Opini DONAL DEVI

Bangkrut


Kamis, 30 April 2020 - 09:16:24 WIB
Bangkrut Donal Devi 
PADA tahun 2013, saya pernah memimpin sebuah perusahaan. Karyawannya berjumlah sekitar 20 orang. Perusahaan ini bergerak di bidang advertsing dan biasanya punya omset sekitar 500 juta - 1 milyar perbulan. Malangnya, saya di angkat jadi pemimpin perusahaan itu karena perusahaan sedang keadaan hidup segan mati tak mau. 

Kerasnya dunia advertising membuat pasar semakin kecil. Ditambah lagi dengan teknologi informasi yang semakin mutakhir membuat barang-barang modal industri advertising semakin murah di pasaran, akibatnya competitor semakin banyak.

Pada kesempatan itu, perusahaan seharusnya mengambil langkah strategis, yaitu mengambil spesialisasi pada bidang tertentu, biar pasar semakin fokus dan efisiensi bisa di capai. Artinya, karyawan dan barang modal yang tidak lagi diperlukan oleh perusahaan, bisa di lepas. 

Saya pribadi pada saat itu, melihat peluang tersebut. Yaitu dengan fokus pada sebuah media yang muthakhir dan pemainnya tidak banyak. Saya waktu itu mendapatkan sebuah pekerjaan dengan nilai hampir 300 juta. Saya juga pelajari, selain sedikit nya pemain, prospek kedepan juga semakin bagus, apalagi jika bisa sampai menjadi supplier. Visi saya seperti itu, tetapi tidak lama kemudian, Bos besar menyuruh saya fokus di perusahaan induk, sehingga apa yang saya visi-kan itu pun tak terwariskan ke pemimpin selanjutnya.

Pada masa singkat kepemimpinan itu, ada banyak hal yang bisa saya dapatkan, salah satunya adalah yang bekaitan dengan gaji karyawan. Dengan jumlah karyawan sekitar 20 orang, dengan rata-rata Take Home Pay sekitar Rp2.500.000-, bisa dilihat berapa keperluan uang untuk gaji karyawan selama 1 bulan hingga 1 tahun. 

Jika satu bulan, berarti sekitar 50 juta. Kalau setahun sekitar 600 juta. Itu belum termasuk dengan tunjangan pajak, BPJS, THR dll. Kemampuan perusahaan pada saat itu hanya mampu memutar gaji untuk tempoh satu bulan, sehingga kalau misalnya dalam satu bulan tidak dapat proyek, maka bisa dibayangkanlah bagaimana dengan gaji karyawan. Gaji pimpinan juga belum masuk. Pimpinan baru digaji setelah gaji karyawan cukup aman. 

Kondisi inilah yang hampir dihadapi oleh semua perusahaan saat corona ini. Pendapatan berkurang, sementara beban perusahaan tetap. Pilihan pahit yang diambil adalah melakukan pemutusan hubungan kerja. Kita tahu, alur rantai ekonomi itu sangat panjang, jika terjadi gangguan dalam salah satu mata rantai, maka akan terjadi ketidakstabilan dalam alur rantai ekonomi tersebut. Nah, pada masa corona ini, hampir seluruh mata rantai tidak stabil, maka bayangkahlah betapa rapuhnya rantai ekonomi itu sekarang.

Sebagai konsumen, kita manjadi bintang gemini yang memiliki 2 sisi, pertama sebagai konsumen yang harus belanja dan sebagai konsumen yang tidak bisa belanja. Harus belanja, karena itulah salah satu penggerak ekonomi.

Dengan terus melakukan perbelanjaan, maka distribusi dan produksi akan ikut bergerak juga. Tetapi, pada saat yang sama, konsumen juga di tuntut untuk tidak bisa belanja, sebab wabah virus ini menyebabkan konsumen terpaksa berdiam di rumah. Ibarat main catur, posisi konsumen sudah di skakmat sama corona. Tidak tahu harus berbuat apa. 

Suramnya pergerakan konsumen menyebabkan produsen juga akhirnya berpikir Panjang untuk produksi. Mengapa harus memproduksi banyak-banyak sementara pembeli semakin berkurang? Tentu akan banyak barang yang menumpuk nantinya atau banyak barang yang retur. Kondisi inilah yang menyebabkan perusahaan akan melakukan efisiensi yaitu dengan cara PHK karyawan.

Perusahaan juga harus memikir cash flow. Ingat, masih ada akun hutang yang mesti dibayar. Perusahaan ketika akan ekspansi akan melakukan pinjaman ke bank dan corona atau tidak corona, utang tetap harus dibayar. Oleh sebab itu, walaupun nantinya laporan keuangan perusahaan mencatat laba, coba lihat rasio kasnya, berbahaya tidak? 

Maka wajarlah kita mendengar banyak perusahaan yang bangkrut sekarang ini. Tidak ada cash. Belum lagi perusahaan harus menanggung potensi kerugian barang-barang modal. Ingat juga, perusahaan memiliki mesin-mesin produksi yang di harus terus beroperasi, jika tidak mesin akan rusak. Terpaksa perusahaan terus menghidupkan pabrik dengan produksi yang minimal, tetapi tetap saja memerlukan kas yang tidak sedikit. Cepat atau lambat, operasional perusahaan akan tutup total, dan bangkrut. 

Bagaimana dengan distributor? Sama saja. Jika tidak ada barang yang mau dipasarkan, distributor tentu menganggur. Tetapi yang lebih parah tentu pemerintah. Mengapa? karena pendapatan utama negara adalah dari pajak. 

Pajak rumah tangga dan pajak perusahaan. konsumsi masyarakat yang menurun otomatis penerimaan pajak juga menurun. Tingginya PHK menyebabkan tingginya pengangguran dan tingginya pengangguran berarti rendahnya pajak. Kemudian pajak badan bagaimana? Kemungkinan besar parusahaan pada merevisi pencatatan laba mereka. 

Memangnya mau bayar pajak badan dengan apa jika kas perusahaan hampir kosong. Akhirnya, negara kehilangan pendapatan dari pajak badan. Oleh sebab itu mungkin harga minyak di Indonesia tidak diturunkan di tengah turunnya harga minyak dunia, sebab disini perusahaan pemerintah sedang menikmati pendapatan yang tinggi. Beli di luar negeri murah dan jual di dalam negeri dengan harga normal.   

Seharusnya pemerintah harus berbuat apa ya? Saya juga tidak paham. Pemerintah memiliki sumber daya dan prasarana yang mendukung untuk melakukan simulasi dampak corona ini terhadap ekonomi. Tetapi sepertinya pemerintah tidak percaya diri, pemerintah seperti ingin menjaga kesempatan ekonomi terus terjaga, tetapi resiko wabah semakin lama hilangnya. 

Sementara jika pemerintah melakukan total lockdown seperti negara-negara lain, kesempatan ekonomi memang hilang, tetapi wabah berakhir dengan lebih cepat dan bisa dikawal. Sekarang, ditengah kesuksesan negara-negara lain mengatasi wabah, dan mulai kembali menata ekonomi mereka, sementara di kita masih kocar kacir bagaimana mengatasi virus dan sembako masyarakat. 

Jadi, sekarang ini pemerintah menghadapi, virus, PHK, bangkrut, pangan, medis dan stress masyarakat. Semuanya dihadapi pemerintah dalam waktu yang hampir bersamaan.***

Penulis seorang karyawan swasta, berdomisili di Pekanbaru.