Opini TITO HANDOKO

Refleksi 236 Tahun Kota Pekanbaru, Sudahkah Menjadi Kota Madani?


Selasa, 23 Juni 2020 - 21:45:21 WIB
Refleksi 236 Tahun Kota Pekanbaru, Sudahkah Menjadi Kota Madani? Tito Handoko

SEBAGAI warga kota kita patut berbangga hati atas capaian pembangunan dan pertumbuhan Kota Pekanbaru yang semakin pesat dari tahun ke tahun. Magnet pertumbuhan itu telah menarik banyak pihak untuk datang Ke Pekanbaru dari sekedar untuk berkunjung hingga berinvestasi. 

Melihat rata-rata pertumbuhan ekonomi yang mencapai 7% year to year dan diimbangi dengan stabilitas sosial politik di tingkat lokal, semakin menarik minat banyak kalangan untuk datang ke Pekanbaru. Daya tarik itu juga inline dengan pertumbuhan penduduk (migrasi orang) khususnya untuk mengadu nasib, sekolah, bisnis dan wisata.

Memang jika dikaitkan visi jangka panjang (baca: Terwujudnya Kota Pekanbaru  sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa, Pendidikan, serta Pusat Kebudayaan Melayu, Menuju Masyarakat Sejahtera yang Berlandaskan Iman dan Taqwa) agak sulit mencari titik temu antar variabel yang dapat dijadikan tolak ukur ketercapaian visi jangka panjang dan jangka menengah saat ini. 

Identitas sebagai pusat kebudayaan Melayu semakin kabur, sementara bangunan lain juga tidak jelas. Saat ini kita kesulitan untuk melihat identitas “Melayu” di Kota ini baik dalam bentuk monumental maupun hal penguatan kebudayaan yang dimuat dalam kurikulum pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Dilihat dari sisi yang lain misalnya visi mewujudkan Kota Pekanbaru sebagai pusat perdagangan dan jasa, intervensi pemerintah dalam membangun sector ini juga terlihat masih belum kuat. Penyertaan modal pemerintah dalam membangun KIT belum menunjukkan konstribusi yang maksimal, akan tetapi kita patut bersyukur Pemko lebih inovatif dalam memudahkan pelayanan public dengan membangun mall pelayanan public sehingga investor lebih trusted dalam menanamkan modal di Pekanbaru.

Komitmen pemerintah membangun Kota Pekanbaru yang ramah lingkungan juga masih biasa-biasa saja, ruang-ruang public nyataya belum dapat diwujudkan dengan maksimal. Tidak ada penambahan ruang terbuka hijau yang dapat dimanfaatkan oleh warga kota sebagai pusat sosialisasi dan komitmen membangun kota yang smart juga semakin kabur. Penilaian sederhananya, warga kota masih sulit mendapatkan akses internet gratis di ruang-ruang public serta transparansi anggaran yang masih menjadi pekerjaan rumah.

Kita semua berharap, di usia yang semakin mapan Kota ini mampu tumbuh dengan identitas “Melayu”-nya yang kental. Menjadi pekerjaan kita bersama untuk turut serta bersama-sama pemerintah mewujudkan visi itu, namun pemerintah juga tidak boleh abstain membangun peradaban diskusi dan partisipasi di ruang-ruang publik.***

TITO HANDOKO adalah seorang akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, berdomisili di Pekanbaru.