Kanal

Kontroversi Pasca Eksekusi di Dayun, Bagaimana Nasib Sertipikat Lahan Milik Warga?

RIAUIN.COM - Kontroversi pasca Constatering (pengukuran) dan Eksekusi lahan di Desa Dayun, Kabupaten Siak mengemuka. Lahan tersebut dieksekusi pada Senin (12/12/2022) oleh Pengadilan Negeri (PN) Siak atas pemohon dari PT Duta Swakarya Indah (DSI).

Sejatinya lahan tersebut merupakan milik warga yang telah memiliki legalitas dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Siak berupa Sertipikat Hak Milik (SHM).

Lahan seluas 1.300 hektar itu kini telah resmi dieksekusi dan PN Siak setelah melakukan pembacaan tanpa dihadiri oleh Termohon yakni perwakilan dari PT Karya Dayun, warga pemilik lahan sah dan BPN Siak.

Menanggapi hal itu, Ahli Hukum Pidana Forensik, Dr Robintan Sulaiman SH MH MA MM CLA secara independen berpendapat bahwa setiap pelaksanaan eksekusi seyogyanya menghadirkan seluruh stakeholders terkait.

"Setiap eksekusi dilaksanakan itu menghadirkan pihak-pihak stakeholders antara lain BPN, Pemerintah Daerah melalui Dinas Perkebunan dan yang ketiga yang memberikan izin berkenaan dengan kebun ini. Jadi pihak-pihak dari unsur-unsur legislasi ataupun regulasi pemerintah yang berkenaan dengan kebun seharusnya hadir, sedangkan untuk lawannya (Termohon) tidak butuh hadir karena pasti bertentangan," ujarnya melalui pesan WhatsApp, Rabu (14/12/2022).

"Pertanyaannya? Tanpa kehadiran para stakeholders, itu ada yang disebut cacat administrasi, namun cacat administrasi ini tidak mengurangi substansinya," sambung  Dr Robintan Sulaiman.

Menurutnya, yang mesti dilakukan adalah tindakan-tindakan administratif untuk memenuhi kekurangan-kekurangan tersebut.

"Cacatnya itu bersifat administratif. Kalau cacat administratif ada dua, kalau dia itu mayor (yang substansi) itu bisa diuji di pengadilan. Tapi kalau yang minor (tidak menyangkut substansi) itu bisa dilakukan tindakan-tindakan korektif semata. Jadi kalau misalnya ada terjadi seperti ini, inilah yang disebut Mal Administrasi," paparnya.

Soal Sertipikat hak milik warga yang ikut di eksekusi dalam kawasan tersebut, Dr Robintan menjelaskan, kedudukan SHM tidak bisa dibatalkan, bahkan oleh Presiden sekalipun. Tapi, ada dua cara yang bisa membuat Sertipikat itu bisa dibatalkan.

"Yang bisa membatalkan itu pertama BPN itu sendiri dan di PTUN kan. Jadi selama orang itu ada Sertipikat, itu haknya dilindungi. Mesti dicek semua, Constatering itu bukan seperti orang mengukur baju, jadi dia itu harus clear dan ada lagi yang dienclave," tegasnya.

Ketua DPP LSM Perisai Riau, Sunardi SH mengatakan hasil dari proses pencocokan dan eksekusi yang dilakukan PN Siak itu semestinya dikonsultasikan dengan BPN Siak. Tujuannya, untuk mengetahui hasil pencocokan agar tidak tumpang tindih dengan lahan warga yang telah bersertipikat.

"Sangat kami sayangkan, hasil Constatering itu belum sempat di musyawarahkan atau dibahas bersama pihak Pertanahan Kabupaten Siak, pihak PN memaksakan langsung melakukan eksekusi. Sedangkan di dalam areal eksekusi tadi masih terdapat hak orang lain yang perlu dilindungi," ujar Sunardi.

Dijelaskannya, sesuai aturan hukum, yang dapat membatalkan Sertipikat Hak Milik itu hanya dua, pertama BPN itu sendiri dengan alasan hukum yang jelas, misalnya disitu ada pemalsuan. Kedua, yang bisa membatalkan SHM itu adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Disini sudah ada yurisprudensi, bahwa ketika PT DSI berupaya menggugat untuk membatalkan SHM terhadap surat yang ada di dalam ruang lingkup pelepasan kawasan milik PT DSI itu sendiri, disini jelas PT DSI itu kalah. Ini sudah berkekuatan hukum tetap sampai ke Peninjauan Kembali (PK)," tegas Nardi.

