20 Saksi Sudah Diperiksa, Status Dugaan Korupsi Hotel Kuansing Naik Jadi Penyidikan


Selasa, 21 Juli 2020 - 12:36:02 WIB
20 Saksi Sudah Diperiksa, Status Dugaan Korupsi Hotel Kuansing Naik Jadi Penyidikan

RIAUIN.COM - Proses pengusutan dugaan penyelewengan terhadap  proyek mobiler pada kegiatan pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing 2015 lalu itu terus berlanjut. 

Penyidik kejaksaan Kuansing mengaku telah memeriksa setidaknya 20 orang saksi termasuk pihak rekanan.

Kajari Kuansing, Hardiman SH dalam keterangan pers nya Senin (20/7/2020) kemarin mengaku telah mengantongi dua alat bukti terhadap penyelidikan kasus tersebut, sehingga pihak telah meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan.

"Kami sudah kantongi dua alat bukti. Karena itu, statusnya kami tingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan," kata Hardiman.

Kendati sudah mengantongi dua alat bukti yang cukup, namun pihaknya belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut, karena kerugian negara tengah dalam proses penghitungan.

Bahkan pihaknya sudah meminta auditor independen untuk menentukan nilai kerugian negara. 

"Saat ini tengah dilakukan audit independen," ujar Hardiman.

Setelah ditemukan kerugian negara dalam kasus "pat gulipat" pengadaan mobiler pada kegiatan pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing itu, maka, dalam waktu dekat tidak menutup kemungkinan akan ditetapkan calon tersangka.

Sekedar diketahui, Kejari Kuansing mulai membongkar dugaan praktik dugaan korupsi pada pembangunan Hotel Kuansing yang sampai saat ini masih terbengkalai.

Praktik kongkalingkong pada kegiatan hotel itu sudah mulai diungkap oleh pihak kejaksaan sejak beberapa waktu lalu.

Hardiman mengawali cerita proses  pembangunan Hotel Kuansing itu. Menurut keterangannya, pembangunan hotel itu ada tiga tahap.

Tahap pertama, pengadaan tanah tahun 2014. Lalu pembangunan fisik juga tahun 2014 dan pembangunan ruang pertemuan hotel pada tahun 2015.

Kegiatan ini berada di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kuansing dengan pagu anggaran senilai Rp13,1 miliar yang bersumber dari APBD Kuansing 2015.

Kegiatan yang dilaksanakan oleh PT Betania Prima itu memberikan jaminan pelaksanaan berbentuk bank garansi nomor 0066/11/BG/B, dengan nominalnya Rp629 juta.

Selama dalam penyelidikan kasus tersebut, setidaknya ada enam fakta kejanggalan yang berhasil diungkapkan oleh pihak kejaksaan.

Fakta yang pertama, terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK kepada pihak penyedia. Sehingga, berakibat terhambatnya progres pekerjaan.

Bahkan menurut keterangan Kajari, dalam pelaksanaan kegiatan, PT Betania Prima tidak pernah ada di lokasi pekerjaan dan hanya datang pada saat pencairan dana. 

"Direkturnya datang langsung saat termin," ucapnya.

Lantas, kata dia, disaat masa kontrak berakhir, PT Betania Prima hanya mampu melaksanakan pekerjaan dengan bobot 44,501 persen dengan nilai total yang telah dibayarkan Rp5,2 miliar lebih.

Setelah itu, ucap dia, pihak perusahaan tidak sanggup merampungkan pekerjaan sampai 100 persen ketika kontrak habis, karena pihak perusahaan beralasan barang tidak sampai. 

Ironisnya, kontrak tidak pernah diputus sampai hari ini. Mereka juga dikenakan denda Rp352 juta. 

"Namun, PPK dan PPTK tidak pernah menagih denda tersebut," jelas Hardiman.

Mestinya, kata Hardiman, PPK melakukan klaim terhadap jaminan pelaksanaan dari rekanan di Bank Riau senilai Rp629 juta. Uang itu mestinya disetorkan ke kas daerah Kuansing.

Tapi, PPK tidak pernah klaim jaminan pelaksanaan dari PT Betania Prima. Bahkan, jaminan pelaksanaan itu diberikan lagi ke rekanan. 

"Seharusnya itu tidak boleh. Karena rugi negara ini. Bukan dikasih ke rekanan," tegas Hardiman.

Kejanggalan lainya yang dibeberkan Hardiman adalah, PT Betania Prima baru melakukan penyetoran denda pada Maret 2018 setelah mendapat teguran ketiga kalinya dari Dinas PUPR Kuansing dan setelah dilakukan audit oleh BPKP.

Dalam rilisnya, Hardiman juga menyampaikan bahwa, Kepala Dinas CKTR selaku KPA tidak pernah membentuk Tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). 

Ketika pekerjaan selesai dengan bobot 44,501 persen itu, pihak PPK tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan.

Sehingga, sampai saat ini hasil dari pekerjaan senilai Rp5,2 miliar lebih itu tidak jelas keberadaanya. 

"Sampai saat ini Hotel Kuansing tidak dapat dimanfaatkan," jelas Hardiman. - hen