Dugaan Korupsi Hotel Kuansing, Giliran Sukarmis Diperiksa Penyidik


Kamis, 13 Agustus 2020 - 23:59:53 WIB
Dugaan Korupsi Hotel Kuansing, Giliran Sukarmis Diperiksa Penyidik Sukarmis

RIAUIN.COM - Kejaksaan Negeri Kuansing terus melakukan pengembangan terhadap dugaan korupsi pembangunan ruang pertemuan (mobiler) Hotel Kuansing yang dianggarkan pada tahun 2015 lalu.

Kamis (13/8/2020), giliran mantan bupati Kuansing dua periode, Sukarmis yang diperiksa oleh penyidik Kejaksaan. 

Hal tersebut dibenarkan oleh Kajari Kuansing, Hadiman SH saat ditanya wartawan. "Pak Mantan Bupati (Sukarmis, red) tadi siang jam 13.30 WIB diperiksa penyidik." kata Hadiman.

Namun pemeriksaan terhadap anggota DPRD Provinsi Riau itu tidak belum tuntas dan akan dilanjutkan pada Jumat besok (14/8/2020). 

"Belum selesai pemeriksaannya hari ini. Dan besok (Jumat, red), dilanjutkan," ujar Kejari.

Menurut keterangan Hadiman, pemeriksaan Sukarmis mulai dilakukan pada pukul 09.00 sampai pukul 16.30 WIB.  Sukarmis dimintai keterangan terkait kasus pembangunan ruang pertemuan (mubiler) Hotel Kuansing tahun 2015 lalu.

Ia diperiksa sebagai saksi dan kapasitasnya sebagai Bupati Kuansing pada saat itu.

Sayangnya, Hadiman belum mau merinci soal materi apa saja yang ditanyakan kepada mantan orang nomor satu di Kuansing itu. 

Sebelumnya, Hardiman SH dalam keterangan pers nya Senin (20/7/2020) lalu, mengaku telah mengantongi dua alat bukti terhadap penyelidikan kasus tersebut, sehingga penyidik telah meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan.

"Kami sudah kantongi dua alat bukti. Karena itu, statusnya kami tingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan," kata Hardiman.

Kendati sudah mengantongi dua alat bukti yang cukup, namun pihaknya belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut, karena kerugian negara tengah dalam proses penghitungan.

Bahkan pihaknya sudah meminta auditor independen untuk menentukan nilai kerugian negara. 

"Saat ini tengah dilakukan audit independen," ujar Hardiman.

Setelah ditemukan kerugian negara dalam kasus "pat gulipat" pengadaan mobiler pada kegiatan pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing itu, maka, dalam waktu dekat tidak menutup kemungkinan akan ditetapkan calon tersangka.

Hardiman mengawali cerita proses  pembangunan Hotel Kuansing itu. Menurut keterangannya, pembangunan hotel itu ada tiga tahap.

Tahap pertama, pengadaan tanah tahun 2014. Lalu pembangunan fisik juga tahun 2014 dan pembangunan ruang pertemuan hotel pada tahun 2015.

Kegiatan ini berada di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kuansing dengan pagu anggaran senilai Rp13,1 miliar yang bersumber dari APBD Kuansing 2015.

Kegiatan yang dilaksanakan oleh PT Betania Prima itu memberikan jaminan pelaksanaan berbentuk bank garansi nomor 0066/11/BG/B, dengan nominalnya Rp629 juta.

Selama dalam penyelidikan kasus tersebut, setidaknya ada enam fakta kejanggalan yang berhasil diungkapkan oleh pihak kejaksaan.

Fakta yang pertama, terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK kepada pihak penyedia. Sehingga, berakibat terhambatnya progres pekerjaan.

Bahkan menurut keterangan Kajari, dalam pelaksanaan kegiatan, PT Betania Prima tidak pernah ada di lokasi pekerjaan dan hanya datang pada saat pencairan dana. 

"Direkturnya datang langsung saat termin," ucapnya.

Lantas, kata dia, disaat masa kontrak berakhir, PT Betania Prima hanya mampu melaksanakan pekerjaan dengan bobot 44,501 persen dengan nilai total yang telah dibayarkan Rp5,2 miliar lebih.

Setelah itu, ucap dia, pihak perusahaan tidak sanggup merampungkan pekerjaan sampai 100 persen ketika kontrak habis, karena pihak perusahaan beralasan barang tidak sampai. 

Ironisnya, kontrak tidak pernah diputus sampai hari ini. Mereka juga dikenakan denda Rp352 juta. 

"Namun, PPK dan PPTK tidak pernah menagih denda tersebut," jelas Hardiman.

Mestinya, kata Hardiman, PPK melakukan klaim terhadap jaminan pelaksanaan dari rekanan di Bank Riau senilai Rp629 juta. Uang itu mestinya disetorkan ke kas daerah Kuansing.

Tapi, PPK tidak pernah klaim jaminan pelaksanaan dari PT Betania Prima. Bahkan, jaminan pelaksanaan itu diberikan lagi ke rekanan. 

"Seharusnya itu tidak boleh. Karena rugi negara ini. Bukan dikasih ke rekanan," tegas Hadiman.

Kejanggalan lainya yang dibeberkan Hardiman adalah, PT Betania Prima baru melakukan penyetoran denda pada Maret 2018 setelah mendapat teguran ketiga kalinya dari Dinas PUPR Kuansing dan setelah dilakukan audit oleh BPKP.

Tidak Pernah Bentuk Tim Penilai

Dalam rilisnya, Hardiman juga menyampaikan bahwa Kepala Dinas CKTR selaku KPA tidak pernah membentuk Tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). 

Ketika pekerjaan selesai dengan bobot 44,501 persen itu, pihak PPK tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan.

Sehingga, sampai saat ini hasil dari pekerjaan senilai Rp5,2 miliar lebih itu tidak jelas keberadaanya. 

"Sampai saat ini Hotel Kuansing tidak dapat dimanfaatkan," jelas Hardiman. - hen