Pada saat Constatering dan Eksekusi, pihak PN Siak seharusnya menghadirkan para pihak atau kuasa dari pemilik lahan yang bersertipikat pada saat eksekusi itu dibacakan. 

"Jangan seenaknya di (PN Siak, red) membacakan eksekusi tapi di tanah orang lain. Eksekusi itu dilaksanakan di tanah orang lain, bukan di lahan milik PT Karya Dayun. Menurut hemat saya, PN Siak ini salah sasaran. Jangan serta Merta dia yang diberikan hak untuk eksekusi lalu mengabaikan hak orang lain," terangnya.

Sebagai warga negara, masyarakat mempunyai hak yang sama di mata hukum. Sebelum eksekusi, kata Nardi, pihaknya juga sudah meminta pengamanan kepada pihak kepolisian dengan melayangkan surat pemberitahuan ke Polres Siak.

"Namun, sama-sama kita lihat di lapangan, sepertinya (polisi, red) mengabaikan hak kami sebagai warga negara. Kami tidak diberikan pengayoman dan pengamanan yang baik. Kenapa kami hadir disana untuk menolak, seharusnya diberikan kesempatan, sehingga dalam hal ini menurut saya ada sebuah pelanggaran hak sebagai warga negara yang harus dilindungi juga," bebernya.

"Ada pemaksaan disana dan terkondisikan dengan baik antara pihak pengamanan dengan pihak PN Siak," sambungnya.

Sunardi mengutarakan, pihaknya merasa kecewa dengan pelaksanaan Constatering dan Eksekusi yang dilakukan PN Siak yang terkesan dipaksakan. Menurutnya, pada pelaksanaan eksekusi, PN Siak sudah menyimpang dari ketentuan.

"Jelas disitu disebutkan, apabila eksekusi itu dilaksanakan dan di dalamnya terdapat hak orang lain, itu tidak bisa dilakukan. Tapi ini kan dipaksakan, bahkan kita sendiri tidak tahu tiba-tiba muncul eksekusi yang langsung dilaksanakan," sebutnya.

Kata Nardi, sewaktu dirinya melakukan audiensi dengan Wakil ketua PN Siak, Ade Satriawan mengatakan bahwa PN Siak hanya melakukan Constatering saja. Dari hasil Constatering itu akan dibuatkan berita acaranya.

"Dalam hal penerbitan berita acara, perlu menghadirkan pihak terkait, contoh BPN hadirkan. Apakah benar di dalam Constatering itu ada hak orang lain, itu kan harus jelas. Saya sangat kecewa pelaksanaan Constatering dan Eksekusi itu sangat tidak prosedural, memang dibolehkan tapi itu tidak patut, harus ada azaz kepatutan," tuturnya.

Humas PN Siak, Mega Mahardika ketika dikonfirmasi tidak mau memberikan jawaban. Pesan yang dikirim belum dibaca dengan status centang dua abu-abu.

Terpisah, Kapolres Siak saat dikonfirmasi soal pelaksanaan eksekusi mengatakan bahwa pihaknya hanya memenuhi permintaan PN Siak dalam menjalankan putusan yang sudah inkracht.

"Kami turun pengamanan berdasar permintaan PN (Siak, red) untuk menjalankan putusan inkracht dan telah dilengkapi sprin, pelaksanaan secara keseluruhan relatif kondusif. Adapun riak yang terjadi akibat penghadangan dan ditangani secara profesional," jelas Ronal.

Sebelumnya, kata Ronal, dirinya juga pernah menyarankan kepada pemilik lahan sah yang dikuasakan pada LSM Perisai untuk menempuh jalur hukum.

"Saya sudah pernah himbau LSM Perisai. Aspirasi selaku kuasa pemilik SHM dengan berbagai bukti yang dia punya, harusnya ditempuh melalui jalur hukum, kami Polres Siak harus tunduk pada hukum dan berupaya yang terbaik untuk Harkamtibmas," tuturnya.-dnr

Ikuti Terus Riauin

Berita Terkait

Berita Terpopuler