Opini HELFIZON ASSYAFEI

Etape Ketiga


Rabu, 13 Mei 2020 - 15:27:44 WIB
Etape Ketiga Helfizon Assyafei. /ist
SIAPAPUN yang berpuasa dengan niat mendekatkan diri pada-Nya dengan sungguh-sungguh adalah para pejalan rohani (salik). Begitu kata tuan guru malam tadi. Perjalanan rohani menuju yang kudus (suci) tidak mudah. Sebab kita punya nafsu. 

Alquran menyebutkan nafsu kita itu selalu senang dan mengajak kita pada keburukan. Kecuali nafsu yang sudah dirahmati atau mutmainnah. Sudah tenang. Tidak mudah bagi orang seperti kita memiliki nafsu yang tenang. Untunglah ada etape 10 hari pertama Ramadhan. 

Allah menyebutkannya sebagai hari yang penuh rahmat. Itulah kesempatan kita untuk memohon pada-Nya dengan bersungguh-sungguh agar nafsu kita dirahmati-Nya. Supaya tidaklagi penuh gejolak. Penuh ketertarikan pada yang jelek-jelek. Istilah now nya mata lalat.

Mata yang menyukai apa yang buruk-buruk. Mata yang menyukai kotoran. Meski ada bunga yang indah-indah mata lalat tak tertarik. Mata lalat suka yang bau dan kotor-kotor. Di 10 Ramadhan pertama kita berjuang memohon agar mata batin kita ini dirahmati-Nya sehingga berubah dari mata lalat menjadi mata lebah. 

Mata yang menyukai keindahan. Menyukai kebaikan. Menyukai yang halal daripada yang haram.  Istilah tasawufnya Takhalli. Tahap mengosongkan jiwa dari sifat-sifat buruk,seperti: sombong, dengki, iri hati, cinta kepada dunia, cinta kedudukan, riya', dan sebagainya. 

Saat mata kita sudah mulai menyukai kebaikan, dosa kita masih banyak. Maka etape 10 Ramadhan kedua adalah maghfiroh (pengampunan). Kalau dalam ilmu makrifat inilah pintu pertama seorang salik: bertaubat. Dosa adalah kotoran. Tidak bisa kita bawa ke tempat yang suci. Apalagi ke hadirat-Nya. Itu satu sebab mengapa sholat kita jarang khusu'. 

Dan sekarang kita memasuki etape ketiga. Itkum minannar istilahnya. Terbebas dari api neraka. Bila dua jalan sebelumnya kita tempuh dengan penuh kesadaran dan kesungguhan maka etape ketiga ini harus lebih sungguh lagi. Nabi mulia bahkan memilih beri'tikaf di masjid di 10 hari Ramadhan ketiga ini. Meng-off-kan segala  yang bukan bernilai ibadah.

Mengapa? karena Quran memberitahu kita bahwa kelak neraka itu dipenuhi oleh bangsa jin dan manusia. Artinya kebanyakan kita akan memenuhi tempat azab itu. Kalaupun akhirnya ke surga tetap harus 'mampir' dulu ke sana yang satu hari di sana sama dengan seribu tahun di sini. 

Jadi etape 10 hari ketiga ini adalah waktu kita bersungguh mohon pada-Nya agar kita dapat masuk ke golongan beruntung yang terbebas dari neraka (meski kita layak di sana) tanpa harus singgah dulu walau sekejap pun.

Inilah mengapa Ramadhan itu disebut tamu agung. Penuh dengan rahmat, ampunan dan pembebasan dari neraka. Tinggal kita lagi maukah memanfaatkan fasilitas itu atau tidak. Hasil Ramadhan ini akan terlihat setelah Ramadhan. 

Bila kita kembali ke kebiasaan buruk kita pasca Ramadhan artinya kita bertemu Ramadhan hanya bulannya saja. Rahasianya berlalu bersama perginya tamu agung ini.***

Helfizon Assyafei adalah wartawan sekaligus pengamat sosial kemasyarakatan, berdomisili di Pekanbaru.