke waktu pada pasien yang sembuh, tetapi tidak pada mereka yang meninggal.

Ketika Iwasaki dan rekannya meninjau catatan medis elektronik pasien untuk penanda penyakit dalam darah, mereka menemukan bahwa viral load air liur yang tinggi, berkolerasi dengan tingkat sinyal kekebalan yang tinggi seperti sitokin dan kemokin.

Molekul nonspesifik yang meningkat sebagai respons terhadap infeksi virus, dan telah dikaitkan dengan kerusakan jaringan. Artinya, orang dengan lebih banyak virus dalam air liurnya secara bertahap kehilangan sel tertentu. - gha